Dzaky bersungut-sungut kesal.
"Aku akan membelikannya untukmu, tunggulah di sini," sahut Dzaky.
"Tidak aku ikut denganmu," balas Rara.
"Baiklah tunggu sebentar aku ambil kunci mobilnya dulu," ucap Dzaky membuat Rara senang bagaimana tidak dia sengaja ke sana agar bisa bertemu dengan temannya Maya.
"Ayo berangkat!" seru Dzaky membuat Rara terkejut.
"Maafkan aku membuatmu terkejut, ayo berangkat," ulang Dzaky.
Rara berjalan mendahului Dzaky karena kesal dengan pria itu, Rara memilih lebih banyak diam.
Dzaky melajukan mobilnya dengan cepat karena tak ingin terjebak macet biasanya akhir pekan jalanan ramai.
"Sudah sampai pesanlah aku menunggumu di sini." ujar Dzaky yang sebenarnya malas keluar.
"Kau tak ingin keluar?" tanya Rara.
"Tidak," balas Dzaky singkat.
"Baiklah tapi aku ingin makan di dalam," sela Rara.
"Terserah," ucap Dzaky malas yang ada dalam pikirannya hanya ingin istirahat.
Dzaky merenungi nasibnya apa dia bakal bisa bertahan hidup bersama gadis kecil yang bar-bar sulit diatur seperti Rara.
Seharusnya dia istirahat di rumah menikmati ranjangnya yang empuk, merebahkan tubuhnya melepas rasa penatnya bukannya berada di jalan ketika hari sudah semakin malam. Dzaky menggerutu ketika Rara kembali mengetuk kaca mobil dan membangunkannya dari lamunannya.
"Ada apalagi?" tanya Dzaky malas.
"Apa kau mau? Jika mau nanti akan aku bungkus untukmu bawa pulang," ucap Rara namun dengan cepat Dzaky menjawabnya.
"Tidak, aku tidak berminat jika sudah selesai mari kita pulang aku sudah sangat lelah dan ingin istirahat segera."
Mendengar perkataan Dzaky yang seperti itu tentu saja Rara langsung berwajah masam, "Baiklah kita pulang sekarang, sebentar aku bayar bakso yang tadi ku makan."
Namun bukannya segera pergi Rara masih saja berdiri di samping kemudi menatap Dzaky dengan intens.
"Kau bilang ingin membayar bakso yang kau makan kenapa masih berdiri di sini?" tanya Dzaky dengan kesal.
"Aku menunggu uang darimu bodoh!" balas Rara ketus.
"Apa kau bilang? Kau mengatakan aku bodoh? yang benar saja. Aku suami kamu Rara dasar wanita bar-bar tak memiliki sopan santun sedikitpun pada suami," ucap Dzaky kesal.
"Mana uangnya cepat!" ulang Rara kesal.
Dzaky mengeluarkan dompetnya namun belum sempat dibuka Rara sudah merebutnya dan membawanya masuk ke warung bakso.
Lagi, Dzaky bertambah kesal apakah ini hukuman untuknya kenapa dia harus bertemu dengan wanita bar-bar seperti Rara jauh berbeda dengan Annisa wanita sholehah idaman hatinya.
Dzaky mengusap wajahnya dengan kasar rasanya lelah hari ini semakin bertambah dengan adanya kejadian seperti ini.
"Ini aku kasih balik," Rara memberikan dompet milik Dzaky namun Dzaky mendiamkannya dan melempar dompetnya pada dashboard mobil.
"Kamu marah padaku?" tanya Rara terang saja Dzaky semakin kesal dibuatnya. " Kau tak memiliki etika sama sekali Ra, benar-benar bar-bar!" ucap Dzaky penuh penekanan di akhir kalimatnya sorot matanya menatap tajam pada Rara yang masih terdiam di samping kemudi dia cukup terkejut mendengar Dzaky berulang kali mengatai dirinya dengan sebutan 'bar-bar' berulang kali, seburuk itukah dia di depan Dzaky.
Dzaky segera keluar dari mobil begitu sampai di rumah, masuk ke kamar dengan membanting pintunya seketika.
Blam!
"Kenapa jadi dia yang sewot padaku, apa tidak kebalik ini?" gumam Rara dia pun tak ingin ambil pusing segera masuk dan beristirahat karena dia sendiri sudah merasa lelah seharian berjibaku dengan pelajaran di sekolahannya.
***
"Dzaky? Kamu Dzaky kan? masih ingat aku gak?"
"Eem, Radit? MasyaAllah kamu banyak berubah ya sekarang. Kamu ngapain ke sini?"
"Aku mau ketemu sama Pak Bagas apa beliau ada?"
