"Nggak, biar lukaku ini sembuh baru setelah itu jodohkan tidak apa-apa." mendengar apa yang dikatakan Riski olehnya membuat dirinya sendiri merasa kasihan.
"Makanya jadi cowok harus kuat biar nggak patah kayak gini," sahut Raja pada Riski sembari merangkul bahu sahabatnya itu.
"Mudah banget bilangnya susah ngelakuinnya," ujar Riski pada Raja.
"Benar sih, benar banget," ucap Raja pada Riski.
"Ya udah kalo gitu," sahut Riski pada Raja.
"Ya udah apanya?" tanya Raja pada Riski.
"Biarkan rasa ini hilang sampai akhirnya aku menemukan cintaku yang sebenarnya," jawab Riski pada Raja dan diangguk i oleh Raja.
"Beneran? Serius? Kayak bintang sinetron baca dialog kamu," ucap Raja pada Riski.
"Serius, Ja!"
*
**
Verina dan Nabila sekarang berada di mall dalam rangka hanya berjalan jalan saja di dalam mall dan baru setelah itu mereka berdua memutuskan untuk makan di cafe favorit Nabila.
"Tenang nanti kita berdua bakalan ketemu sama pramusaji ganteng-ganteng," ujar Nabila pada Verina.
"Sejak kapan kamu tahu pramusaji ganteng-ganteng?" tanya Verina pada Nabila.
"Sejak sekarang," jawab Nabila pada Verina sembari membuka buku menu makanan yang disediakan dimeja yang sekarang mereka berdua tempati.
"Ya udah iya saja deh aku, kamu pesankan makanan kesukaan aku sama minumannya alpukat jus saja," ujar Verina pada Nabila sembari menaruh buku menu itu diatas meja semula.
"Oke," sahut Nabila pada Verina dan baru setelah itu memanggil seorang pramusaji laki-laki yang tengah berdiri menunggu panggilan untuk pesanan makanan dan minuman.
Verina diam dan membiarkan Nabila yang memesan makanan, Verina membuka kontak pesannya dan terlintas dirinya teringat tentang Raja pada Nabila. Verina baru saja ingat jika dirinya ingin memiliki nomor Raja dan pasti Nabila memiliki nomor Raja.
"Nabila," panggil Verina pada Nabila yang tengah asik memainkan game online diheandphone.
"Iya?" tanya Nabila pada Verina namun masih fokus pada gamenya.
"Boleh nggak sih kalau aku meminta nomornya Raja?" tanya balik Verina pada Nabila.
Nabila langsung mengalihkan pandangannya pada Verina dan mengerutkan keningnya. Nabila mungkin tahu apa maksud Verina meminta nomor telepon Raja pada dirinya.
"Riski baru saja kamu tolak, dan kamu meminta nomor Raja? Nanti seandainya Riski tahu bagaimana?" tanya Nabila pada Verina.
"Kenapa memangnya? Nggak ada masalah juga," jawab Verina pada Nabila.
"Nggak ada masalah? Jelas ada lah," ucap Nabila pada Verina sembari memegang jidatnya.
"Apa?" tanya Verina pada Nabila.
"Kan Riski suka sama kamu, tentunya dia akan cemburu bila tahu kamu kirim pesan atau bahkan telepon ke Raja," jawab Nabila dengan jelas pada Verina.
"Itu kan kalau aku kirim pesan dan telepon, kalau nggak kan nggak bakalan tahu Riski atau bahkan Raja bahwa nomornya aku simpan," jelas Verina pada Nabila.
"Tapi tentu jika meminta nomor handphone pasti mau kirim pesan kan?" tanya Nabila pada Verina.
Verina terdiam dan pasti jawabannya iya, sebab dirinya hanya sering bertemu tanpa berbalas pesan diheandphone.
"Baiklah akan aku kirimkan nomor dia ke nomor aku," ucap Nabila pada Verina dan membuat Verina senang seketika.
Siang hari menuju sore hari itu menjadi hari bahagia untuk Verina sebab dirinya mendapatkan nomor handphone Raja. Verina tidak mungkin hanya meminta saja, pasti akan dia kirim pesan bahkan dirinya tidak akan pernah sungkan untuk menelepon Raja.
Makanan yang mereka berdua pesan telah siap dan keduanya memutuskan untuk fokus makan baru setelah itu akan pulang ke rumah masing-masing.
"Kapan kira-kira kita ke puncak?" tanya Nabila pada Verina.
"Mungkin sebentar lagi," jawab Verina pada Nabila.
"Mau ikut kan?" tanya Nabila pada Verina.
"Tentu lah, kan tujuannya ke puncak buat memotret kebun teh," jawab Verina apa adanya pada Nabila dan dijawab anggukkan oleh Nabila.
"Semisal sekolahnya Raja juga ke sana dalam waktu yang sama apa yang akan kamu rencanakan?" tanya Nabila pada Verina.
"Foto sama dia," jawab Verina pada Nabila sembari tersenyum lebar.
"Memang dia mau foto sama kamu?" tanya Nabila pada Verina.
"Mudah saja tinggal fotoin dari jauh kalau nggak bisa foto berdua," jawab Verina pada Nabila dengan mudahnya.
"Baiklah," ucap Nabila pada Verina sembari mengangguk-angguk.
Mereka berdua akhirnya selesai makan dan memutuskan untuk langsung pulang. Nabila sudah dijemput oleh sopirnya begitu juga dengan Verina yang sudah dijemput sopirnya dengan menggunakan mobil mamanya.
"Aku pulang dulu sampai ketemu besok disekolah," ujar Verina pada Nabila.
"Iya," sahut Nabila pada Verina sembari melambaikan tangannya pada Verina.
Keduanya pun akhirnya melaju dari cafe menuju pulang ke rumah. Dirumah Triana sudah menunggu kedatangan putrinya yang tadinya berpamitan ke mall namun kenapa pulang tidak membawa satu barang pun?
"Kamu tadi beneran ke mall kan?" tanya Triana pada Verina.
"Iya ma," jawab Verina pada Triana.
"Kenapa nggak bawa apa-apa?" tanya Triana pada Verina.
"Tadi Verina hanya muter-muter saja nggak beli apa-apa karena memang sedang tidak ingin beli apapun," jawab Verina apa adanya pada Triana.
"Cuma muter-muter saja? Mama kira kamu bakalan beli baju, sepatu, sendal dan barang-barang yang biasa kamu borong saat ke mall," ujar Triana pada Verina.
"Hemat pangkal kaya ma," ucap Verina pada Triana sembari tersenyum lebar.
"Iya pintar banget putri mama," sahut Triana pada Verina sembari mengelus rambut Verina.
"Sekarang Verina mau istirahat, Verina sudah makan tadi di cafe sama Nabila," ujar Verina pada Triana.
"Baiklah, istirahat yang cukup baru setelah selesai bantu mama untuk menyiapkan makan malam," jelas Triana pada Verina dan diberi dua jempol oleh Verina untuk mamanya tanda mengiyakan apa yang dikatakan mamanya pada dirinya.
Verina berjalan menaiki anak tangganya menunju ke kamarnya yang berada di lantai atas. Pintu kamarnya terbuka menampakkan isi kamar yang tertata selalu rapi dan bersih tentunya milik Verina yang selalu menjaga kebersihan dan kerapian kamarnya dia anggap nomor satu.
"Bibi tempat sampah yang ditaruh kamarku mana, kok nggak ada?"