Hujan.
Suara itu kembali terdengar di telingaku. Suara yang terdengar begitu keras di telingaku dimana suara itu datang dari luar tempatku berada.
Tidak peduli seberapa jauh pun aku berada saat ini, suara itu tetap terdengar oleh telingaku. Tidak peduli seberapa banyak aku mencoba memalingkan wajahku, aku hanya ingin berharap kalau aku tidak lagi mendengar suara itu.
Suara hujan yang membuatku merasakan sakit.
Dikala itu hujan turun deras, bahkan lebih deras dari biasanya. Suaranya terdengar seperti menghantam setiap benda yang ia lewati sebelum pada akhirnya air itu jatuh ke tanah.
Tidak ada kicauan burung yang menenangkan hati di pagi hari bagiku dikala hujan, kicauan burung itu seolah-olah terhenti sementara karena hujan. Tidak ada aroma bunga yang terpancar dalam indera penciumanku. Hanya ada aroma air yang bercampur dengan tanah kering yang menjadi basah pada hari itu.
Tidak ada anak-anak yang berlarian dengan tawa bahagianya karena hujan yang menjadi penghalang bagi mereka untuk bermain.
Tidak ada jejak langkah kaki di jalanan, semuanya tertutup akibat air hujan yang membasahi seluruh sesuatu yang ia lewati.
Di tempat dimana semua orang menyebutnya dengan rumah ini, tempat yang seharusnya nyaman bagi semua orang. Tempat yang seharusnya bisa berbagi canda tawa, berbagi cinta dengan keluarga. Berbagi kasih sayang, tapi semua itu seakan tidak ada artinya lagi bagiku.
Tidak ada orang yang ingin berbagi canda tawanya denganku di tempat ini, seakan itu adalah hal yang begitu sulit aku dapatkan. Tidak ada kehangatan lagi di tempat ini. Bahkan, tidak ada lagi pelukan kasih sayang yang aku dapatkan di kala hujan turun membasahi segalanya. Semuanya telah berubah menjadi dingin yang tidak tertahankan bagiku.
Udara dingin di saat hujan menusuk tulangku. Disaat aku membaringkan tubuhku di kasur yang nyaman ini, aku tetap merasa kedinginan. Aku merindukan pelukan hangat darinya.
Pelukan hangat yang hanya tertuju padaku.
Bukankah akan sangat nyaman saat kau menerima pelukan dari Ibumu di saat hujan lebat tiba?
Kau akan merasa tenang hanya dari cerita dongeng yang ia bacakan untukmu. Kau tidak akan takut saat bermimpi buruk di malam hari karena saat kau bangun di pagi hari, ia datang menghampirimu sambil memelukmu.
Berada di sisimu.
Rumahmu juga akan penuh dengan makanan yang sangat kau sukai. Ia akan memasak makanan untukmu setiap kali kau ingin memakannya. Janganlah takut karena beliau selalu ada untukmu, selalu ada di setiap hari-hari indah mu.
Tapi...
Semua kehangatan itu telah berakhir untukku karena hujan ini mengingatkanku akan kejadian pahit yang aku alami pada 5 tahun yang lalu dimana Ibu yang sangat aku cintai pergi meninggalkanku untuk selamanya. Dimana aku kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupku.
Sejak saat itu, aku tidak akan pernah lagi merasakan kehangatannya. Rasa pedih yang menghiasi hati ini disaat hujan deras mengguyur tubuh lemahku. Kehangatan yang sebelumnya aku rasakan telah sirna, semuanya tertutup oleh suara derasnya air hujan yang saat ini turun.
Aku sangat membenci hujan, tidak ada hal baik yang terjadi padaku saat hujan tiba. Seperti Ibuku yang pergi meninggalkanku dikala hujan seperti saat ini.
Rencana yang tersusun dengan rapi tiba-tiba saja tertunda karena hujan turun begitu deras. Rambutku menjadi basah, tubuhku menjadi basah, semuanya basah hanya karena hujan. Suaraku bahkan tidak terdengar karena suara hujan yang menutupi semuanya. Bahkan hati ini pun ikut tertutup karenanya.
Aku menutup hatiku.
Hati yang sudah mati ini tidak akan pernah aku buka lagi untuk siapapun itu. Aku berharap di masa depan, aku tidak akan membukanya lagi karena aku takut terluka untuk yang kesekian kalinya.
Jangan datang padaku seraya membawa sebuah harapan.
Jangan pernah datang membawa tawa, lalu pergi meninggalkan luka.
Semua orang pasti tahu setiap luka yang ada akan sembuh dimakan oleh waktu, tetapi bekas lukanya masih tertinggal dan menjadi ingatan yang begitu menyakitkan bagiku. Kau tidak akan pernah tau, betapa pedihnya ingatan dari luka yang kau ciptakan itu.
