Tidak butuh memakan waktu yang cukup lama, makanan yang mereka pesan tadi kini telah datang. Felix membukakan pintu sembari mengambil pesanan mereka, tentu saja ia tidak lupa untuk membayar pesanan mereka.
Dapat Felix rasakan roma khas keju itu masuk ke dalam indera penciumannya yang tentunya berasal dari kotak pembungkus berwarna putih itu.
Felix lalu membawa makanan itu ke kamarnya untuk mereka santap bersama. Mereka memesan pizza dengan atasan Mozarella yang cukup banyak seperti yang dipesan oleh Leo sebelumnya.
Felix kemudian menata makanan-makanan yang mereka pesan di meja yang berada di sudut kamar Felix. Ternyata selain di meja makan yang berada di dapur, Felix juga terkadang suka makan sendiri di kamar saat sedang tidak ada orang di rumah. Itu sebabnya ia mempunyai meja khusus untuk memakan setiap makanan yang ia bawa masuk ke dalam kamarnya.
Sebenarnya tidak hanya pizza, mereka juga memesan sejumlah minuman dingin dan beberapa camilan lainnya seperti kentang goreng dan beberapa snack sebagai pendamping makan mereka.
Obrolan acak terdengar saat mereka sedang asik menikmati waktu mereka.
"Dulu waktu aku kecil, Bunda sesekali membelikan Pizza sebagai makanan pendamping saat kami sedang ingin menikmati waktu santai sambil menonton acara di televisi. Waktu itu Ayah masih tidak sesibuk sekarang. Hah.. waktu benar-benar berlalu begitu cepat." Felix menghela nafas panjang saat menceritakan kisah masa lalunya.
Tiba-tiba saja ia teringat kenangan saat ibunya masih berada di dunia ini.
Leo yang saat itu sedang asik mengunyah makanannya tiba-tiba terhenti sejenak ketika mendengar cerita yang diutarakan Felix. Diam sejenak yang kemudian ia menanggapi cerita itu dengan maksud agar Felix bisa menjadi lebih baik.
"Roda itu selalu berputar tidak mengenal waktu atau apaun itu, begitulah waktu berjalan yang tidak memperdulikan apapun itu yang sudah terlewatkan.
Tapi,, setiap kenangan yang tercipta itu akan tetap ada. Kita juga sebisa mungkin harus tetap melangkah karena roda tidak pernah berhenti. Kau masih punya Ayah yang sangat sayang padamu walaupun ia terlihat begitu sibuk.
Jangan bersedih ya, kau juga masih punya aku. Aku akan selalu ada untukmu." Sahut Leo dengan tulus pada pemuda yang terlihat kembali mengingat kenangan masa lalunya itu.
Ia tidak bisa melihat Felix hanyut dalam kesedihannya.
"Kau tahu-- waktu Nenek yang membesarkan aku dari kecil meninggal dua tahun lalu, aku juga sangat sedih. Aku seperti kehilangan pondasi hidupku karena hal itu. Tapi, kesedihan yang berlarut-larut hanya akan membuat orang yang pergi menjadi tidak tenang.
Kita hanya bisa mengikhlaskan kepergian mereka dan saat itu tiba, kita hanya memiliki sebuah kenangan saat mereka masih bersama kita." Leo melanjutkan kalimatnya dengan kalimat yang sangat menyentuh.
Ternyata Leo sudah bertambah dewasa dalam bersikap.
"Terima kasih Leo, kau selalu ada saat aku berada di titik terendah dalam hidupku. Kau satu-satunya teman yang aku punya. Ku tidak akan pernah tahu bagaimana melalui masa-masa sekolah dan masa-masa sulit tanpa ada orang sepertimu." Balas Felix yang sangat berterima kasih dengan kehadiran sahabatnya itu, ia sangat bersyukur memiliki teman yang selalu ada untuknya.
"Sudah, sudah. Pizzanya akan dingin kalau kita tidak memakannya segera. Kejunya tidak akan enak lagi kalau sudah dingin." Leo sepertinya sudah tidak sabar untuk menghabiskan Pizza yang dibelikan Felix untuknya.
Sepotong demi sepotong pizza yang berada di meja itu hilang dalam sekejap. Tentu saja hilangnya Pizza itu tidak lain karena Leo yang menghabiskan sisanya. Felix hanya memakan beberapa potong saja karena Felix tidak bisa menampung banyak makanan di tubuhnya.
Mereka telah selesai makan dan mereka menyisakan dua minuman lainnya beserta makanan pendamping untuk dimakan nanti sore agar mereka tidak memesan makanan lagi. Ya walaupun itu sedikit mustahil, hei makanan yang mereka sisakan tidak akan cukup untuk membuat perut mereka kenyang.
Kini mereka sedang diselimuti oleh keheningan, tidak ada yang membuka suara untuk memulai percakapan.
Disaat sedang berdua seperti ini, mereka akan melakukan kegiatan mereka sendiri-sendiri seperti memainkan ponsel dan membaca beberapa buku. Sesekali mereka juga berdiskusi tentang masa depan yang akan datang.