"Dia ada di kantor pusat, kalau di sini aku yang pegang."
"Bukankah kamu jadi bos di Bali kenapa pindah ke sini? Aku kira Aulia gak serius cerita tentang kamu waktu itu, ternyata benar jika kamu sudah nikah dengan anaknya bos tambang batu bara dan minyak di Jakarta."
Dzaky hanya tersenyum miris mengingat nasibnya sekarang namun apalah daya jika semua telah terjadi menjadi kehendak-Nya dia bisa apa.
Radit memberikan setumpuk berkas pada Dzaky. "Ini semua yang harus kau tanda tangani, jika tidak kau bisa bilang dulu pada mertuamu itu," sela Radit.
"Baiklah apa kau akan mampir ke kantor dulu?" tanya Dzaky.
"Tidak perlu lain kali aku akan mampir tapi hari ini sungguh aku sangat sibuk, maafkan aku. Baiklah aku langsung pulang terima kasih Dzaky, sukses buatmu!" ucap Radit.
"Makasih," balas Dzaky senyumnya mengembang di bibirnya.
Dzaky meraih ponselnya melihat siapa yang menelpon dirinya.
"Pak Bagas calling...."
"Hallo, Assalamualaikum ada apa Pa, apakah ada yang penting?"
"Waalaikumussalam, hari ini bisakah kamu ke sekolahan Rara?"
"Apa yang terjadi Pa, apakah dia membuat masalah baru?"
"Iya, lebih detailnya kamu datang saja dan tanyakan langsung pada guru yang bersangkutan Papa kesal padanya, kenapa dia selalu saja membuat masalah."
"Sabar Pa, nanti biar Dzaky coba menyelesaikannya. Kalau begitu Dzaky tutup telponnya Pa, saya siap-siap pergi ke sana. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Klik.
Tok...tok...tok...
"Masuk!"
"Eh, Bapak sudah mau pergi ke meeting hari ini?" tanya Regina melihat Dzaky sudah bersiap memakai jas dan juga mengantongi ponselnya.
"Tolong batalkan meeting kali ini saya harus ke sekolahan Rara mengurus sesuatu di sana."
"Tapi Pak, bagaimana dengan pihak Mekar Jaya yang datang dari jauh hanya untuk menghadiri meeting ini?" sela Regina membuat Dzaky mengusap wajahnya kasar kenapa dia bisa lupa dengan meeting penting kali ini yang akan membahas kelanjutan kerjasamanya dengan pihak tersebut.
"Astagfirulloh kenapa aku bisa sampai lupa jika ada meeting penting kali ini. Rara kenapa dia selalu saja membuat masalah," gumam Dzaky.
"Apa Pak Yanuar sudah kembali ke kantor?" tanya Dzaky seraya melirik jam tangannya.
"Belum Pak, biasanya menjelang dhuhur dia baru kembali."
"Baiklah biarkan nanti Pak Yanuar yang akan menghandle jika saya belum kembali. Saya pergi dulu."
Dzaky segera keluar menuju basement mengambil mobilnya yang dia parkir di sana.
"Lelaki ganteng sayang sekali jadi bonekanya si bos," gumam Regina membuat Yanuar yang ada di sampingnya menanyakan maksud perkataannya.
"Ehem, siapa yang ganteng Regina?" tanya Yanuar membuatnya terkejut karena Dzaky sudah ada di sampingnya.
"Pak, tadi Pak Dzaky berpesan jika Bapak harus menggantikannya meeting siang ini karena beliau berhalangan untuk hadir," ucap Regina mengalihkan pembicaraannya.
"Eem, baiklah nanti saya akan menggantikannya. Kau siapkan berkasnya biar nanti saya tinggal mempelajarinya."
Yanuar pergi meninggalkan Regina yang tengah mematung mengagumi makhluk terseksi nomor dua di kantornya menurut versinya.
Dzaky memarkirkan mobilnya di halaman sekolahan Rara, banyak mata memandanginya dengan tatapan minat terutama siswa putri yang notabene masih masa puber di usianya. Bagaimana mendeskripsikannya penampilan Dzaky terlihat lebih keren dari sebelumnya dengan kacamata hitam bertengger di wajahnya.
"Siang Pak, bisakah bertemu dengan guru BP?" tanya Dzaky.
"Eh, kebetulan saya sendiri ada yang bisa saya bantu?" Pak Bima memandang Dzaky dari atas hingga bawah.
"Saya Kakaknya Rara, mohon dijelaskan kenapa Papa saya di panggil kemari Pak Bima?"
"Oh, Rara bolos pelajaran dan ketahuan merokok di sekolahan," ucap Pak Bima membuat Dzaky terkejut mendengarnya.