Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

RAVAGER

HaritsataqiJaman
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.6k
Views
Synopsis
Jika dalam pandangan orang awam, kematian menjadi jalan terakhir mereka di dunia, maka bagi Para Numerio kematian merupakan jalan lanjutan mereka menuju kepada kehidupan yang lebih berbahaya. Arya Ardhinata tak pernah menyangka dirinya akan menjadi salah satu dari mereka. Ia tewas terbunuh di tangan pasangan kencannya sendiri yang tak disangka adalah makhluk kuno berjenis Sherper. Jantungnya dilahap dengan brutal oleh makhluk itu. Namun, ia bangkitkan kembali berkat perjuangan seorang gadis pemurung bernama Karen Camilla. Kini, Arya hidup dengan jantung sama yang berdetak pada diri Sherper itu. Ini adalah kisah perjuangan Arya yang hidup sebagai Numerio dan bagaimana cara ia bisa bertahan. Memiliki tubuh abadi dan jantung Sherper, Arya menjadi lebih kuat dibanding sebelumnya. Ia bisa berubah menjadi Sherper, tetapi dengan niat untuk menyelamatkan manusia. Namun, ia tidak tahu itu hanya akan memancing para Numerio lain untuk memburunya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Gadis Itu Memakannya.... (pt.1)

"Aku ingin itu!" Seorang bocah perempuan dengan sepasang tali pita di rambut hitam mengkilapnya menunjuk salah satu makanan yang berada di daftar menu, tangannya yang lain menarik-narik lengan ibunya yang sedang kerepotan membagi perhatian antara suami dan anaknya.

Arya tersenyum kecil memandangi itu dari sudut restoran, setidaknya itulah hiburan ringan yang dapat ia peroleh. Hari ini adalah Minggu yang tenang (tadinya) sebelum ia diseret paksa oleh kedua temannya, Irfan dan Faisal, mengajaknya untuk melengkapi pemain dalam acara kencan ganda ini. Arya tidak menyukai ide ini, apalagi ia hanya dianggap sebagai pelengkap, gadis jelek mana nanti yang akan dipasangkan olehnya.

Irfan dan Faisal adalah dua orang jomlo abadi. Mereka bertekad untuk mengencani seorang gadis sebelum tamat dari SMA. Mereka berdua jelas sekali tidak ingin melewatkan masa-masa indah SMA. Sebenarnya, nasib Arya juga tidak ada bedanya, ia bahkan tidak pernah pacaran sejak terlahir di muka bumi ini dan tidak pernah punya rencana untuk itu. Menurut Arya, pacaran adalah sesi buang-buang waktu bersama lawan jenis yang akan menghabiskan isi dompetnya. Alasan lainnya, ia tak terlalu pandai bersosialisasi dengan orang, apalagi dengan para wanita.

Arya duduk bertopang dagu, jus jeruk yang ia pesan lima belas menit lalu sudah tersisa setengah. "Masih lama? Kalau masih lama aku pulang nih?"

"Tunggu dulu!" kata mereka serentak.

Karena terlalu lama menunggu, Arya menguap, lalu menengok jam tangannya. Hampir tengah hari dan restoran ini mulai penuh. Tempat makan ini berada di tepi pantai dan cukup sering dikunjungi, Arya beberapa kali pernah ke sini karena pemandangan yang disuguhkan sangat indah, terutama saat sore.

Arya memandang ke luar jendela. Perairan biru tampak berkilau di bawah sorotan cahaya matahari, ombaknya bergulung-gulung hingga pecah saat sampai ke daratan. Arya dapat melihat orang-orang bermain-main di pasir putih itu. Di tengah laut, para peselancar melesat di tengah gelombang, memamerkan aksi dengan kulit yang terpanggang. Ketika salah satu peselancar jatuh dari papannya, Arya menoleh ke tempat lain.

"Itu mereka!" Irfan berdiri dan melambai. Arya dan Faisal menoleh ke arah pintu, melihat tiga gadis melangkah mendatangi mereka.

Tiga-tiganya cantik, pikir Arya, sangat cantik malah. Ia pun justru meragukan selera mereka karena telah mengiyakan permintaan Irfan dan Faisal. Sebelum ini, mereka bertiga berbincang-bincang tentang gadis yang akan Irfan perkenalkan. Pertama, gadis yang berada di tengah itu adalah incaran Irfan; rupanya yang cantik jelita dengan tubuh tinggi semampai, berambut hitam bergelombang, dan aura pekat dari wanita dewasa. Gadis di kiri sepertinya yang paling muda; mungil, sederhana, berambut hitam sebahu, dan memiliki tatapan elang. Gadis di sisi kanan tak kalah cantiknya dengan yang diincar Faisal; tinggi, ramping, punya tubuh yang aduhai—banyak pasang mata yang menyorotinya, berwajah sadis—maksudnya sangat cantik, dan rambut yang diwarnai pirang.

