Chereads / Libra Academy / Chapter 5 - The Twins

Chapter 5 - The Twins

"Wow ... i see. Penuh kejutan."

"Hanya saja ..." Aku menghela napas pelan. "Jangan beritahu siapa pun tentang hal ini."

Axel mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa tidak?"

"Karena ..." Aku menjeda kalimatku sebentar. Kemudian aku menatapnya lekat dan kembali melanjutkan, "... aku tidak ingin ada yang membully ku hanya karena mereka menganggapku miskin."

"Hm? Aku juga seperti itu, dan mereka semua tahu tentangku."

"Ya, tapi ... tapi kamu tahu, aku tidak memiliki banyak teman sejak dulu, dan karena akhirnya aku bisa merasakan kehidupan sekolah yang normal, aku ingin menikmatinya sebentar."

Axel terlihat menganggukkan kepalanya sebentar.

"Tolong, Axel, jangan beritahu siapa pun tentang hal ini!" Aku menghentikan langkahku dan Kemabli menatapnya. "Kecuali, jika kamu merasa bahwa hal itu benar-benar harus diceritakan."

Aku sedikit menyesal karena telah menceritakan hal itu kepada orang yang baru pertama kutemui. Bagaimana bisa aku secoroboh ini?

"Aku akan merahasiakannya, tapi ... dengan satu syarat."

"Apa itu?"

Axel tersenyum. "Aku akan menyimpan rahasiamu dengan aman selama kamu juga menyimpan rahasiaku dengan mulut terkunci."

Aku tersenyum sumringah. Permintaannya tidak sulit. "Deal."

Kami berdua sama-sama memiliki rahasia yang harus disembunyikan dari anak-anak lainnya. Hanya orang-orang yang memegang informasi seluruh siswa yang tahu bahwa aku adalah "orang biasa". Dan aku yakin mereka juga tahu bahwa Axel adalah seorang perempuan. Namun, Axel tetap harus merahasiakan identitasnya dari murid-murid yang lain agar bisa melunasi hutangnya.

Sekarang kami berdua sama-sama memiliki rahasia. Kami harus saling mempercayai satu sama lain agar rahasia ini aman. Axel dan aku memiliki beberapa kesamaan, dan aku yakin bahwa kami bisa menjadi teman yang baik.

"Nah, kita sampai," ujarnya saat kami melewati gerbang akademi yang berwarna gold. Mungkinkah ... itu emas sungguhan? Maksudku, gerbang itu sangat besar dan hampir di setiap sisinya penuh dengan kilauan.

Aku hanya bisa menatap kagum saat melihat menara jam yang mirip dengan big bang itu. Tentu, aku sudah melihatnya saat orientasi dan juga gambar di brosur. Tetapi, tetap saja aku terpana dengan ukuran gedungnya yang sangat besar dan juga tinggi.

Selain itu, di Libra Academy juga ada elementary dan junior high school. Aku menebak-nebak, pasti setidaknya ada seribu kelas di sini. Dan yah ... mungkin ada sekitar seratus ruang untuk studio dansa, ruang musik, dan lainnya. Rasanya seperti berada di abad pertengahan.

Aku tersenyum, lalu kembali menatap Axel. "Sekali lagi, terima kasih, Axel."

"Tidak masalah," jawabnya. "Baiklah, kurasa aku akan menjemputmu nanti. Sekarang aku harus kembali ke kelas du—"

"A-XE-L!" Aku mengerutkan keningku saat mendengar suara seseorang, ah tidak, sepertinya dua orang? Yang memanggil Axel dengan serempak.

Aku berbalik dan menemukan dua siswa yang terlihat sangat identik. Ya ... mereka kembar. Mereka memiliki rambut berwarna auburn dan mata yang berwarna hazel. Mereka berjalan ke arah kami dengan saling merangkul bahu satu sama lain.

Aku menatap Axel dan bertanya apakah dia mengenal dua orang itu atau tidak. Jujur, mereka terlihat tampan namun juga sedikit aneh.

Axel mendesah kasar dan bergumam, "Si kembar ...."

"Kami merindukanmu selama selama jam istirahat." Salah seorang dari mereka semakin mendekati Axel dan berakhir dengan merangkul gadis itu.

"Tidak menyenangkan jika bermain tanpa mainan, kamu tahu." Dan seorangnya lagi menambahkan. Bahkan mereka memiliki nada yang sama saat berbicara.

