Chereads / Be My Umbrella / Chapter 10 - BMU 09

Chapter 10 - BMU 09

Malam semakin menjelang ketika kedua sahabat ini tengah serius membicarakan masa depan mereka. Mereka tidak menyadari saat jendela kamar Felix ternyata terbuka sedari tadi, sehingga angin mulai berhembus dari balik tirai jendela menuju kamar Felix berada.

Angin itu berhembus dengan kencang sampai menerbangkan beberapa kertas yang ada di atas meja belajar Felix. Beberapa saat kemudian, mata mereka tertuju pada secarik kertas yang tidak sengaja terlihat dari kejauhan. Kertas berwarna putih itu tampak sedikit demi sedikit berubah warna menjadi merah akibat terkena tumpahan minuman yang berada di samping meja belajar Felix.

Leo yang juga menyadari hal itu, kemudian bergegas merapikan sejumlah kertas yang belum terkena tumpahan minuman, agar tidak semua kertas berubah menjadi kemerahan. Setidaknya ada kertas yang bisa ia selamatkan, begitu pikirnya.

Ia lalu meletakkan kertas yang ia rapikan itu di atas meja belajar Felix. Kemudian melangkah menuju jendela kamar Felix dan melihat ke arah luar rumah. Ternyata angin berhembus sangat kencang disertai hujan lebat.

Ia menutup jendela demi mencegah angin masuk ke dalam kamar supaya kehangatan di dalam kamar tetap terjaga. Ia menutupnya tapi membiarkan tirai tetap terbuka sehingga ia bisa melihat hujan yang ada di luar rumah Felix pada saat itu.

Felix yang sebelumnya duduk di kasur hangatnya mulai beranjak menuju kertas yang tadi terkena tumpahan minuman lalu merapikannya dan mengelap lantainya.

Felix yang juga saat itu menyadari ternyata hujan lebat yang disertai dengan angin kencang, membuat suasana mencekam baginya pada saat ini.

Malam itu terasa sangat panjang bagi mereka berdua, bahkan disaat hujan berangin seperti ini pun Ayah Felix belum juga tiba di rumah. Padahal Ayah Felix sudah berjanji akan pulang lebih awal malam ini. Mungkin ia terlalu sibuk atau mungkin ia tidak bisa pulang karena hujan di malam itu.

Beruntungnya malam itu Leo menginap di rumah Felix, sehingga ia tidak akan merasa takut sendirian karena Ayahnya belum pulang, terlebih lagi hujan menerpa saat itu.

Leo yang sedari tadi menatap ke arah hujan lalu beralih menatap mata Felix dan tiba-tiba mengutarakan keinginannya.

"Hujannya sangat lebat. Kalau dilihat dari sini, kemungkinan hujan ini tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Bagaimana menurutmu Felix?"  Tanya leo sambil kembali duduk di samping tempat tidur Felix.

"Iya, menurutku juga begitu. Cuaca disini tidak menentu, kadang hujan seperti sekarang padahal saat kau datang pagi tadi langitnya sangat cerah berbanding terbalik dengan saat ini. Apa kita tidur saja?" Tanya Felix yang tidak tahu apa yang ingin ia lakukan saat itu.

"Tidak, tidak. Saat hujan seperti ini, kita harus menghangatkan tubuh kita. Apa kau punya teh di dapur? Kita bisa membuatnya, disini juga masih ada beberapa camilan untuk dimakan bersama dengan teh." Sanggah Leo sambil menanyakan keinginannya.

"Untuk teh, sepertinya ada di dapur. Ada dua jenis teh kemasan yang aku punya, teh hitam dan teh hijau. Kau ingin yang mana? Akan aku siapkan sekarang." Tanya Felix kembali.

"Aku ingin yang teh hitam. Teh hangat sangat baik saat hujan seperti ini. Apa kau ingin ku bantu untuk membuatnya? Tenang saja, setidaknya membuat teh tidak terlalu sulit bagiku." Leo kemudian hendak beranjak dari tempatnya lalu dihentikan oleh Felix.

"Eii eiii, tunggu. Biar aku saja yang membuatnya. Kau tamuku, jadi biar tuan muda Felix yang melayanimu. Kau duduklah yang manis di sana, dan foila~ teh akan datang segera kehadapanmu." Felix buru-buru menghentikan Leo, ia tidak ingin merepotkan sahabatnya. Terlebih lagi, ia tidak ingin membuat kegaduhan di dapur hanya karena ingin membuat teh.

