Chereads / Libra Academy / Chapter 15 - Tea Party Club Was Your Family

Chapter 15 - Tea Party Club Was Your Family

"Melihat kalian saja mengingatkanku betapa akurnya aku dan Kakakku. Dan karena kami sedang berjauhan, aku begitu merindukannya."

Air mata mulai mengalir di sisi wajahku, tapi Steiner membelai sisi wajahku dengan tangannya dan menghapus air mataku. "Jangan menangis, Ariel," ujarnya. "Tidak apa-apa."

"Kami dan Tea Party Club ini adalah keluargamu sekarang." Stefan menambahkan, membelai bagian belakang kepalaku dengan tangannya.

Aku menggosok mataku dan kembali menatap mereka berdua yang tersenyum manis untuk menenangkan ku. Argh, hal itupun mengingatkan aku tentang rumah! Tentu saja, si kembar mungkin seperti itu karena mereka adalah laki-laki yang dibesarkan dengan cara yang sama seperti Max. Saat itulah aku sadar. Tidak peduli apa pun yang terjadi, aku akan selalu teringat Kakakku setiap kali melihat para host.

Kemudian, aku memikirkan apa yang dikatakan Stefan. Apakah Tea Party Club ini benar-benar akan menjadi keluargaku? Awalnya aku mengira Stefan m mengatakan itu untuk membuatku merasa lebih baik; tapi begitu aku menatap matanya sekali lagi, aku melihat kelembutan dan ketulusan di sana.

Jelas, dia mengerti perasaanku, karena dia akan merasakan hal yang sama jika dia bermil-mil jauhnya dari Steiner. Si kembar benar-benar membuatku merasa seperti dikelilingi oleh dua kakak laki-laki yang peduli padaku. Mungkin memiliki mereka sebagai keluarga tidak buruk juga.

"Terima kasih, teman-teman," kataku sambil tersenyum.

"Anytime, Ariel," jawab Stefan.

"Kapan pun kamu membutuhkan kami ...." Steiner memulai. "Kami akan ada untukmu." Mereka mengakhiri kalimat itu bersama.

Aku tersenyum, dan kemudian keduanya menggeser kursi mereka kembali ke area mereka di seberangku. "Ngomong-ngomong," tambah Steiner, "karena kamu murid baru dan di Tea Party Club ...."

"Kenapa tidak menceritakan kepada kami tentang dirimu sendiri?" Stefan mengakhiri pertanyaan kembarannya; pikiran mereka sepertinya saling terhubung.

Aku sedikit tergagap. Dari mana aku harus mulai? Aku tercenung. Aku tidak ingin memberi tahu mereka bahwa aku bisa bersekolah di sini karena beasiswa, atau aku akan menjadi 'commoner'—rakyat jelata yang kemungkinan akan dijauhi— di sekolah ini. Karena anggota klub lain memanggil Axel sebagai 'commoner', tidak diragukan lagi bahwa mereka juga akan memanggilku begitu. Aku tidak ingin diolok-olok di awal semester pertamaku, jadi aku harus memikirkan alasan lain untuk diberikan.

"Well ...." Aku mulai berpikir. "Seperti yang sudah kamu dengar, aku punya kakak laki-laki. Karena aku tinggal ... beberapa mil jauhnya, aku sering merindukannya. Tapi, sekarang setelah aku berteman dengan Axel, dan kalian berdua, aku tidak terlalu merindukannya lagi."

Mereka menganggukkan kepalanya. "Jadi, apakah kamu punya hobi?" Stefan bertanya.

"Aku suka menggambar," jawabku. "Tidak selalu, tapi kadang-kadang, juga setiap kali aku ingin sendirian, aku akan mencari tempat yang tenang dengan pemandangan cantik untuk menggambar."

"Menarik," komentar Stefan. "Kamu harus menunjukkan kepada kami gambarmu lain kali."

"Yah, gambarku tidak terlalu bagus," jelasku dengan malu-malu sambil tersipu, "Aku masih pemula."

"Jadi, sebenarnya apa yang keluargamu lakukan?" Steiner bertanya.

Oh, bagus, pikirku. Pertanyaan ini akhirnya datang juga. Aku punya firasat bahwa mereka akan menanyakan sesuatu seperti itu. "Yah, aku tidak tahu persis apa yang mereka lakukan, karena Kakakku dan aku jarang bertemu mereka. Yang aku tahu adalah mereka milyuner, dan mereka menjaga garis keturunan agar tetap tetap terintegritas dengan mengatur pernikahan dengan keluarga kaya lainnya."

