Stefan dan Steiner melepaskan kami begitu Axel dan aku berdiri dengan dua gadis lain, dan kemudian mereka berdiri menghadap kami.
"Baiklah semuanya," ujar mereka secara bersamaan, tetapi kemudian Stefan melanjutkan, "Kedua tim yang akan saling berhadapan adalah para host versus—"
"—Maksudnya tim kami versus tim Axel," final Steiner.
Kemudian, keduanya memasang seringai di wajah mereka saat mereka mengakhiri kalimatnya bersama, "Jadi, kalian pilihlah."
Begitu mereka selesai, kedua gadis itu dengan cepat berbondong-bondong ke Axel sementara aku berdiri di sana menatap mereka. Padahal, Axel baru menjadi host di Tea Party Club selama satu tahun, tapi dia hampir sama populernya di kalangan para perempuan seperti William. Kurasa itu karena Axel yang diam-diam adalah seorang perempuan, jadi dia bisa bersosialisasi dengan kalangan perempuan lebih baik dari yang lainnya. Hal itu seperti terjadi dengan alami.
"So, Ariel," timpal si kembar, berjalan ke arahku. "Sepertinya kamu ada di tim kami."
"That's okay," kataku, menoleh ke arah mereka dan tersenyum. "Selama aku bisa bersenang-senang di permainan, tidak masalah di tim mana pun aku berada."
Setelah itu, kami mengambil tempat kami di sisi jaring kami, dan aku menatap jaring dan pemain lain di sisi lain. Aku mulai sedikit gugup. Bagaimana jika aku mengacau? Jelas, gadis-gadis ini dan Axel, tahu cara memainkan game ini, tapi tidak denganku. Bagaimana jika aku lupa apa yang harus aku lakukan dan malah mematung di lapangan? Tidak tahu harus berbuat apa lagi, aku menoleh ke si kembar.
"Jadi, bagaimana rule dari permainan ini?" tanyaku.
"Sederhana," jawab mereka dengan senyum yang sama.
Kemudian Steiner berdiri di sampingku dengan bola di tangannya dan dia mengulurkan tangannya sehingga bola itu menghadap ke atas. "Pada awal permainan," jelasnya, "satu orang melakukan servis bola seperti ini." Dia mengayunkan lengannya yang bebas sehingga tangannya yang terkepal, bersentuhan dengan bola.
"Dan kedua tim harus menjaga bola voli agar tidak menyentuh tanah," lanjut Stefan, berdiri di seberangku. "Jika bola mendarat di sisi mereka—"
"—tu poin untuk mereka." Steiner mengakhiri, "dan begitu juga sebaliknya."
"Oke, sederhana," jawabku.
"Mau coba lakukan service, Ariel?" tanya si kembar bersamaan.
Aku melirik mereka berdua dan tersenyum. "Tentu," jawabku.
Steiner memberiku bola, dan aku mengulurkan tanganku, seperti yang dia lakukan. Perlahan-lahan aku mengayunkan lenganku dengan ringan menyentuh bola dengan pergelangan tanganku hanya untuk memastikan aku tidak melewatkannya, lalu aku menarik lenganku yang bebas ke belakang dan mengayunkan nya dengan keras. Memang sedikit menyengat, tapi aku tidak memperhatikannya karena aku sibuk berusaha menahan bola agar tidak menyentuh tanah.
***