Chereads / Be My Umbrella / Chapter 3 - BMU 02

Chapter 3 - BMU 02

"Mimpi itu lagi." Gumamnya terbangun dari tidurnya yang cukup panjang menurutnya.

Menjadi dewasa merupakan salah satu hal yang tidak bisa dihindari oleh semua orang, baik itu oleh laki-laki maupun perempuan.

Pengertian dewasa disini tidak hanya bertambahnya umur seseorang, melainkan juga bertambahnya sifat seseorang menuju kedewasaan.

Ada yang umurnya masih muda, tetapi memiliki sifat bijaksana dan mampu mengambil keputusan dengan baik. Ada pula orang yang sudah berumur, tetapi memiliki sifat kekanakan yang tidak peduli dengan keadaan disekitarnya.

Terkadang menjadi dewasa itu sangatlah sulit bagi kebanyakan orang. Mereka hanya belum mampu untuk menjalankan tanggung jawab dan kewajiban mereka seperti yang seharusnya mereka lakukan.

Beberapa diantara mereka juga masih memiliki ego yang cukup tinggi atas kepentingan dirinya sendiri, tanpa melihat hak dan kepentingan orang lain.

Seperti itulah sifat alami manusia.

Ego masih menjadi musuh alami bagi manusia yang sulit untuk dihindari. Hanya orang-orang yang mempunyai kendali diri yang sangat baiklah yang bisa mengendalikan ego di dalam dirinya.

Proses kedewasaan seseorang terbentuk oleh lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan perkembangan mental dari orang itu sendiri. Ketiga hal itu merupakan bekal yang bisa membentuk karakter seseorang di masa depan.

Ketika tiga hal tersebut berjalan dengan baik di dalam hidup seseorang, maka mereka akan tumbuh menjadi dewasa sesuai dengan umur dan sifatnya. Jika salah satu dari tiga hal tersebut tidak berjalan dengan baik di hidup seseorang, maka hal itu bisa mempengaruhi sifat dan kedewasaan seseorang.

Seperti yang terjadi pada Felix Zane Walt. Anak satu-satunya dari keluarga Walt yang kini sedang mempersiapkan kelulusannya dari sekolah menengah atas.

Ia merupakan anak yang berpendidikan di bidang akademis dan non akademis. Tidak ada bidang yang tidak ia kuasai kecuali berenang.

Berenang adalah musuhnya baik saat menempuh pendidikan maupun di tempat manapun itu.

Ia akan menghindar disaat ada pelajaran olahraga yang berhubungan dengan berenang.

Beruntungnya sekarang ia sudah terbebas dari pelajaran renang yang diadakan setiap hari kamis itu karena sekarang ia sudah lulus dari sekolah menengahnya.

Pagi itu sebelum berangkat untuk menghadiri kelulusannya, Ibunya seperti biasa menyiapkan sarapan untuknya agar ia tidak kelaparan selama pidato kelulusan yang akan disampaikan oleh Kepala Sekolah.

Tidak seperti biasanya, hari ini Felix melewatkan sarapan karena dia terlambat bangun dan bergegas pergi meninggalkan Ibunya di meja makan itu. Tentunya Felix tidak lupa untuk mencium tangan Ibunya sebelum berpamitan walaupun ia tahu, dirinya akan terlambat kalau ia tidak bergegas menuju pemberhentian bus.

"Felix berangkat dulu, Bun!" Teriak Felix sambil berlari dari lantai dua rumahnya melewati setiap tangga dan ruangan.

Berlari ke ruang makan dan mengambil satu roti tawar tanpa selalu yang kemudian ia gigit sembari berpamitan pada ibunya dengan terburu-buru. Setelahnya ia kembali berlari untuk pergi ke sekolahnya.

"Hei, hati-hati dengan langkahmu! Jangan berlari, nanti kau tersandung!" Kata Ibunya khawatir. Ia heran dengan anaknya yang terlalu bersemangat menghadiri acara kelulusannya hari ini.

"Tidak akan bunda, Felix sudah terlambat. Felix akan menghubungimu lagi sesampainya di sekolah. Sampai jumpa bunda!" Sahutnya sambil menutup pintu rumahnya.

Kalian mungkin bertanya-tanya kemanakah Ayah Felix berada?

Bennedict Walt merupakan kepala keluarga Walt dan sekaligus Ayah dari Felix Zane Walt. Ia bekerja di salah satu perusahaan besar di bidang properti di kota itu. Tidak heran ia jarang berada di rumah.

Ia akan berada di rumah pada saat hari sabtu dan minggu, ketika perusaan sedang libur yang terkadang ia malah bekerja di saat libur. Ia akan ada saat sarapan pada hari dimana dia ada di rumah, karena ia biasanya berangkat kerja tanpa sarapan terlebih dahulu.

Bukankah sudah dikatakan ayahnya itu sangat suka bekerja?

Felix biasanya sarapan dengan Ibunya, Bunda Daisy yang dimana hari ini ia telah melewatkannya karena ketidak sabarannya untuk menghadiri acara kelulusan.

Seperti biasa ia akan menaiki bus menuju sekolahnya di pagi itu. Bus itu melaju dengan kecepatan rata-rata demi keselamatan penumpang di dalamnya.

