"Senior William? Kupikir kamu ada di kafetaria sekarang."
"Ya, aku ke sana," jawabnya, dia berhenti di depanku, "tapi aku ingin memastikan bahwa kamu tidak tersesat."
"Terima kasih, Senior," kataku. "Kamu sangat baik."
"Anytime," jawabnya. Kemudian dia tersenyum, "Dan kamu bisa memanggilku Willian, tidak perlu pakai embel-embel senior, jika kamu mau. Ngomong-ngomong, kamu tidak keberatan, 'kan, jika aku menemanimu ke kafetaria?"
"Tidak masalah sama sekali, Sen— maksudku ... William," balasku.
"Kalau begitu, ayo!" ajaknya. Dia melingkarkan lengannya di bahuku.
Kami terus berjalan menyusuri koridor, tapi aku masih terlalu gugup untuk berbicara dengan William. Tapi, kemudian aku memikirkan kejadian kemarin. Apakah benar-benar ada kompetisi untuk "merayu" aku agar memilih salah satu dari mereka? Bisa jadi. Tapi karena William terlihat sangat putus asa, seperti si kembar kemarin, maka aku akan memilihnya sebagai host ku untuk hari ini.
Cara William mendekatiku kemarin terlihat seperti dia ingin aku memilihnya. Jika menemaniku seperti sekarang adalah cara dia menunjukkan betapa inginnya dia menghabiskan waktu bersamaku saat Tea party Club, maka aku tidak akan menyakiti perasaannya dengan mengatakan "tidak" lagi, tidak peduli berapa banyak death glare yang aku terima nantinya.
"Jadi, Ariel, bagaimana tahun pertamamu di Libra?" tanya William.
"Sejauh ini berjalan dengan baik," jawabku. "Tea Party Club benar-benar membantuku untuk bersantai."
"Aku senang mendengarnya," komentar William. "Ngomong-ngomong, apa kamu sudah menemukan 'tipe'mu?"
"Belum," jawabku. "Sangat sulit untuk memutuskannya."
"Yah, luangkan waktumu, Ariel," saran William. "Kamu pasti bisa menemukan cowok yang membuatmu tertarik." Tiba-tiba, William mengangkat wajahku dengan satu tangannya, lalu dia mendekatkan wajahnya ke wajahku seolah-olah kami akan berciuman. "I'll be awaiting your request."
Kemudian, dia melepaskanku saat kami sudah berada di depan cafetaria. Aku mengalihkan pandangan darinya untuk beberapa saat untuk menetralkan warna pipiku yang memerah. Aku harus memilih satu orang dari enam cowok itu. Mengapa harus ada enam? Aku akan jauh lebih bahagia jika bisa memilih satu dari dua orang yang berbeda. Yah, itu baru minggu pertama; jadi begitu aku terbiasa dengan Tea Party Club, aku akan tahu seperti apa tipe pilihanku.
Begitu kami memasuki kafetaria, aku mencari-cari Axel; namun, dia tidak terlihat di manapun, jadi aku memutuskan untuk mencari meja dengan kursi kosong untuk kami berdua. Tiba-tiba, William meraih tanganku dan menarikku ke arah yang berbeda. Pada awalnya, aku berpikir bahwa kami akan berpisah dan menuju ke meja kami sendiri; tetapi sebaliknya, dia membawaku ke meja dengan enam orang lainnya.
Kemudian, aku mulai berpikir ... mungkin William datang untuk mengajakku duduk bersama anggota klub lainnya. Itu saja! Meskipun aku lebih suka duduk dengan Axel berdua saja, tetapi aku juga senang karena mereka mengundang dan mengajakku makan siang bersama mereka.
"Kita akan duduk di sini, My Dear," ucapnya dan menarik kursi untukku.
Aku duduk dan berterima kasih padanya, lalu dia memilih duduk di sebelah kiriku. Axel tidak terlihat di mana pun, jadi ku pikir dia akan sedikit terlambat seperti biasa. Di seberangku duduk Ethan, mengunyah sepotong kue stroberi, sementara James duduk diam di sana, memakan makan siangnya sendiri sambil memastikan Ethan tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan manis. Seperti seorang pengasuh. Oliver duduk di sampingnya, dan dia sedang mengetik sesuatu di laptopnya. Si kembar duduk di samping Oliver.
