Kemudian, dia melirik ke arahku, "Dan siapa nama gadis cantik yang ada di hadapanku ini?"
Aku tergagap saat ingin menjawab, merasa terintimidasi oleh ketampanannya. Akhirnya, dengan pelan aku mengeluarkan suara dari tenggorokanku. "A-ariel," jawabku. "Ariel Lais Carol."
"Ah, nama yang cantik. Sama seperti pemiliknya," ujar William. "My dear, dari semua gadis yang ada di akademi ini, kamulah yang paling cantik dan unik."
Aku mengangkat sebelah alisku, merasa sedikit geli dengan perkataannya. Namun, tidak menampik kenyataan bahwa aku memanglah cantik.
"Um, terima kasih," jawabku.
"My pleasure!" William tersenyum. "Sekarang," tambahnya, ia berdiri dari posenya tadi dan melingkarkan lengannya di bahuku, "Sebagai murid baru, juga pendatang baru di Tea Party Club, aku penasaran bagaimana tipemu?"
Aku menatapnya lagu dengan dahi yang mengkerut bingung, dan kemudian bertanya, "... tipeku?"
William mengangguk. "Dengan kata lain, tipe cowok seperti apa yang paling menarik minatmu," jelasnya, menuntunku ke sebuah meja. "Apakah kamu menyukai tipe yang kuat dan pendiam?" Dia bertanya, menunjuk ke arah cowok tinggi berambut hitam dan berkulit agak kecoklatan. "Atau, mungkin tipe yang keren?" tambah William dan menunjuk ke arah Oliver. "Mungkin, kamu lebih suka cowok yang imut?" sambungnya dan menunjuk ke arah cowok mungil yang memang terlihat imut.
"Kamu menyukai tipe yang seperti badboy?" lanjut cowok blonde itu yang mengacu kepada si kembar. "Atau mungkin ...." Dia kembali bertanya, namun kali ini dia mencondongkan tubuhnya ke arahku. Tangannya mengangkat pelan ujung daguku. Aku bisa melihat dengan jelas mata birunya yang berkilau. Sangat indah.
"... Kamu lebih menyukai cowok yang seperti pangeran berkuda putih?" Ia mengacu kepada dirinya sendiri.
Aku terdiam beberapa saat. Sekarang, aku mengerti apa maksud dengan tipe kesukaan. Jika kamu memilih tipe kesukaanmu, mungkin mereka lah yang akan menemanimu mengobrol ataupun menghiburmu.
"Um ...." Aku mulai sedikit menoleh. "Well, ada begitu banyak jenis yang bisa dipilih." Aku mengalihkan perhatianku kembali padanya, "Kurasa aku harus mencoba semuanya dulu sebelum memutuskan yang mana akan jadi favoritku."
William berdiri tegak dan tersenyum padaku, "Aku suka sikapmu, Carol."
"Eh ... terima kasih," jawabku. "Dan ... dan kamu bisa memanggilku Ariel jika kamu mau."
"Baiklah kalau begitu ... Princess Ariel." William berbicara dengan senyum menawan di wajahnya.
Aku balas tersenyum, dan sedikit tersipu. Meskipun menggelikan, tetapi tetap saja aku merasa terpana. William terlihat baik, tapi sedikit dramatis. Dan, karena masing-masing cowok di sini memiliki "tipe" yang berbeda, akan ada berbagai macam cowok untuk dipilih. Aku tidak pernah benar-benar tertarik pada cowok sebelumnya, terutama karena aku tidak pernah bersekolah; namun, karena aku sedang dalam masa remaja, di mana mereka akan memiliki first crush or first love, mungkin aku harus mencobanya juga.
"Ariel!" seru seseorang.
Ketika aku berbalik, hampir saja aku jatuh karena benturan. Cowok kecil yang terlihat seperti anak SD di klub itu tiba-tiba melompat ke arahku. Dia melingkarkan tangannya ke leherku dan memelukku erat. Butuh beberapa saat bagi otakku untuk memproses apa yang baru saja terjadi; tapi akhirnya aku ikut terkikik bersamanya, dan kemudian aku menurunkannya, berlutut sejajar dengannya.
"Jadi, kamu pasti yang dimaksud dengan tipe imut. Siapa namamu?" tanyaku.