Setelah memakan waktu sekiranya 15 menit, akhirnya ia sampai di pemberhentian bus dekat dengan sekolahnya. Leo sendiri sudah menunggunya di depan pintu gerbang sekolah.

Leo Hans adalah teman berharga yang dimiliki Felix selama ia bersekolah di sana.

"Hei kawan, kau hampir saja terlambat. Lima menit lagi kita sudah harus berkumpul di aula, kau tahu itu kan?" Leo hampir tidak percaya dengan keterlambatan Felix. Biasanya Felix lah yang menunggunya di depan pintu gerbang itu.

"Kau tahu, aku bahkan melewatkan sarapan dengan Ibuku. Aku takut jika aku terlambat, acara yang selama ini aku nantikan akan terlewat begitu saja." Sahutku sambil menghela nafas panjang.

Ternyata berlari membutuhkan tenaga yang cukup banyak. "Ternyata berlari juga bukan keahlianku." Keluhnya.

"Yasudah, ayo kita ke aula sekarang. Acara akan dimulai sebentar lagi!"

Mereka bergegas menuju aula tempat upacara kelulusan diadakan, tempat yang merupakan tujuan utama mereka pada hari itu. Mereka sangat bersemangat dengan acara kelulusan yang merupakan langkah awal mereka menuju hal baru di masa depan.

Orang tua setiap siswa diundang ke acara kelulusan siswa tersebut. Mereka diperbolehkan masuk ke sekolah tetapi harus menunggu upacara peringatan kelulusan selesai diadakan.

Tentu saja Ibu Daisy, Ibunya Felix juga akan menghadiri acara itu.

Siang itu hujan tiba-tiba mengguyur kota yang ramai dengan beragam mobil. Ibu Daisy mengambil tasnya sembari berjalan ke garasi mobilnya. Ia hendak berangkat ke sekolah dengan mengendarai mobil hitamnya.

Tidak membutuhkan waktu lama, hanya 15 menit saja untuk sampai di sekolah. Ia tidak terburu-buru di kala itu karena ia tahu hujan akan membuat jalanan licin dan itu cukup berbahaya. Ia sudah berhati-hati saat mengemudi, tetapi mobil di depannya tiba-tiba saja berhenti yang membuatnya membanting stir mobilnya ke arah kanan. Ia tidak tahu bahwa sebuah mobil dari arah berlawanan melaju sangat kencang sehingga membuat mobilnya terlempar jauh.

Ia pun tidak sadarkan diri saat itu juga.

Sementara di sekolah, acara kelulusan sudah selesai diadakan dan masing-masing orang tua siswa sudah mengambil foto dengan anaknya. Felix menunggu dengan sabar akan kedatangan Ibunya. Tiga puluh menit berlalu, ia masih menunggu. Ia berpikir mungkin hujan menghambat Ibunya sampai ke sekolahnya.

Dua jam pun berlalu.

Tidak ada tanda-tanda dari kedatangan Ibunya, sehingga membuatnya sangat khawatir. Tidak seperti biasa, Ibunya terlambat. Tidak mungkin dengan jarak lima belas menit dari rumah menjadi dua jam. Ia masih mencoba berpikir hujan ini menghambat Ibunya karena jalanan mungkin saja ramai dengan banyak mobil. Ia lalu menghubungi nomor Ibunya, tapi Ibunya tidak menjawabnya. Ia mencoba sekali lagi tapi bukan suara Ibunya yang ia dengar.

"Halo bunda? Bunda ada dimana?"

"Selamat siang, kalau boleh tahu dengan siapa saya berbicara?"

"Ah, saya Felix, anak dari pemilik nomor ini. Boleh saya tahu dengan siapa ini?" Tanya Felix kebingungan karena bukan suara Ibunya yang ia dengar saat ini.

Felix menjadi semakin khawatir, ia tidak bisa berpikir positif saat ini.

"Saya orang yang membawa Ibu anda ke Rumah Sakit. Saat ini ibu and dalam keadaan kritis. Mobil Ibu Anda menabrak mobil lain saat berkendara." Sahut pemuda itu seraya menunggu balasan Felix.

Felix terdiam sejenak, kakinya lemas mendengar perkataan pemuda di dalam panggilan itu. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia menguatkan diri untuk menjawab panggilan yang belum selesai itu.

"Tolong berikan nama Rumah Sakit tempat Bunda saya dirawat. Saya akan segera ke sana."

Felix sudah tidak peduli lagi dengan acara kelulusan itu.

Sesungguhnya acara itu sudah selesai, hanya saja masih ada sesi foto orang tua dengan anaknya di sekitar area sekolah. Leo kebetulan masih ada di sana.

Felix berlari menuju halte bus di dekat sekolahnya berada. Ia tidak memperdulikan hujan yang mengguyur tubuhnya itu. Ia menerobos derasnya hujan dengan langkah beratnya, ia menuju halte bus tanpa memberitahukan Leo mengenai keadaan Ibunya.

Berada di rumah sakit adalah tujuan utama baginya.

Tidak lama menunggu, bus tiba di depan tempat ia berdiri. Ia benar-benar terlihat kacau, baju yang dikenakannya basah, rambutnya berantakan, dan sepatunya kotor oleh lumpur akibat air hujan yang bersatu dengan tanah.