"Aku ke toilet dulu," ujar Verina beralasan pada Arhan.
Arhan mengangguk mengiyakan dan kemudian Verina bergegas keluar kantin tanpa memberitahu Nabila yang sekarang sudah membawa nampan berisi bakso serta minuman yang tadi dia pesan.
Nabila tentu terkejut begitu dia kembali ke tempat semula di mana sahabatnya duduk tapi di sana tidak ada banyak ada seorang remaja laki-laki duduk dan tengah memainkan handphone di sana.
"Verina mana? Kok malah kamu yang duduk di sini?" tanya Nabila pada Arhan dan membuat Arhan langsung mengalihkan perhatiannya ke gadis yang saat ini berdiri di hadapannya sembari membawa nampan yang berisi bakso dan minuman.
"Dia tadi ke toilet katanya," jawab Arhan apa adanya pada Nabila.
Nabila sangat paham sekarang, sahabatnya itu selalu pergi jika ada Arhan di sini. Bagaimana dengan makanannya sekarang? Mana mungkin menunggu di sini bersama dengan Arhan?
Dan Nabila yakin bahwa Verina tidak akan kembali sebelum remaja laki-laki yang ada di hadapannya ini pasti dari kantin. Nabila sangat berharap ada keajaiban datang di mana bisa membuat Arhan pergi dari kantin.
Beberapa detik kemudian setelah dia berdoa seorang remaja laki-laki datang dengan membawa bola basket menghampiri Arhan.
"Kenapa kamu malah duduk di sini? Coach nunggu di lapangan, kaptennya malah di sini," ujar remaja laki-laki itu pada Arhan.
Arhan menepuk jidatnya sendiri bagaimana bisa dirinya lupa bahwa hari ini ada jadwal berlatih bersama dengan Coach yang datang dari Bandung ke Jakarta untuk melatih dirinya dan timnya tentunya.
"Maaf aku lupa," sahut Arhan meminta maaf pada remaja laki-laki itu.
"Aku pergi dulu," ucap Arhan pada Nabila dan langsung diangguk i begitu saja oleh Nabila.
Memastikan kepergian kedua remaja laki-laki itu dari kantin, Nabila menaruh nampan itu di atas meja dan kemudian mengambil handphone yang ada di sampingnya untuk mengirim pesan pada Verina bahwa Arhan sudah pergi dari kantin.
Sementara itu di dalam toilet Verina merasa sangat lega akhirnya Arhan pergi juga dari kantin dan dirinya bisa makan dengan tenang. Verina berjalan keluar toilet menuju ke kantin dan langsung duduk ditempatnya semula di mana di sana sudah ada Nabila yang menunggunya.
"Kamu kenapa ke toilet? Di taman tengah kan bisa? Arhan nggak akan ikutin kamu," ujar Nabila pada Verina.
"Yang penting jauh saja sudah cukup," ucap Verina dengan jelas pada Nabila.
"Baiklah kalau begitu, terserah kamu saja," sahut Nabila pada Verina sembari memakan baksonya.
Verina teringat akan sesuatu, tepatnya Raja. Gadis cantik itu masih ingin bertemu kembali dengan Raja.
"Bagaimana nanti jika aku menolak ke kantor dan ke rumah kamu saja biar bisa ketemu sama cowok idaman aku?" tanya Verina pada Nabila dan spontan membuat Nabila tersedak.
Verina langsung mengambilkan minuman Nabila agar diminum dan setelah itu melipat kedua tangannya di atas meja menatap kedua pasang mata Nabila yang juga menatapnya.
"Aku tidak minta makanan kamu. Kenapa tersedak?" tanya Verina pada Nabila dan langsung mendapat tamparan pelan dari Nabila.
"Bukan itu. Nanti kalau seandainya kamu ketahuan di rumah aku, bisa-bisa dikurung di kamar kamu," jawab Nabila pada Verina.
"Tidak perlu bingung tentang hal itu. Papa kalau sudah menyangkut kerja kelompok, aku nggak akan dilarang," ucap Verina pada Nabila.
"Iya aku tahu, tapi kalau keperluan penting bagaimana?" tanya Nabila pada Verina.
"Pasti yang butuh akan datang ke rumah aku. Lagian aku bukan orang penting yang harus datang ke kantor Bila," jawab Verina pada Nabila dengan jelas.
