Chereads / Jodoh pilihan Papa / Chapter 16 - Banyak berubah

Chapter 16 - Banyak berubah

"Kau sekarang tak asyik lagi Ra," protes Salsa pada Rara yang masih asyik bermain dengan sedotan yang ada dalam gelasnya.

"Kamu tak ada waktu buat sekedar nongkrong bersamaku dan lagi cara pakaianmu sekarang berubah, apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?" selidik Salsa. Rara memang telah berubah semenjak pulang dari Jogjakarta rumah kakeknya.

"Ra, apa kau mendengar perkataanku?" seru Salsa gemas karena Rara sama sekali tak merespon perkataan salsa.

"Eh maaf, apa katamu tadi?" ucap Rara terkekeh tanpa merasa berdosa sekalipun.

"Aku tanya kamu Ra, dari tadi aku bicara dan kau tak mendengarkan diriku sungguh kau menyebalkan sekali kau pikir aku ini apa Ra?" ucap Salsa suaranya naik satu oktaf membuat Rara berjengit kaget.

"Ya so... sorry Sa, aku minta maaf."

"Kamu kenapa Ra, kelihatan berbeda sekali jangan-jangan kau menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Salsa penuh selidik.

Rara menggeleng bagaimana mungkin dia akan jujur pada sahabatnya jika kondisinya sekarang sangat memprihatinkan ditinggal kekasih dalam keadaan hamil dan dipaksa menikah dengan laki-laki pilihan Papanya, katakan apakah dunia ini adil untuknya.

"Aku tidak sedang menyembunyikan apapun Sa, percayalah padaku mungkin karena lelah saja sehingga aku menjadi seperti ini," ujar Rara mencoba meyakinkan kembali sahabatnya agar tidak terlalu banyak bertanya padanya.

"Lantas siapa laki-laki yang sering mengantarkan kamu ke sekolah dan terakhir dia juga yang datang mewakili orang tuamu?" ujar Salsa menyelidik dia ingin menuntaskan rasa penasarannya dan agar segera terjawab.

"Dia... kau melihatnya bukan, lantas kemarin waktu dia ke sini dia mengaku apa pada pihak sekolah?" Salsa semakin geram mendengar jawaban dari Rara yang seakan mengejeknya.

"Kamu benar-benar menjengkelkan Ra, kamu sudah berubah banyak sekarang tidak seperti dulu lagi sewaktu kau belum pulang ke Jogja dan kau putus dari Ardy."

"Kau tak tahu yang sebenarnya Sa, nanti jika sudah waktunya aku pasti akan memberitahukannya padamu," sela Rara merasa bersalah karena sudah membohongi sahabatnya sendiri.

"Hallo ada apa Mas?"

"...."

"Tapi aku belum selesai Mas, aku masih belum puas jika harus pulang sekarang."

"...."

"Baiklah aku akan segera ke depan sekarang."

Klik.

Rara memutar bola matanya malas karena Dzaky sudah menelponnya dan memintanya segera pulang ke rumah, yang benar saja padahal baru juga di mendaratkan pantatnya di kursi kafe belum juga satu jam tapi dia sudah menerornya.

"Aku balik ya Sa, aku sudah ditunggu di depan," pamit Rara mengambil sling bag yang di taruh di kursi sebelahnya. Dua temannya bahkan belum datang tapi kenapa Dzaky sudah berteriak-teriak memintanya pulang.

"Kau benar-benar berubah Ra, aku merasa tak percaya dengan apa yang terjadi padamu sekarang." Rara kembali diterpa rasa bersalah mendengar perkataan tersebut kembali keluar dari bibir sahabatnya.

"Aku bahkan seperti tak mengenalmu lagi."

Ponsel Rara kembali bergetar 'Mantu Papa' memanggil.

"Hallo."

"...."

"Iya aku keluar sekarang, Aish... kau tak sabaran sekali jadi orang!"

Klik.

"Aku harus pergi Sa," seru Rara memeluk Salsa yang memasang wajah kesal padanya. Rara mencoba cuek meski hatinya tak ingin melakukan hal itu, dengan segera keluar menuju parkiran.

Diam-diam Salsa mengikutinya tanpa sepengetahuan Rara tentunya, Salsa melihat kembali laki-laki tampan yang tempo hari menjemput Rara dan sekarang dia lagi yang menjemputnya.

