"Bibi tempat sampah yang di taruh kamar ku mana ya? kok nggak ada?" tanya Verina pada asisten rumahnya.
"Tadi masih dibersihkan dan akan di ganti dengan yang baru non," jawab asisten Verina apa adanya.
"Baiklah nanti kalau sudah selesai di taruh di sini, terimakasih," ucap Verina dengan ramah pada asistennya.
"Sama-sama, non Ve," sahut asisten Verina sembari menganggukkan kepalanya.
Selesai itu asisten Verina pun kembali ke lantai 1 dan Verina langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur untuk segera istirahat.
Sore hari telah tiba di mana sekarang Verina sudah selesai mandi dan dirinya akan segera turun ke lantai bawah untuk membantu mamanya untuk menyiapkan makan malam nanti di dapur.
Pintu kamarnya terbuka dan dirinya berjalan menuruni anak tangga rumahnya menuju ke dapur, di mana di dapur sekarang mamanya sudah memasak dan dirinya harus membantu ibu menyiapkan piring ataupun mengupas kan beberapa bumbu dan bahan yang diperlukan.
"Tadi kamu makan di cafe sama Nabila?" tanya Triana pada Verina.
"Iya ma," jawab Verina pada Triana.
"Nabila juga tidak beli apa-apa di mall?" tanya Triana pada Verina.
"Nggak, kita berdua hanya jalan-jalan saja dan nggak niat beli apa-apa," jawab Verina apa adanya pada mamanya.
"Mama kira kalian berdua akan memborong di mall, kan lama tuh kalian nggak ke mall bareng," ucap Triana pada Verina.
"Kalau niat ya pasti satu mobil nggak muat untuk menaruh barang belanjaan kita berdua ma, hehehe," sahut Verina pada Triana sembari bercengir tidak berdosa.
"Sekalian satu mall bawa pulang," ucap Triana pada Verina sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Iya nanti kalau Verina sudah sukses, mallnya Verina bawa pulang," sahut Verina dengan semangat pada mamanya.
"Mama selalu doakan, dan sekarang taruh nasinya di atas meja karena papa kamu sebentar lagi sudah pulang," ucap Triana pada Verina.
Verina menganggukkan kepalanya dan kemudian menaruh nasi yang mamanya sebutkan ke atas meja serta menatanya dengan rapi dan baik.
Beberapa menit kemudian terdengar klakson mobil papanya yang tentu sudah pulang. Verina bergegas membukakan pintu untuk papanya itu dan kemudian membawakan tas kerja papanya seperti biasanya yang dilakukan mamanya pada papanya.
"Tumben bukain pintu untuk papa," ucap Bayu papa Verina.
"Kok tumben? Kan setiap waktu kalau Verina sempat pa," sahut Verina membela dirinya pada papanya.
"Sesempatan aja kan?" tanya Bayu pada Verina.
"Iya deh iya," jawab Verina pada Bayu sembari bercengir.
"Pa, ayo makan malam setelah ini. Papa tahu nggak?" tanya Verina pada Bayu.
"Nggak," jawab Bayu apa adanya pada Verina.
"Dengerin dulu papa," ujar Verina kesal pada papanya.
"Apa?" tanya Bayu pada Verina.
"Tadi Verina ke mall tapi nggak beli apa-apa," jawab Verina bercerita pada Bayu.
"Nggak beli apa-apa? Yakin nggak tergoda dengan godaan segitu banyaknya? Tas, baju, sepatu, jam tangan, headphone terbaru?" tanya Bayu pada Verina.
"Sama sekali nggak minat, nggak tertarik, dan nggak mau beli juga," jawab Verina pada Bayu sembari tersenyum lebar.
"Ada ya remaja seperti kamu yang pengen ke mall langsung datang tapi nggak beli apa-apa?" tanya Bayu pada Verina.
"Ada pa, buktinya ini Verina seperti itu," jawab Verina pada Bayu.
"Ya udah kalau gitu papa mau mandi dan ganti pakaian biar bersih dan bisa makan malam bersama dengan kamu dan mama kamu," ujar Bayu pada Verina sembari mengelus puncak kepala putrinya.
"Iya pa, siap," sahut Verina bersemangat pada Bayu.
Setelah itu Bayu langsung berjalan ke kamarnya dan tas kerjanya yang tadi dibawakan oleh Verina, diambil alih oleh asisten Triana.
"Sudah selesai Verina kamu kalau mau menonton televisi dulu sembari menunggu papa kamu tidak apa-apa," ujar Triana pada Verina.
"Verina ke kamar dulu aja ma," sahut Verina pada mamanya.
"Baiklah, nanti kalau bibi panggil kamu langsung turun oke?" tanya Triana pada Verina.
"Oke ma,"
Setelah itu Verina langsung berjalan dari lantai bawah ke lantai atas tepatnya ke kamarnya. Verina berangan-angan apakah Nabila sudah mengirimkan pesan untuknya dengan mengirimkan nomor telepon Raja pada dirinya?
Pintu kamarnya terbuka dan Verina langsung berjalan menuju ke meja riasnya untuk mengambil handphone yang dia taruh di meja riasnya itu.
Verina mendapati panggilan tidak terjawab dari Nabila, dan dia langsung memanggil Nabila yang masih terlihat online.
Beberapa detik menunggu sambungan telepon tersambung dan Verina langsung bertanya-tanya pada Nabila tentang nomor Raja.
"Bagaimana?" tanya Verina pada Nabila.
"Apanya?" tanya balik Nabila pada Verina.
"Nomor telepon Raja, kok malah balik tanya sih," jawab Verina pada Nabila sembari menepuk jidatnya sendiri.
"Oh itu, jadi mau aku kirim tapi sebelumnya apakah nanti kamu langsung telepon?" tanya Nabila pada Verina.
"Telepon langsung lebih seru kayaknya," jawab Verina pada Nabila.
"Jangan kalau langsung telepon," ujar Nabila melarang Verina untuk menelepon Raja.
"Kenapa? Salah kah?" tanya Verina pada Nabila.
"Besar banget salahnya asal kamu tahu," jawab Nabila pada Verina.
"Riski?" tanya Verina pada Nabila dan langsung di jawab anggukan oleh Nabila.
"Mana mungkin dua puluh empat jam sama Raja terus," tambah Verina pada Nabila.
"Mungkin banget, mereka berdua itu sudah seperti saudara, dan jika kamu telepon Raja pasti menjadi masalah besar Na," ucap Nabila bijak pada Verina.
"Habis itu mau bagaimana lagi? Percuma mempunyai nomornya tidak kita hubungin," sahut Verina pada Nabila.
"Mencari waktu yang luang dan tepat, jangan setelah kamu menolak Riski terus menelepon Raja," ujar Nabila pada Verina.
Verina terdiam dan mencerna apa yang dikatakan Nabila padanya memang sangat benar dan disini dirinya yang belum benar. Bagaimana bisa dirinya menelepon Raja yang jelas-jelas sahabat dekat seseorang yang sudah dia tolak.
"Ya udah, baiklah tahun depan saja aku kirim pesan dan telepon ke dia," ujar Verina pasrah pada Nabila.
"Ya nggak tahun depan juga, maksud aku kalau Riski sudah mulai menghilang," ucap Nabila pada Verina.
"Rasanya hilang atau belum hanya Riski yang tahu,"