"Kalau papa kamu yang minta pasti perihal penting Verina," ujar Nabila pada Verina.
"Intinya aku tetap tidak mau pergi ke kantor," sahut Verina final pada Nabila.
"Aku nggak mau kenalin kamu ke Raja kalau membantah perintah orang tua," ucap Nabila pada Verina berhasil membuat Verina tidak berkutik.
"Kok gitu?" tanya Verina pada Nabila.
"Kalau kamu bisa nggak datang ke kantor, aku juga bisa nggak kenalin kamu ke Raja," jawab Nabila pada Verina dengan jelas.
Verina kemudian terdiam dan memasang raut wajah kesalnya pada Nabila. Verina memakan baksonya sampai habis dan kemudian berlanjut minum es jeruknya sampai habis juga.
"Mau ninggalin aku di kantin sendiri?" tanya Nabila pada Verina.
"Banyak anak manusia di sini," jawab Verina dengan entengnya pada Nabila membuat Nabila ikut kesal sendiri.
Di sisi lainnya, atau lebih tepatnya di sekolah Raja. Dimana remaja laki-laki itu sekarang duduk dis amping Tasya yang berhasil menemukan dirinya.
Raja sangat ingin berteriak sekarang, bagaimana tidak? Tasya menggenggam tangannya dan tidak dikendurkan sama sekali.
"Bisa nggak kamu lepasin tangan aku? Malu banget dilihat banyak anaconda," ujar Raja asal pada Tasya membuat Tasya melihat ke sekeliling.
"Bodo amat, biar mereka semua tahu kalau kamu adalah pacar aku!" jelas Tasya dengan tegas pada Raja.
"Pacar? Kapan kita pacaran? Temenan saja serasa ogah aku," ujar Raja apa adanya pada Tasya.
"Kok kamu gitu?" tanya Tasya pada Raja sembari terlihat seperti anak yang ingin menangis.
"Kenyataannya," jawab Raja pada Tasya sembari melepas genggaman tangan itu dan kemudian Raja berdiri dari duduknya melenggang pergi meninggalkan Tasya.
Riski jelas ikut pergi dan mengikuti Raja yang terus berjalan menjauh dari kantin. Di sepanjang koridor, Raja menggerutu pada Riski membuat Riski pusing sendiri.
"Kok bisa anak kuntilanak itu ke kantin?" tanya Raja pada Riski.
"Ya kan dia lapar, pasti butuh makan," jawab Riski pada Raja apa adanya.
"Buktinya dia nggak pesan makanan hanya menempel ke aku seperti perangko," ucap Raja pada Riski membuat Riski geleng-geleng kepala.
"Kamu sih ganteng banget," sahut Riski pada Raja.
"Apa urusannya sama muka aku?" tanya Raja tetap tidak paham kalau dirinya tampan.
"Mau aku anterin ke orang khusus buat ruqyah?" tanya balik Riski geram pada Raja.
"Ngomong yang jelas nggak usah pakai bahasa yang aku tidak paham," jawab Raja pada Riski.
Riski menghela nafas pelan sebelum menjelaskan yang sejelas-jelasnya pada Raja agar paham dengan apa yang dia maksud.
"Tasya nggak akan mungkin suka sama kamu kalau kamu nggak tampan. Buktinya sama aku dia nggak kayak perangko kan?" tanya Riski pada Raja dan dijawab anggukan oleh Raja.
"Nah itu dia, magnet tampan dari wajah kamu menarik perhatian dalam diri Tasya," tambah Riski pada Raja.
Raja selalu tidak peduli dengan orang-orang yang berbicara tentangnya yang tampan. Yang dia pedulikan adalah tempat dia nongkrong sepulang sekolah, apakah ada perusuh atau tidak.
Selain itu Raja tinggal pergi seperti Tasya tadi.
"Kata Tino nggak ada yang buat masalah, semuanya aman," ujar Riski pada Raja.
"Pulang sekolah nanti, kita langsung ke markas biasanya baru setelah itu pulang ke rumah aku untuk bantu memperbaiki gitar," jelas Raja pada Riski.
Riski mengerutkan keningnya pada Raja.
"Beli lagi kenapa Ja? Biar uang di lemari cepat habis,"