Felix tidak meremehkan Leo dalam membuat teh, ia hanya tidak ingin merepotkan sahabatnya itu. Terlebih lagi ia ingin berterima kasih padanya karena sudah menemaninya saat ini disaat hujan lebat seperti sekarang ini.

Sepuluh menit berlalu, dua cangkir teh hitam sudah selesai dibuat. Seperti yang kita tahu, Felix tentu membuatnya dengan sangat baik. Aroma melati yang khas keluar dari teh yang tengah dihidangkan itu, yang membuat suasana di dalam kamar sedikit menjadi lebih tenang.

Felix lalu meletakkan teh itu di atas meja yang berada di samping tempat tidur. Tidak lupa juga ia mengambil beberapa camilan dan menaruhnya di sana. Kedua sahabat itu kini tengah asik menikmati 'tea time' mereka malam itu.

Felix yang merasakan ada yang kurang lalu mengutarakan pendapatnya pada Leo.

"Sepertinya akan lebih seru kalau kita menikmati teh ini sambil menonton film. Bagaimana pendapatmu, Leo? Film apa yang sebaiknya kita tonton?" Felix yang bertanya pada Leo saat itu yang kemudian menuju komputernya. Ia mulai menyalakan komputer dan mencari beberapa judul film yang sekiranya cocok ditonton oleh mereka berdua.

"Aku suka semua genre film. Film hantu, detektif, pembunuhan, romansa, tema sekolah, dan lainnya. Aku bisa menonton semua tema. Bagaimana denganmu?" Sahut Leo yang juga mulai mendekati Felix yang sudah berada di depan komputernya.

"Aku juga bisa menonton semuanya. Semakin banyak pilihan akan semakin bagus, tapi semakin banyak pilihan juga akan membuat kita semakin bingung." Felix tampak bingung memilih judul yang ingin mereka tonton.

"Tunggu, ini bagaimana? Sepertinya menarik. Kasus kriminal di kota A yang diselidiki oleh Detektif muda kala itu sudah dijadikan film. Katanya mereka sudah tahu siapa pelakunya. Kau ingin menontonnya tidak?" Mata Leo mulai berbinar, ia terlihat sangat ingin menonton film itu.

Felix tentu saja langsung menyetujui keinginan Leo. Melihat sahabatnya sangat bersemangat, membuatnya ikut bersemangat juga. Ia juga berpikir film ini pasti akan sangat seru.

"Baik, tentu saja. Kita bisa menontonnya sekarang. Kau duduklah, akan ku pindahkan tehnya kesini agar kita bisa menonton sambil menikmati teh yang hangat juga." Felix kemudian melangkah dan mengambil teh yang berada di samping tempat tidur lalu menaruhnya di dekat komputer tempatnya menonton saat itu.

Mereka mulai memutar film itu dari komputer Felix dan menontonnya. Mereka sepertinya tidak sabar melihat siapa pelaku sebenarnya dari film itu.

Sesekali mereka mencicipi camilan sambil menikmati teh yang hangat seraya mata mereka kembali ke arah layar komputer di hadapan mereka.

Waktu berlalu begitu cepat bagi mereka karena beberapa lama filmnya sudah selesai ditayangkan. Mungkin bagi mereka waktunya berjalan dengan cepat, tapi sebenarnya dua setengah jam sudah mereka lewati. Mereka hanya tidak menyadarinya.

Waktu berlalu dan menunjukkan pukul 23.30, sudah saatnya untuk beristirahat. Mereka kemudian mematikan komputer sembari merapikan cangkir teh dan bungkus camilan yang sebelumnya mereka makan.

Mereka bersiap untuk tidur. Tidak lupa juga mereka menggosok gigi untuk menghilangkan bekas-bekas makanan yang tertinggal.

Felix sudah lebih dulu beranjak ke tempat tidurnya kemudian di ikuti oleh Felix. Mereka mencoba tidur dengan tenang, tapi suara hujan ternyata masih terdengar dari balik tembok kamarnya. Terlebih, suaranya masih sama seperti saat mereka menonton film tadi.

Sepertinya suara hujan ini akan berlangsung begitu lama. Mereka mulai tidak menghiraukannya dan mencoba  untuk tidur kembali.

Mereka tidur dengan nyenyak hingga melupakan fakta bahwa Ayah Felix belum juga datang malam itu. Mungkin saat mereka terbangun di pagi hari, Ayahnya sudah berada di rumah.

Malam yang panjang ini akan mereka lewati bersama. Malam yang panjang ini mungkin saja menjadi kenangan bagi mereka suatu saat nanti.