"Sebenarnya siapa lelaki itu, kenapa dia selalu ada di dekat Rara?" gumam Salsa.

"Haruskah aku menanyakan hal ini pada Ardy? Mungkin ini alasan Rara dan Ardy putus?" lanjutnya. Salsa memulai berpikir dan menerka-nerka siapa sebenarnya lelaki dewasa yang selalu menemani Rara.

***

"Kenapa kau tak memberiku sedikit waktu Mas, bahkan kedua temanku pun belum datang dan kau justru sudah memanggilku untuk segera pulang kau sungguh menyebalkan sekali."

Dzaky tak menanggapi perkataan Rara dan terus saja fokus mengemudikan mobilnya menuju jalanan yang sudah mulai ramai oleh laju kendaraan yang akan menikmati waktu liburan yang panjang. Dzaky memarkirkan mobilnya di basement apartemen yang baru saja dibelinya. Rara terdiam karena baru kali ini dia datang ke tempat ini.

"Apa kau akan tetap di sini dan tak ingin turun?" tanya Dzaky melihat Rara yang masih terdiam di dalam mobilnya.

"Keluarlah, Papa menunggu kita di dalam," seru Dzaky mendengar kata 'Papa' membuat Rara bergeming dengan segera turun dari mobil dan berjalan lebih cepat dari Dzaky.

"Memang kamu tahu kita akan pergi ke lantai berapa?" seru Dzaky mendengar perkataannya Rara langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

"Lantai berapa?" ucap Rara.

"Lantai dua tiga," sahut Dzaky. Rara langsung menuju lift dan tanpa menunggu langsung memencet angka dua-tiga. Dzaky hanya bisa menggelengkan kepalanya, "Dasar gadis bodoh!" gumamnya namun tetap mengikuti Rara menggunakan lift yang sebelahnya.

Sesampainya di lantai dua tiga Rara celingukan karena tidak tahu pintu nomor berapa apartemennya, ralat apartemen milik Dzaky.

Ting!

Suara bunyi lift menandakan ada orang yang menuju lantai tersebut. Dzaky keluar dengan santainya langsung belok kiri membuat Rara kesal karena dia berbelok ke kanan.

"Kenapa kau tak memberikan diriku nomor berapa apartemennya?" seru Rara ketus. Dzaky menghentikan langkahnya membuat Rara menabrak punggungnya.

Bug

"Awh, kau ini bisakah berhenti di tempat yang seharusnya!" seru Rara.

"Dan kau bisakah kau memakai kedua matamu agar tidak menabrak orang di depan," balas Dzaky santai.

"Kau tak bertanya nomor berapa apartemennya dan kau justru langsung pergi saja tanpa memikirkan apakah kau akan tersesat sampai di atas dan benar bukan jika sampai di sini kau seperti orang hilang karena tak tahu arah tujuan."

Rara mencebik kesal karena memang apa yang diucapkan oleh Dzaky ada benarnya kenapa dengan bodohnya tadi langsung ke atas tanpa bertanya lebih dulu padanya perihal nomornya.

Dzaky kembali melanjutkan langkahnya dan berhenti di pintu nomor 9672. Setelah memencet tombol sandi pintunya Dzaky masuk dan di sana sudah ada Pak Bagas dan Aeni mertua Dzaky.

"Pa, Ma," sapa Dzaky.

"Kamu tidak membuat kesal suami kamu kan Ra?" tanya Bagas menyelidik melihat raut wajah Rara yang kesal dia tahu jika putrinya sedang kesal pada Dzaky, lebih tepatnya dia membuat kesal pada Dzaky.

"Tidak Pa, justru dialah yang membuat Rara kesal karena Rara belum selesai bertemu dengan teman-teman tapi dia sudah menyuruhku untuk segera pulang dan berakhirlah di sini." Bagas menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putrinya yang masih saja manja padahal sebentar lagi dia kan menjadi seorang ibu.

Dzaky hanya terdiam mendengarkan Rara mengadukannya pada mertuanya tanpa ada niatan untuk membalasnya karena dia tahu Pak Bagas takkan pernah membela anaknya karena dia tahu jika Rara anaknya yang salah, Dzaky menghela nafasnya lelah karena Rara terus saja berbicara.

"Hallo, Assalamualaikum, ada apa Bu?"

"...."

"Apa? baiklah saya akan segera pulang sekarang juga ke Jogja."