Chereads / Be My Umbrella / Chapter 16 - BMU 15

Chapter 16 - BMU 15

Malam itu disaat orang lain sudah terlelap dalam tidurnya, kedua orang berbeda usia itu tengah terpaku dengan pikirannya sendiri. Mereka masih memikirkan perkataan yang keluar dari bibir mereka masing-masing sebelumnya.

Felix yang masih sedih nampaknya belum bisa tidur di malam itu. Ia ingin sendiri, ia ingin menangis sendirian. Tapi, ia merasa sendirian jika melalui ini tanpa orang yang ia percaya. Kemudian, ia terpikir untuk menghubungi sahabat baiknya yaitu Leo. Ia merasa akan lebih tenang jika menceritakan ini semua pada sahabatnya itu.

Felix lalu menghubungi sahabatnya, panggilan itu kemudian tersambung dan terdengarlah suara Leo dari sebrang sana.

"Hei yo! Ada apa? Tumben kau masih bangun jam segini. Kalau aku sih manusia malam, jadi belum tidur jam segini. Kau--" Leo belum menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba suara tangis Felix pecah saat mendengar suara Leo di telepon saat itu. Ia tidak berniat untuk menangis, ia hanya ingin menceritakan masalahnya, tapi diluar kendali ternyata ia menangis juga.

"Leo, hiks.. kau tidak akan percaya apa yang terjadi padaku setelah kau pulang dari sini waktu itu. Ceritanya panjang, sangat panjang sekali sampai rasanya satu jam saja tidak akan cukup untukku ceritakan padamu. Apa kau mau mendengarnya?" Tanya Felix pada sahabatnya itu.

"Eh tunggu, ada apa? Kau menangis karena apa lagi kali ini? Cup cup, berhenti menangis, ceritakan padaku masalahmu. Aku akan mendengarkannya." Ucap Leo yang khawatir pada Felix yang nampak begitu sedih terdengar dari ucapannya dari balik telepon.

"Kau kan tahu kalau aku sangat ingin kuliah di jurusan Tata Boga, bukan? Aku sangat ingin kuliah dengan pilihanku sendiri, tapi Ayahku sangat menentangnya. Ia bilang tidak akan membantu biaya pendidikanku karena aku tidak memilih jurusan yang ia pilih. Ia serius dengan itu, jadi aku sangat sedih sekarang, hiks" sahut Felix dengan suara kecilnya.

"Eh? Benarkah Ayahmu bilang begitu? Wah, bagaimana bisa ia bilang hal itu pada anaknya sendiri. Kawan, bagaimana rencanamu selanjutnya? Kau tetap ingin kuliah di sana? Apa tidak terlalu berat untukmu nanti? Aku khawatir." Leo terdengar khawatir pada sahabatnya itu.

"Aku akan tetap kuliah di sana, aku sudah bertekad. Tapi, untuk biayanya masih aku pikirkan. Aku belum tahu jumlah untuk masuk ke sana, aku juga tidak tahu harus mencari uang dimana dalam waktu yang singkat seperti ini. Sementara itu kita juga akan menyiapkan ujian masuk Universitas nanti. Aku bingung, serius." Sahut Felix saat itu.

"Kalau kau sudah bertekad, aku hanya bisa memberimu semangat. Semangat kawan, aku tahu kau pasti bisa! Jangan menyerah. Jika kau perlu bantuanku, aku akan membantumu dengan semua yang aku bisa. Jika perlu aku akan membicarakannya dengan Ayahku, aku yakin ayahku akan membantumu masalah dana. Masalah uangnya kau bisa menggantinya saat kau sudah bisa mengembalikannya. Tidak perlu terburu, kau bisa menyicilnya. Ini juga demi masa depanmu, kan." Ucap Leo yang bersungguh-sungguh dengan perkataannya yang ingin membantu sahabatnya itu.

"Kau sangat baik padaku, aku sangat berterima kasih. Jika nanti aku benar-benar perlu bantuan dari Ayahmu, tolong bantu aku untuk berbicara pada Beliau ya. Aku akan sangat menghargai bantuanmu, kawan." Felix merasa bersyukur mempunyai sahabat sebaik Leo yang rela membantunya dalam situasi sulit sekalipun.

"Tentu saja, aku akan berbicara padanya nanti. Kau, jangan menangis lagi ok? Tidurlah, tidur. Manusia siang sepertimu yang jarang terjaga sampai selarut ini sebaiknya istirahat sekarang. Istirahatkan pikiranmu dan badanmu, you deserve it." Ucap Leo pada Felix agar ia beristirahat karena malam semakin larut.

