Dia menoleh ke arahku dan tersenyum, "Kamu akan tidur di sini."
Aku menatapnya terkejut. Aku akan tidur di sana? Yah, kamar di dinding itu terlihat bagus, dan mungkin orang tuanya membuat kamar itu untuk teman-teman Axel; setiap kali teman-temannya menginap, maka mereka akan tidur di sana. Kasur Axel cukup kecil, sehingga kami tidak bisa tidur berdua di satu ranjang.
"Oke. Terima kasih, Axel," ujarku sambil tersenyum.
"Aku harap kamu tidak keberatan."
"Tentu saja tidak!" jawabku cepat.
Tiba-tiba kami mendengar suara pintu depan yang dibuka dan ditutup dengan suara nyaring. "Axel!" Terdengar suara seseorang dari ruang tamu. Kami berbalik dan menghadap ke arah pintu kamar, dan suara seseorang kembali terdengar, "Aku pulang! Apa kamu di rumah?"
Axel menghela nafas, lalu tersenyum lemah ke arahku. "Itu Ayahku." Dia menambahkan, "Kamu bisa meletakkan barang-barangmu di sini."
Aku menganggukkan kepala, kemudian mendorong koperku ke samping lemari, dan meletakkannya di sana. Lalu, aku mengikuti Axel keluar kamar dan menyusuri lorong sampai kami berada di ruang tamu bersama Ayahnya. Tentu saja aku sangat terkejut saat pertama kali melihatnya, aku tidak akan pernah menduga bahwa dia adalah Ayahnya. Bahkan, dia lebih mirip wanita.
Mr. Cullen memiliki rambut panjang berwarna red wine yang sedikit bergelombang, dan dia mengenakan dress selutut berwarna magenta dan flat shoes yang senada. Wajahnya terlihat cantik karena tertutupi make up, mulai dari eyeliner, blush on, hingga lipstik; Sheila menyebutnya full make up. Aku bertanya-tanya, bagaimana bisa istrinya menyetujui hal itu? Inikah yang dimaksud oleh Axel dengan Ayahnya yang 'sedikit unik'?
"Axel!!" Ayahnya langsung menangis begitu melihat kami. Dia memeluk putrinya, dan kemudian bertanya, "Bagaimana sekolahmu?"
"Baik, Ayah," jawabnya dengan senyum kecil, "sama seperti biasanya."
"Bagus." Kemudian, Ayahnya melirik ke arahku dan tersenyum. "Ah, kamu pasti Ariel, 'kan?"
"Y–yes, sir," jawabku, agak ragu apakah harus memanggilnya 'Sir' atau 'Madame'.
"Axel banyak bercerita tentangmu," ujarnya. Kemudian, dia mengulurkan tangannya—bahkan kuku tangannya dihias dengan cantik. "Selamat datang di keluarga Cullen, Ariel," tambahnya.
Aku menerima uluran tangannya dan menjabatnya. "Terima kasih telah mengundangku malam ini, Sir."
"No problem, my dear," jawabnya begitu kami saling melepaskan jabatan tangan.
Setelah perkenalan, Axel mulai menyiapkan makan malam untuk kami. Aku ingin membantu, tetapi masakan Inggris jauh berbeda dari makanan Korea yang Max masak di rumah. Jadi, aku tidak ingin menganggunya.
Ketika Axel sibuk menyiapkan makan malam, aku pergi ke kamar untuk mengganti pakaianku dengan piyama. Lalu, aku kembali ke dapur. Tak lama setelah itu, Axel selesai memasak dan menghidangkan masakannya di atas meja kecil dengan kami yang mengelilingi meja itu.
***