Buku di kamar Felix tidaklah banyak, tapi juga tidak bisa dikatakan sedikit jika dibandingkan dengan kamar orang lain. Mungkin bagi Leo, melihat rak buku yang penuh dengan berbagai ilmu itu akan membuatnya pusing. Ia heran pada sahabatnya karena Felix si manusia serba bisa ini membaca buku sebanyak itu. Ia heran sekaligus takjub.
"Wah, aku masih takjub dengan koleksi bukumu setiap kali aku ke kamarmu. Dari dulu aku lihat bukunya bertambah sedikit demi sedikit. Kau tidak menghabiskan semua uangmu hanya untuk membeli buku ini kan? Hei, sesekali pergilah keluar sekedar jalan-jalan." Kata Leo pada Felix yang saat itu sedang mencari buku untuk dibacanya.
"Aku tidak membeli semuanya. Ini buku-bukunya Ayah dan beberapa bukunya Bunda. Ada juga beberapa punyaku sebagai hadiah ulang tahun dan peringkat kelasku. Kau boleh meminjamnya kalau tertarik dengan salah satu koleksiku." Sahut Felix sambil melihat Leo yang hanya duduk di kursi dekat komputernya.
"Aku membaca buku? Aku? Hahaha... kau kan tahu kalau buku dan aku itu tidak berteman. Kami tidak akur seperti air dan minyak yang tidak akan pernah menyatu. Tapi, temanmu yang tampan ini tidak membenci buku kok. Sesekali aku membacanya, buku pelajaran di sekolah maksudku, hahaha..." Kata Leo sambil tertawa dengan ucapannya membuat Felix menggelengkan kepalanya.
"Kau ini ya, buku di sekolah ya jelas harus dibaca. Ini kan buku yang berbeda, beberapa ada yang bagus dengan bahasa yang mudah dipahami manusia tampan sepertimu. Coba lihatlah dulu." Felix menawarkan Leo untuk melihat-lihat koleksi bukunya yang tidak terhitung jumlahnya itu.
Leo menganggukkan kepalanya setuju untuk melihat-lihat beberapa koleksi buku yang dimiliki Felix di kamarnya. Ia lalu beranjak dari kursi yang sudah nyaman ia duduki itu untuk memilih buku yang mungkin bisa menarik perhatiannya.
Saat sedang melihat beberapa koleksi buku, mata Leo teralihkan dengan satu judul buku yang menyita perhatiannya. Judul bukunya sangat menarik hingga ia ingin mengambil dan membacanya. Buku yang menarik perhatian Leo berwarna biru langit dan dihiasi bunga-bunga yang sangat cantik. Judul bukunya adalah 'Kau yang lebih indah dari Bunga, tersenyumlah', judul yang unik hingga membuat Leo ingin membacanya.
Sekilas ia melihat rangkuman kecil dari isi buku itu, kemudian ia membuka halaman demi halaman yang ada. Ia terlihat sangat mendalami kata demi kata yang tertulis di buku itu. Tidak biasanya Leo tenang sambil membaca buku seperti ini. Pemandangan langka ini membuat Felix senang sekaligus bangga dengan temannya itu.
Kapan lagi melihat Leo membaca buku selain buku pelajaran dengan serius seperti itu?
Keheningan kembali melanda mereka dimana mereka sedang sibuk dalam kegiatan mereka yang tanpa sadar waktu terus berlalu.
"Sudah satu jam aku lihat kau asik membaca buku itu. Apa yang membuatmu begitu hanyut dalam bacaan yang ada di dalamnya? Aku sudah beberapa kali mengulang membaca kisah di buku itu, kau ternyata tahu selera juga ya." Tanya Felix pada Leo yang sangat serius dalam membaca buku pertama yang menarik perhatian sahabatnya itu.
"Kau sudah beberapa kali membaca buku ini? Wah, aku iri. Kau harusnya memberi tahuku sebelumnya kalau ada buku sebagus ini! Apa boleh aku pinjam? Halamannya terlalu banyak kalau dihabiskan dalam sehari, nanti yang ada mataku keluar kalau membacanya tanpa istirahat." Tanya Leo pada Felix diselingi candaan khasnya.
"Bukannya tadi sudah ku bilang ada beberapa buku yang bagus dan aku memintamu melihat-lihat? Aish, yang penting sekarang kau sudah tahu kalau ada buku yang sebagus itu, jadi aku tidak perlu membujukmu lagi.
Kau boleh melihat buku yang lain kalau kau mau. Masih ada koleksi yang sangat bagus untuk dibaca." Sahut Felix sambil meletakkan buku yang ada di tangannya kembali ke rak sebelumnya.
"Aku tidak yakin, tapi aku menginginkan buku ini."
"Terserah, kau bisa membawanya pulang dan jangan lupa kembalikan padaku."
Leo hanya mengangguk tanpa suara dan mereka kembali berakhir dengan aktivitas membaca mereka.