"Namaku Ethan Alterio," jawab anak laki-laki kecil itu. Kedua tangannya diletakkan ke belakang punggungnya, dan sekali-kali ia mengayunkan sebelah kakinya ke depan dan ke belakang. "Dan ini," tambahnya, mengeluarkan boneka kelinci berwarna pink belakang punggungnya, "adalah Winnie."
"Aw! Dia sangat imut!" kataku sambil menepuk kepala boneka kecil itu. "Apakah kamu keberatan jika aku memeluknya sebentar?"
"Hanya dengan satu syarat," kata Ethan terdengar manis.
"Apa itu?"
"Kamu harus menghabiskan sisa jammu di klub ini denganku dan James."
Aku tersenyum melihat tingkah kekanak-kanakannya. "Deal."
"Hore! Kita akan bersenang-senang, Ariel!"
Lalu, Ethan memelukku lagi, menempel seperti anak kecil. Karena dia adalah tipe imut seperti Loli-shota. Meskipun dia terlihat seperti bocah sekolah dasar, tapi sebenarnya dia adalah murid sekolah menengah. Tapi anak itu terlihat sangat imut! Bagaimana aku bisa menolaknya? Penampilannya terlalu sulit untuk ku tolak.
Tiba-tiba, pintu terbuka saat seseorang berteriak, "Hei, semuanya, maaf aku terlambat. Aku—" Saat itu kami semua menoleh dan menemukan Axel berdiri di sana. Setelah melihatku, dia tersenyum. "Oh, Ariel, senang melihatmu di sini," ujarnya. "Sepertinya kamu sudah bertemu dengan member Tea Party Club lainnya."
"Kami baru saja selesai berkenalan," jawabku.
Axel hanya terkikik, lalu dia berjalan ke arah kelompok lainnya—masing-masing kelompok ditemani oleh host yang berbeda. "Sepertinya senior Ethan sudah sangat menyukaimu."
"Kamu harus mengakui bahwa dia terlihat sedikit manis," kataku.
Setelah beberapa saat, para siswi mulai membanjiri Tea Party Room, dan para host mulai memandu mereka untuk berjalan ke anggota klub masing-masing. Sementara itu, aku mengikuti Ethan dan James—cowok tunggi berambut hitam—bersama dua gadis lainnya.
Setelah sampai di sana, Ethan duduk di sofa merah yang terbuat dari kain beludru di antara aku dan gadis lain, sementara James, duduk di sofa seberang. Di tengah-tengah meja, ada satu set teh yang terbuat dari porselen mewah, cake, dan juga dessert.
Karena aku tidak tahu banyak tentang klub ini, jadi aku hanya duduk dan membiarkan gadis-gadis lain untuk berbicara.
"Jadi, Ethan, bagaimana liburanmu?" tanya seorang gadis dengan rambut pirang panjang.
"Itu menyenangkan!" serunya yang terlihat menggemaskan. "James dan aku tinggal di Yamagata pada bulan Maret, dan salju turun setiap hari!"
Yamata, salah satu kota di Jepang. Sepertinya mereka sering ke luar negeri.
"Apa yang kalian lakukan saat salju turun?" tanya gadis lain dengan rambut hitam pendek dengan pita putih di kepalanya.
"James dan aku membangun benteng raksasa dari salju!" jawabnya.
Aku tersenyum padanya. Ethan benar-benar menghiburku, apalagi dengan sifatnya yang benar-benar seperti anak kecil yang lucu. Dia mungkin seorang siswa sekolah menengah, tetapi dia sangat menarik! Tentu saja, jika aku harus memilih "tipe pilihan", maka aku harus mengunjungi setiap kelompok minggu ini. Jika hari ini aku memutuskan untuk menjadi tamu Ethan dan James, maka besok aku akan memilih Axel, dan begitu seterusnya sampai aku selesai menjadi tamu mereka semua.
Aku meneguk pelan teh yang beraroma melati itu, kemudian aku melirik ke arah James. Dia diam sepanjang waktu, tapi kurasa itu sebabnya dia adalah "tipe yang pendiam". Pastinya dia juga tampan. Perawakannya mengingatkanku pada kakak laki-lakiku; faktanya, semua cowok yang mengelilingiku mengingatkanku kepada Max. Bahkan bunga mawar yang ada di vas pun mengingatkanku padanya, dan aku mulai semakin merindukan Max. Mungkin ini yang dimaksud dengan homesickness; tapi aku yakin semua akan baik-baik saja setelah beberapa waktu. Jadi, aku akan coba untuk menghadapinya.
***