Axel mengerang, jelas sekali ia terlihat kesal. Aku memperhatikan si kembar itu diam-diam. Sebenarnya, ini pertama kalinya aku melihat anak kembar. Mereka berdua terlihat sama persis, dan bahkan menyelesaikan perkataannya masing-masing—seakan-akan pemikiran mereka juga sama persis.

Aku mulai membayangkan bagaimana jika aku memiliki kembaran. Max mungkin akan merasa tertekan jika harus merawat dua adik perempuan sekaligus.

Lalu, dia melirikku—aku menyebutnya si kembar pertama—dengan rasa ingin tahu, lalu dia menyeringai. "Jadi, siapa dia?Temanmu?"

"Bukankah kamu harus mengenalkannya kepada kami jika dia temanmu?" Si kembar yang kedua ikut bertanya.

"Oh, benar!" ujar Axel. "Ariel, ini adalah si kembar Stefan dan Steiner dari keluarga Alteez. Dan kalian, ini Ariel. Dia adalah siswi baru di sini."

"Pleasure to meet you, Stefan and Steiner," ucapku sambil menjulurkan tangan.

Keduanya saling bertatapan satu satu sama lain, kemudian memberiku senyum simpul. "Apakah kamu tahu yang mana Stefan dan Steiner di antara kami?" tanya mereka lagi-lagi serentak.

"Guys, ini hari pertamanya," ujar Axel yang berusaha melerai si kembar. Ia tahu jika ini mungkin akan berakhir buruk. "Jangan membuat Ariel melakukan ini."

"Ini hanya latihan." Si kembar yang kedua menjawab. Lalu, dia kembali menatapku, "Jadi, bisakah kamu menebak?"

"Um ..." Aku mulai menatap keduanya secara bergantian. Aku sama sekali tidak mendapat petunjuk! Maksudku, mereka terlihat sama persis; jadi, aku memutuskan untuk menebak asal.

"Kupikir kamu adalah Stefan." Lalu aku menunjuk ke arah satunya. "Dan kamu adalah Steiner."

"Oh, kamu salah!" Mereka terlihat sedikit serentak. "Tapi, kamu sudah mencobanya dengan bagus," ujar Stefan yang ternyata berada di sisi kananku.

Aku mulai berpikir bagaimana cara untuk membedakan keduanya. Kemudian, aku menatap mereka lekat. Setelah diperhatikan, ternyata poni rambut Steiner sedikit lebih miring ke kanan, sedangkan poni rambut Stefan agak miring ke kanan; ditambah, Stefan memiliki suara yang sedikit lebih berat daripada kembarannya, juga Steiner memiliki ekspresi yang lebih lembut di wajahnya. Yah ... itu akan mudah ditebak selama mereka tidak mengganti arah poninya.

"Ngomong-ngomong ...." Stefan membuka mulutnya, lengannya masih melingkar di bahu Axel.

"Ada beberapa hal yang harus kita lakukan sekarang, Axel," imbuh Steiner, menyelesaikan kalimat kembarannya.

Setelah mengucapkan itu, mereka menyeret Axel dari sana. Sebelum benar-benar pergi, mereka melirikku dari balik bahunya dan melambaikan tangan. "Senang bertemu denganmu, Ariel!"

"Senang bertemu dengan kalian juga!" balasku.

Tapi mereka sudah menghilang di balik gedung yang menjulang tinggi. Aku menghela napas pelan. Aku kembali sendirian, dan Axel adalah murid tahun kedua, jadi aku tidak bisa bertemu denganya sampai jam makan siang nanti ... atau mungkin saat sore hari setelah kegiatan sekolah berakhir.

Aku kembali menghela napas saat mengingat bahwa Axel akan terus berada di klub itu sampai jam 6 sore. Wow, dengan semua tugas-tugas dari sekolah, ditambah harus bekerja untuk klub itu, Axel pasti sangat kelelahan sepanjang hari.

Aku melirik jam yang tertera di clock tower. Ternyata sudah jam 07.45. Aku punya waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai ke kelas. Aku hanya bisa berdoa agar tidak tersesat nantinya, mengingat sekolah ini yang cukup besar!

Aku menegakkan badanku, kemudian menghirup napas dalam-dalam, dan mengembuskannya perlahan. Mulai sekarang, aku akan menjadi murid di sini, dan aku harus melakukan yang terbaik.

***