Pantai memiliki banyak jenis, mulai dari yang bebatuan di sepanjangnya, ada juga yang tidak; ada pantai yang permukaannya relatif datar, pantai yang bergunung gunung, pantai yang curam, juga pantai yang disepanjang Dasar lautnya terdapat karang. Ada pantai dengan ombak yang besar dan bisa digunakan untuk berselancar, dan ada pantai dengan ombak kecil hingga menciptakan kolam pasang dengan jutaan kerang laut di dalamnya. Ada begitu banyak jenis, hingga itu menjadi keunikannya tersendiri.
Sekali lagi, aku tenggelam dalam lamunanku dan tidak mendengar suara Axel yang memanggilku, hingga dia menepuk pundakku yang membuatku melompat kaget. Aku melirik ke arahnya, tapi dia hanya menyengir. "Maaf, Ariel," katanya. "Aku tidak bermaksud membuatmu kaget."
"Tidak apa-apa," jawabku, membalas senyumnya. "Ini salahku karena melamun."
"Ngomong-ngomong, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya.
"Aku baik-baik saja," jawabku. "Aku hanya sedikit lelah."
"Yah, bandara hanya setengah jam lagi," ujar Axel. Dan kemudian dia menyeringai lagi padaku, "Jadi, silakan istirahat, my sleeping beauty."
Aku merona, dan kemudian menjawab, "Allright."
Kemudian, aku meletakkan tanganku di ambang jendela dan meletakkan kepalaku di atasnya. Aku menatap pemandangan yang lewat di luar jendela, sampai mataku mulai perlahan menutup secara otomatis. Aku tidak sabar untuk tiba di pantai, tetapi, aku berharap agar Max ada juga ikut ke sana. Yah ... kami bisa pergi bersama lain kali saat aku sudah kembali ke rumah.
***
Tepukan lembut di sisi kepalaku membangunkanku dari tidur. Aku tersenyum dan melenguh puas, mengira aku berada di rumah dan Max yang sedang membangunkanku. Tapi saat aku membuka mata, aku melihat Axel yang menatapku dengan senyum kecil di wajahnya, dia duduk di seberang kursiku.
Di mana William? Dia awalnya duduk di seberangku dengan Axel di sampingku, mungkin keduanya berpindah tempat duduk untuk memberiku ruang beristirahat. Namun, hanya ada Axel di sana.
Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, sebuah suara berbisik dari atasku, "Kamu sudah bangun, Princess?"
Aku terlonjak kaget dan mendapati mata biru berlian William yang menatapku. Rupanya, dia dan Axel bertukar tempat duduk, dan kepalaku malah bersandar di pangkuannya. Pipiku memerah lagi saat aku menatap matanya, dan kemudian aku membuang muka ke sembarang arah.
"Aku ... maafkan aku, Senior," kataku. "Aku tidak bermaksud ... aku tidak tahu bahwa aku .... eh—"
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, William dengan tiba-tiba membelai sisi wajahku dengan tangannya, dan membalikkan wajahku untuk mentapanya. Tubuhku mendadak beku saat dia mulai mencondongkan tubuh nya ke dekatku dengan senyum tenang. Jantungku lagi-lagi berdegup kencang, namun mereda setelah beberapa saat, mungkin karena aku hampir terbiasa dengan pesona nya.
***