Aku yang rapuh ini tidak akan sanggup menghadapinya. Hatiku yang lemah ini hanya akan hancur karena harapan itu. Maka dari itu, jangan pernah datang padaku kecuali memang kau akan tetap tinggal.
Sudah lama, kesendirian menjadi teman bagiku dan kesunyian menjadi bagian dari hidupku. Kesepian pun tidak terlalu menakutkan bagiku.
Sebelumnya, aku berkata bahwa aku sangat membenci hujan, bukan?
Tapi, kenapa?
Kenapa arti hujan bagiku dan hujan bagimu sangat berbeda?
Kau terlihat sangat bahagia dan tidak takut saat hujan membasahi baju indahmu.
Kau berada di sana dan tersenyum sambil berlarian seakan-akan hujan ini menjadi tempat bermainmu.
Kau sangat nyaman, kau bahkan tidak takut kedinginan karena air hujan ini.
Kau tau?
Itu terlihat aneh bagiku. Bagi orang yang membenci hujan sepertiku, kau terlihat sangat berbeda.
Melihat orang yang berlawanan denganku, seperti melihat sisi lain dari dunia ini. Kau yang begitu cerah bagai sinar matahari, sedangkan aku yang begitu gelap seperti bayangan. Kau, orang yang aku temui tidak sengaja pada saat itu, telah mengubah hidupku.
Kau sudah mengubah pandanganku akan arti hujan bagiku.
Seperti sang pelangi yang datang setelah hujan. Sang pelangi yang indah tidak akan memperlihatkan wujudnya tanpa adanya hujan dan sinar matahari. Seperti halnya aku dan dirimu. Aku yang gelap dan kau yang cerah bagai sinar matahari.
Bagai pagi dan malam.
Aku dan kau, tidak akan menjadi 'kita' tanpa gelapku dan terangmu. Menjadi satu perpaduan yang mungkin sulit untuk dipertemukan. Kau datang padaku di saat aku membenci dunia ini, disaat aku tenggelam dengan kesendirianku, dan disaat aku berkata kesendirian adalah temanku.
Kau datang menghampiriku dengan senyum indahmu dan menarikku ke dalam duniamu, dunia yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya. Kau telah berhasil membawaku ke sana.
Tapi...
Kau begitu terang bagiku, sehingga membuatku takut untuk mendekatimu. Begitu terangnya cahaya yang kau pancarkan sampai bayangan kegelapan di belakang cahayamu muncul yang terlihat begitu besar. Aku bertanya padamu, apakah kau akan meninggalkanku juga seperti Ibuku?
Aku sangat takut membayangkan semua itu, ketakutanku menjadi begitu besar. Aku takut semakin ku mencoba bahagia, semakin aku berpikir tentang hal buruk yang akan terjadi padaku. Aku ingin kau jangan pergi dan jangan meninggalkanku.
Kau satu-satunya cahaya yang menyinariku saat ini. Kau datang padaku disaat aku membenci hujan. Maka dari itu, jangan pergi dariku. Jangan datang kemudian pergi meninggalkanku dengan rasa penyesalan yang kau berikan karena akan sangat sulit bagiku untuk menghadapi segalanya. Jika kau tiba-tiba pergi meninggalkanku, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Tolong jadilah payungku. Payung yang akan selalu melindungiku dari derasnya air hujan yang menerpa tubuh ini. Karena tanpa adanya payung, hujan akan begitu mudah membasahi tubuhku. Kita akan berdiri bersama saat hujan tiba.
Jadilah sisi terang di hidupku dan warnai hari-hariku dengan senyum indahmu. Peluklah aku dengan hangat. Tolong buat aku tidak sendirian lagi di saat hujan tiba. Buatlah hujan menjadi sangat berarti di saat aku bersamamu. Buatlah aku lupa dengan rasa sakit itu. Rasa sakit yang kau ciptakan untukku.
Perlahan...
Sehingga perlahan-lahan aku tidak akan membenci hujan lagi karena ada dirimu. Oleh karena itu, aku akan baik-baik saja dikala kita bersama. Cukup denganmu aku akan merasa bahagia.
Tetaplah di sisiku hingga nanti kita bisa berdiri bersama di saat hujan deras tiba.
Kita tidak akan takut lagi dengan terjangan air hujan yang membasahi tubuh ini. Kita akan menghadapinya bersama sambil berpegangan tangan, dan jadilah payung untukku. Kita akan hidup bahagia bersama. Berjanjilah padaku, kau akan tetap tinggal denganku sampai kapanpun. Aku akan melindungimu dan kau akan melindungiku. Kita akan selalu bersama menghadapi semuanya.
Satu hal yang ingin ku sampaikan padamu, aku mencintaimu.