Irfan sudah menentukan targetnya, sedangkan Faisal berubah pikiran untuk jalan dengan gadis yang paling muda, jadi Arya dipasangkan dengan si pirang. Suatu keberuntungan yang tak pernah dianggap.

Buru-buru, Irfan dan Faisal menarik bangku yang tersisa di meja untuk gadis-gadis itu. Sementara Arya tidak ingin repot-repot. Sifat cueknya itu ternyata menarik minat dari si pirang, ia tersenyum padanya, dan Arya mendapati itu sebagai suatu isyarat.

Mereka duduk berhadap-hadapan. Irfan dengan si dewasa duduk paling pinggir, Faisal dengan si mungil duduk di tengah, sementara Arya dengan si pirang duduk di dekat jendela. Dengan ketidaknyamanan yang ada, Arya tak ingin bertukar pandangan dengan si pirang karena aura yang dipancarkan membuatnya kecut. Jarinya bermain-main dengan genangan air kecil yang tumpah dan berkumpul di meja. Irfan memulai kencan.

"Bagaimana perjalanan kalian kemari?" katanya dengan senyuman.

"Sedikit macet, ya?" si dewasa mengangguk pada si pirang, seolah meminta konfirmasi.

"Ya, tadi agak macet, tapi untungnya bisa sampai kemari." Si pirang tersenyum, kemudian menatap Arya lagi.

Irfan mendengung sambil mengangguk. Ia menatap si mungil yang sibuk dengan urusannya sendiri. Ia teringat suatu fakta di sini. "Oh, ya, Arya dan Karen satu sekolah kalau tidak salah. Benar, 'kan?"

Mendengar namanya disebut, ia mendongak dari ponsel dan mengikuti arah tunjuk Irfan yang mengarah pada Arya. Tiba-tiba Karen melotot dengan bola mata yang membulat sempurna, seakan-akan ia melihat hantu yang gentayangan di belakang Arya. Tapi bukan pucat, ia justru jadi merah merona dan menunduk kembali. Orang-orang jadi kebingungan, bahkan Faisal yang dijadikan sebagai teman kencannya bolak-balik menatap Arya dan Karen.

"Kalian saling kenal?" tanya si dewasa, namanya Indri.

"Itu …." Arya tidak tahu harus menjawab apa. "Aku rasa … tidak, dia tidak sekelas denganku."

"Kau tidak kenal dengan gadis secantik ini?" Faisal menggeleng sambil berdecak. "Ke mana jiwa masa mudamu?"

Mereka tertawa, membuat Arya jadi terganggu.

"Arya itu orangnya introver banget, dia tipe orang yang cuek dan dingin, tapi jangan khawatir karena Arya adalah laki-laki yang hebat dan bisa diandalkan," kata Irfan mengenalkan, seolah-olah dia adalah salesman yang sedang menawarkan barang-barangnya kepada para pembeli.

"Ganteng juga," tambah si pirang, namanya Alesia. Dia bertopang dagu menatap Arya lebih dekat. Menanggapi itu, laki-laki tersebut hanya mengangguk dan tersenyum kaku. Ia tak terbiasa dengan ini.

"Hm, sepertinya Alesia sudah mulai terpancing," kata Indri.

"Kerja bagus, bung!" Faisal berbisik dan menyikut lengan Arya.

Arya mendelik. "Apa yang kulakukan?"

"Sudah, sudah!" Irfan mengambil alih perhatian kembali padanya. Laki-laki itu memberi kesempatan kepada para gadis untuk memesan dan mereka memulai obrolan santai. Tentang kehidupan dan sekolah. Dari apa yang Arya dapat, Indri ternyata sudah kuliah dan jalan tiga semester. Ia mengenal Irfan dari festival Jepang yang diadakan dua bulan lalu di alun-alun kota. Tampaknya mereka punya hobi yang sama dan mulai tertarik untuk mengenal secara dekat antara satu sama lain. Alesia sebaya dengan mereka bertiga, ia merupakan teman akrab dari Indri dan Karen. Karen sendiri tidak banyak bicara, ia tipe yang kalem, tapi mudah terpancing. Berkali-kali gadis itu melirik pada Arya, tapi tak pernah satu pun ditanggapi karena Arya banyak memandang ke luar jendela atau menghindari tatapan Alesia secara langsung.

Ketika mereka mulai berada di ujung obrolan, Arya pamit ke toilet. Ia membasuh muka dan mendapati betapa tegangnya ia tadi di sana. Cukup lama Arya memandangi diri sendiri di cermin kamar mandi, sampai-sampai Faisal datang menjemput.

"Mau sampai berapa lama kau di sini, ayo!"

"Ayo ke mana?"

"Kita jalan bersama gadis-gadis itu."

"Jalan? Kencannya bukan berakhir di sini?"

Faisal mengetuk dahi Arya. "Kita tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Menghabiskan waktu seharian bersama gadis-gadis cantik, kau tidak akan bisa mendapatkannya lagi setelah hari ini."