"Kurasa Ayah masih bekerja," gumamnya pada diri sendiri.
Kemudian, dia terlihat meraba-raba ke bawah keset yang ada di depan pintu. Kurasa dia sedang mencari kunci cadangan, dan benar saja dugaanku, benar-benar ada sebuah kunci di bawah keset itu. Axel kemudian membuka pintu dan mempersilakan ku masuk. Lalu, Axel menyalakan lampu. Pertama kali yang menyambut ku adalah ruang tamu dengan lantai kayu. Ada sofa coklat tiga dudukan di atas ambal abu-abu. Sebuah meja kayu diletakkan di di atas lemari mini di depan sofa.
"Nah, inilah dia," ujarnya, setelah aku masuk dan menutup pintu di belakang kami, "My home sweet home."
"Sungguh menakjubkan. Padahal ini apartemen, tapi aku benar-benar merasa seperti pulang ke rumah." Aku tersenyum dan menoleh padanya.
Axel melepaskan sepatunya dan menyusunnya di rak. "Yah ... di mana pun tidak jadi masalah. Selama itu memiliki atap dan kehangatan, maka itu akan terasa seperti rumah." Axel menjawabku dengan senyum di wajahnya. "Karena Ayahku belum pulang, maka aku akan memberimu home tour."
Dia berjalan melewati ruang tamu, aku mengikutinya dari belakang. Dia membawaku ke dapur yang terlihat kecil, namun cukup untuk luas untuk ditempati oleh dua atau tiga orang. Di sana ada meja, kulkas, microwave, kompor, juga alat pemanggang roti.
Kemudian dia membawaku ke ruangan di seberangnya, yang dipisahkan oleh dinding kasa. Awalnya aku tidak yakin itu ruang apa, tapi Axel mengatakan jika itu adalah ruang makan. Aku tidak menduganya, karena di sana hanya ada meja yang memanjang lurus, namun pendek, dengan enam bantal di sisi-sisinya; dua di kepala dan kaki, dan dua di masing-masing sisi.
Lalu, di bagian dinding yang dekat dengan pintu, ada altar kecil. Di atasnya terdapat foto seorang perempuan cantik yang sedang tersenyum. Aku tidak yakin apa itu semua, tapi aku tidak ingin menganggu Axel dengan pertanyaanku.
Selanjutnya, Axel menyusuri lorong panjang dan sempit, di ujung lorong terdapat dua kamar yang saling berhadapan. Aku menebak jika salah satu kamar itu adalah milik orang tuanya.
Axel membawaku ke kamarnya, aku menatap sekeliling. Dinding kamarnya di cat putih, sedangkan atap-atapnya dihiasi dengan bintang-bintang kecil. Ada meja nakas berwarna coklat di samping tempat tidurnya, dan lemari pakaian yang terletak di sebelah kiri pintu masuk. Sedangkan di sisi kanan pintu terdapat dua rak panjang, yang menampung berbagai jenis buku.
Axel berjalan ke arah dinding di samping lemari bajunya. Dia meraba-raba bagian dinding seolah-olah dia sedang mencoba mencari sesuatu. Mungkinkah ada ruangan misterius di sana? Akhirnya, dinding mulai terlipat, dan ada kasur lipat di dalamnya yang muncul. Tunggu ... kasur di dalam dinding? Aku kebingungan.
***