"Baiklah, kau juga. Jangan begadang sampai pagi. Tidak baik juga untuk kesehatanmu. Aku tutup dulu teleponnya, ya. Terima kasih sudah mendengarkan ceritaku." Felix kemudian menutup teleponnya setelah mendengar balasan dari Felix.

Felix pun bersiap untuk tidur, sementara Leo masih terjaga pada malam itu di rumahnya.

---

Keesokan harinya, disaat seharusnya Felix sudah terbangun dari tidurnya, nampaknya ia belum terlihat akan bangun di pagi itu. Ia melewatkan sarapannya kali ini. Ia begitu kelelahan dengan semua pikiran dan aktifitasnya kemarin, sampai-sampai ia tidak mengambil sarapannya.

Ia terbangun di siang hari sebelum jam makan siang saat itu. Untuk pertama kalinya, hal ini terjadi padanya. Bisa dikatakan dalam hidupnya, ini pertama kalinya ia terbangun di siang hari dengan mata sembab akibat menangis semalaman.

Untuk makan siang kali ini, ia hanya akan memesan makanan dari rumah karena ia terbangun dalam keadaan perut lapar. Sambil menunggu makannya, ia lalu membersihkan diri dan duduk di sofa sambil menonton acara di televisi.

30 menit berlalu, makanan pun tiba. Ia menikmati makanannya sendirian saat itu tanpa ditemani siapapun, hanya suara televisi yang terdengar selain suara makanan yang ia buka.

Ia tidak tahu harus melakukan apa di rumah sebesar ini. Mungkin, ia hanya akan berbaring saja seharian tanpa melakukan apa pun. Tidak ada rencana khusus di hari itu pikirnya.

Beberapa jam pun berlalu sejak ia hanya berbaring seharian di depan televisi. Sudah berbagai acara yang ditayangkan telah ia tonton saking tidak tahunya ia untuk melakukan apa. Sampai ia terpikir untuk keluar mencari udara segar. Siapa tahu dengan jalan-jalan sebentar, ia akan mendapat sedikit ketenangan sebelum menjalani sulitnya masa depan yang akan ia lewati nantinya.

---

Ia kemudian bersiap-siap dan berjalan menuju taman yang berada tidak jauh dari rumahnya. Ia hanya duduk saja di sana sambil melihat kaktus yang sudah berbunga. Tidak ada yang berubah dari taman ini, hanya ia sajalah yang berubah. Beban hidupnya bertambah, itu saja yang berubah.

Ia termenung sebentar setelah melihat sekeliling, apakah hanya ia sendiri yang sedih di sini? Apa hanya ia yang memiliki beban hidup seberat ini? Begitu pikirnya.

Sampai satu pesan dari ponselnya membuyarkan pikirannya itu. Ia menerima pesan dari senior Sam, orang yang ia temui di toko buku sebelumnya. Terlihat dari pesan itu tidak ada yang aneh, hanya obrolan biasa sesama teman.

"Hei, ini aku Sam. Aku sedang berada di toko buku lagi kali ini. Aku sedang membaca sebentar lalu teringat denganmu. Kau ada dimana saat ini? Ehe, jika kau melihat pesan ini tolong dibalas saat kau tidak sibuk ya. Aku hanya ingin mengabarimu." Sam yang mengirim pesan itu kemudian dibalas oleh Felix.

"Selamat sore Kak Sam, saya tidak sedang sibuk jadi saya bisa membalas pesan ini dengan cepat. Saya saat ini sedang berada di taman sendirian, saya sedang tidak ingin membaca jadi maaf saya tidak bisa menghampiri kakak padahal toko buku dekat dari sini. Jika kakak masih di sana, selamat membaca ya kak." Balas Felix saat itu.

"Oh? Kau ada di taman itu ya? Aku tidak terlalu sibuk juga saat ini di sini, apa aku boleh menghampirimu ke taman sekarang? Kau masih di sana kan?" Tanya Sam pada Felix. Sam pun menunggu jawaban dari Felix sambil merapikan buku yang ia baca.

"Saya masih akan disini untuk beberapa lama. Jika kakak ingin kesini, datang aja. Saya duduk di kursi di dekat pohon kaktus di taman ini. Saya tunggu kakak di sini." Balas Felix atas pertanyaan Sam di pesannya itu.

"Tunggu di sana, aku akan ke sana sekarang." Sam pun bergegas ke tempat Felix saat ini. Ia begitu senang bertemu juniornya lagi kali ini.

Ia tidak tahu bahwa juniornya ke taman saat itu berniat untuk menenangkan pikirannya. Ia akan terkejut saat mendengar apa yang akan diceritakan oleh Felix di sana.