Saat aku mengambil sumpitku dan mulai menyendok nasiku, Axel muncul. "Maaf, aku terlambat, teman-teman," katanya. "Aku harus membantu guruku sebentar setelah kelas." Begitu dia mencapai tempat duduknya dan menyadari bahwa aku bersama kelompok itu, dia tersenyum, "Oh, hei, Ariel!" sapanya. "Kamu bergabung dengan para host untuk makan siang?"
"Ya, aku memang bukan host tapi William mengundangku," kataku dan menunjuk William yang duduk di sampingku.
"Itu bagus," kata Axel. Dia meletakkan bento-nya di atas meja. "Dengan begitu kamu bisa mengobrol dengan semua host."
Aku tersenyum. Aku baru berada di sekolah ini selama tiga hari, tapi sangat bagus bahwa aku bisa berhubungan baik dengan Axel dan para anggota host lainnya. Semua host di klub adalah laki-laki tampan dan ramah; sementara Axel adalah satu-satunya gadis yang bisa aku ajak bicara dengan nyaman. Dia dan aku mungkin satu-satunya commoners di sekolah; tentu saja, karena aku belum memberi tahu siapa pun, dia adalah satu-satunya 'commoner' yang diketahui oleh semua orang.
Mengapa aku harus merahasiakan tentang kehidupanku? Yah ... jelas. Kami berdua hanya orang biasa dan penerima beasiswa di sekolah. Jika hal itu tersebar, dengan cepat kami akan menjadi target Bullyan gadis-gadis jahat. Tentu saja kami tidak akan bisa melawan anak-anak konglomerat.
Beruntungnya, Axel populer sebagai seorang host di antara para gadis; itu karena mereka berpikir bahwa Axel adalah seorang laki-laki. Lalu, bagaimana denganku? Aku tidak ingin hal-hal buruk terjadi, apalagi dengan pertemanan yang baru saja mulai ku bangun.
Aku hanya memberi tahu Axel karena kami sama-sama penerima beasiswa, tapi aku tidak bisa memberi tahu yang lainnya. Aku akan merahasiakannya selama satu semester ini, dan jika ada pertanyaan yang muncul di semester berikutnya, maka aku akan memberitahukan yang sebenarnya kepada mereka. Aku hanya ingin melewati semester pertama ini dengan damai.
"Ariel!" panggil Ethan setelah suasana hening beberapa saat. "Kamu mau kue?"
Aku menatapnya, dia sedang memegang piring dengan irisan tipis kue stroberi. Dia memiliki senyum manis yang menggemaskan, dan mata hijau zamrudnya terlihat berkilau saat menatapku. Seperti berlian, sangat cantik. Dengan wajah imut seperti itu, bagaimana saya bisa mengatakan "tidak"?
"Iya, terima kasih, Senior Ethan," jawabku, membalas senyumnya dan mengambil piring darinya.
Kemudian, aku menggigit kue itu, tetapi kunyahanku terhenti sejenak untuk membiarkan rasa itu menyebar di lidahku. Kue itu benar-benar sangat enak! Tidak terlalu lembut; dan juga tidak terlalu kering! Aku tidak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Ini adalah cake paling enak yang pernah kucoba. Tidak heran mengapa Ethan terus-menerus melahap potongan demi potongnya.
Aku menelannya, dan kemudian berujar, "Ini enak."
"Jadi, Ariel ...." Stefan berbicara, "Apa kamu menikmati Tea Party Club sejauh ini?"
Aku menelan potongan kue terakhir di mulutku sebelum menjawab, "Iya. Aku menikmatinya, dan sungguh menakjubkan melihat bagaimana kalian membangun kelompok dengan kepribadian kalian masing-masing yang unik. Ini memudahkan para gadis untuk menemukan tipe yang mereka suka."
"Itulah ide utama klub ini, dear," ujar William sambil tersenyum dan mengacak-acak rambutnya dengan jari. "Setiap orang memiliki kesukaan dan ketidaksukaan terhadap tipe tertentu; jadi ketika Oliver dan aku memutuskan untuk membentuk klub, kami ingin mengumpulkan sebanyak mungkin tipe yang berbeda, termasuk kami sendiri. Dan, kemudian Libra's Tea Party Club lahir."
"Wow, sangat menarik," komentarku.