"Kalau begitu, apakah kamu sudah punya tunangan?" Stefan bertanya dengan alis yang terangkat.

"Belum," jawabku.

"Terdengar cerdik bagaimana sebuah keluarga mempertahankan kekayaan mereka dengan mengatur perjodohan ke keluarga kaya lainnya," komentar Stefan.

"Tapi itu menyedihkan bagi anak-anak mereka karena tidak memiliki kebebasan untuk memilih," sahut Steiner.

Benar, ujarku dalam hati, menyetujui perkataan Steiner.

Aku mengobrol dengan si kembar lagi sampai jam klub selesai. Begitu jamnya selesai dan saatnya untuk aku pergi, aku berterima kasih kepada si kembar atas waktu menyenangkan dengan mereka. Kemudian, aku keluar dari ruang klub bersama gadis-gadis lainnya.

Tea Party Club benar-benar luar biasa. Bahkan, aku mulai merasa seperti dikelilingi oleh anggota keluarga setiap kali aku pergi ke Tea Party Room. Axel seperti kakak perempuan, sedangkan si kembar seperti dua kakak laki-laki. Senior Ethan, meskipun dia beberapa tahun lebih tua dariku, tapi dia seperti adik laki-laki yang lucu, sementara Senior James seperti kakak laki-laki yang bisa diandalkan dan protektif.

Aku tidak yakin akan memanggil William dan Oliver dengan sebutan apa, karena aku belum mengenal mereka berdua dengan baik; tapi jika Oliver sibuk lagi besok, aku hanya perlu meminta Axel atau William sebagai tuan rumahku.

Begitu sampai di apartemen, aku langsung menyiapkan makanan dan semangkuk nasi untuk dimakan. Setelah itu, aku mandi sambil berendam sebentar.

Seperti biasa, sebelum tidur aku menyibukkan diri dengan mengerjakan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Kali ini tak butuh waktu lama seperti tadi malam, karena saat jam menunjukkan pukul delapan malam, aku sudah menyelesaikan semuanya. Kemudian, aku memeriksanya sekali lagi sebelum benar-benar memasukkan lagi bukunya ke dalam tas. Lalu, aku menyimpan tas itu dan memilih untuk berbaring di tempat tidur.

Para host yang ada di Tea Party Club mulai memenuhi pikiranku, terutama Stefan dan Steiner. 'Kami dan semua yang ada di Tea Party Club adalah keluargamu mulai sekarang.' Kata-kata itu terus terngiang di otakku.

Aku senang memiliki keluarga di sini, sehingga aku tidak akan sering merindukan rumah lagi, harapku.

Aku masih belum bisa mendapatkan fakta apa pun tentang sikap William dan si kembar yang memperlakukan ku hari ini. Bisa saja mereka hanya sedang 'menggodaku'. Tentu saja, aku belum memilih 'tipeku'; jadi kemungkinan besar mereka mencoba membuatku nyaman agar memilih mereka nantinya. Jika benar begitu, maka aku akan membuat mereka kesulitan meyakinkanku. Dan untuk saat ini, aku hanya perlu istirahat agar bisa menghadapi hari esok.

***

Kelas pagi berjalan sedikit lebih lambat dari biasanya, tetapi pada akhirnya aku dapat pergi ke kafetaria untuk makan siang. Akademi ini benar-benar sangat besar. Ruangan untuk makan siang atau kafetaria berada di tengah-tengah gedung akademi, sementara sebagian besar klub berada di bagian selatan, siapa pun bisa tersesat. Tidak ada seorang pun di aula sekarang, mungkin mereka semua sudah pergi ke kafetaria.

Aku sekarang sedikit tahu jalan-jalan di akademi ini, jadi aku tidak terlalu takut jika tiba-tiba akan tersesat nanti karena aku berjalan di arah yang benar.

"Ariel!" Sebuah suara memanggilku dari belakang.

Aku berhenti dan berbalik untuk mendapati seseorang yang memanggilku barusan. Ya ... dia adalah seorang casanova dengan rambut blonde dan bermata biru yang kini berjalan ke arahku. Aku berbicara kepadanya saat dia sudah berada di hadapanku.

***