Helaian rambutku dengan lembut tertiup angin laut saat aku berjalan maju. Senang rasanya bisa kembali ke pantai lagi. Saat dua musim panas yang lalu, Max, Sheila, dan aku pergi ke pantai bersama; dan sejak itu, aku selalu menantikan kapan kami akan pergi ke pantai bersama kembali.
Sekarang aku memiliki teman baru di sini. Masing-masing dari mereka memiliki ciri khasnya tersendiri, dan aku telah menjadi bagian dari keluarga mereka. William, well ... dia sebagai 'Daddy', dan kurasa yang cocok jadi 'Mommy' adalah Oliver, jika dilihat dari kepribadiannya yang dewasa. Si kembar sebagai Kakak yang nakal, Axel yang seperti seorang Kakak perempuan, James sebagai seorang Kakak yang pendiam namun bisa diandalkan, dan Ethan sebagai adik. Bukankah ini lucu? Ah, tapi rasanya menyenangkan.
Tiba-tiba, sebuah suara bernada tinggi memekik saat aku merasakan sesuatu melompat ke sampingku, membuatku hampir kehilangan keseimbangan. "Ariel!!"
Dia memelukku dengan erat. "S-senior Ethan?" Ah, dia masih membuatku kaget.
Ethan melompat ke arahku, lalu dia menatapku dengan senyum lebar dan mata hijau yang berkilau bak zamrud. "Hei, Ariel, ingin membangun istana pasir bersamaku dan James?"
Aku menatapnya sebentar. Seumur hidup, aku belum pernah membangun istana pasir, terutama karena aku hanya bermain-main di pinggir air laut dan mengumpulkan kerang. Kurasa membangun istana pasir pastilah sesuatu yang dilakukan oleh anak-anak kecil, terutama mengingat fakta bahwa Ethan bertingkah seperti anak kecil.
Sambil tersenyum padanya, aku menjawab, "Tentu saja, Ethan! Sebenarnya, aku belum pernah membangun istana pasir sebelumnya."
Mata hijaunya melebar, dia menatapku terkejut, tetapi ekspresinya dengan cepat berubah. Dia memasang senyumnya lagi dan berseru, "Kamu pasti akan menyukainya, Ariel! Itu sangat menyenangkan! Aku akan menunjukkan caranya padamu. "
Dengan demikian, dia meraih tanganku dan menarikku ke tempat di mana James menunggunya. Harus kuakui untuk seseorang yang begitu kecil, Ethan memiliki tenaga yang kuat di pergelangan tangannya saat dia menarik tanganku, dan aku bahkan sulit untuk mengikutinya. Untungnya, Ethan melambat saat kami mendekati temannya yang pendiam itu, dan aku sedikit tersenyum padanya saat aku berdiri di samping Ethan.
"James," ujar Ethan kepadanya, "Ariel akan bermain bersama kita. Dan percayalah, dia belum pernah membuat istana pasir sebelumnya!"
Aku tersipu malu dan mengalihkan pandanganku ke arah lain, tapi James membiarkan senyum kecil merekah di wajahnya. Ethan duduk di pasir dan mulai menyendok pasir dengan sekop plastik kecilnya ke dalam ember, sementara aku duduk berlutut di sampingnya. Aku harus mengakui bahwa Ethan terlihat sangat menggemaskan saat duduk di sana dan bermain di pasir.
"Oke, Ariel," kata Ethan. "Membuat istana pasir itu sebenarnya mudah. Pertama—"
***