Chereads / Be My Umbrella / Chapter 14 - BMU 13

Chapter 14 - BMU 13

Felix yang duduk dengan damai sembari membaca buku yang baru ia lihat, tampak sedikit terkejut setelah melihat seorang pria memanggil namanya. Pria itu Mengenakan kaos santai berwarna putih sembari berjalan menuju ke arah Felix berada.

Ia tampak tersenyum sambil mengangkat tangannya, seperti memberitahu jika ia mengenal Felix.

"Hei, Felix.. sudah lama tidak melihatmu. Bagaimana kabarmu? Kau ingat aku kan?" Sapa pria berbaju putih itu pada Felix.

"Ah, halo senior. Kabar saya baik. Bagaimana dengan senior? Tentu saja saya masih ingat dengan senior, tidak mungkin saya lupa dengan orang sebaik senior." Sahut Felix pada pria yang berdiri di hadapannya itu.

"Hahaha, kau terlalu memuji. Aku tidak sebaik itu, aku hanya berusaha menjadi manusia yang bisa diterima oleh siapapun. Hehe, setidaknya aku berusaha." Kata senior itu yang membuat Felix sedikit terdiam sebentar sebelum memulai kalimatnya.

Senior yang baru saja ditemui oleh Felix ini, merupakan kakak kelasnya saat masih duduk di bangku sekolah. Samuel Isaac Alexander, atau yang lebih dikenal dengan Sam, seorang kakak kelas idaman para junior di sekolahnya. Ia pandai dalam bidang akademik maupun non akademik saat itu.

Tidak ada siswa yang tidak mengenalnya, begitu juga dengan Felix. Ia tidak sengaja berkenalan dengan Sam sewaktu Sam menjadi koordinator Organisasi Siswa saat itu. Felix sangat terbantu disaat ia ingin meminta tanda tangan para koordinator. Sam lah yang membantunya. Begitulah hubungan mereka, mulai berkembang menjadi senior dan junior yang akrab sampai saat ini.

Meskipun saat kelulusan Sam, mereka sempat putus kontak hingga setahun lebih, sampai akhirnya dipertemukan kembali secara tidak sengaja di toko buku seperti saat ini.

"Hm.. Senior, sebelumnya saya ingin bertanya. Apa kau pembaca tetap disini? Soalnya saya beberapa kali kesini tapi tidak melihat senior. Atau mungkin kita nya saja yang belum dipertemukan seperti sekarang?." Tanya Felix penasaran.

"Hei, aku sudah lulus sekolah, kau pun begitu. Panggil aku Sam atau kak Sam saja supaya lebih nyaman. Hm.. aku tidak sering kesini, hanya beberapa kali saja saat ada buku yang ingin ku beli. Beberapa kali juga aku hanya membeli buku dan langsung pulang. Tapi, saat ini ku hendak membaca disini dan ternyata ku melihatmu, begitulah kemudian ku menyapamu."

Sam sangat sopan dengan kalimat yang ia lontarkan. Seolah membuat suasana menjadi nyaman diantara keduanya.

Mereka pun duduk berhadap-hadapan untuk membaca buku yang telah mereka pilih sebelumnya. Kali ini Felix untuk pertama kalinya tidak sendirian lagi saat membaca buku di toko ini.

"Sen-- ah!, Kak Sam sepertinya sangat rajin membaca. Apa ada buku yang kakak sukai disini?" Tanya Felix sambil melihat mata Sam dengan tatapan polosnya.

"Tidak ada yang khusus, hanya membaca yang menurutku menarik saja. Tapi, akhir-akhir ini aku lagi mencari buku yang berkaitan dengan seni. Tugas kuliahku menumpuk, hahaha... Jadi aku mencari referensi dari berbagai sumber mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seni. Iya, semacam itu." Senyum Sam sambil membalas pertanyaan yang diajukan Felix padanya.

"Seni? Wah.. menarik sekali. Dari dulu aku sangat mengagumi orang-orang yang memiliki bakat di bidang seni. Itu karena karya mereka sangat hebat, selain itu proses yang mereka lalui juga sama hebatnya.

Jurusan apa yang kakak pilih disana? Oh iya, kuliahnya dimana kak kalau boleh saya tahu?" Felix kembali bertanya seakan ingin mengetahui kabar terbaru dari seniornya itu.

"Aku kuliah di Universitas ..... Di jurusan Seni Rupa. Aku mengambil seni lukis. Eh tunggu, bukan berarti aku pintar melukis ya, aku juga masih belajar di bidang ini. Hanya saja, aku sangat suka melukis jadi aku berusaha juga saat ini.

Bagaimana denganmu? Ku dengar angkatanmu sudah lulus jadi aku ingin tahu kau akan memilih kuliah dimana nantinya." Sekarang giliran Sam yang bertanya pada Felix.

"Hah.. saya sebenarnya sangat ingin kuliah di jurusan Tata Boga karena saya suka memasak. Sama seperti kakak yang memilih jurusan itu karena kecintaan kakak dengan melukis. Saya juga ingin kuliah karena pilihan saya, tapi Ayah tidak setuju dengan itu. Jadi, saya masih bingung untuk menentukannya.

Ah ya! Seandainya Ayah setuju, saya juga ingin mendaftar di kampus kakak saat ini. Saya sudah mencari informasinya, disana ada jurusan Tata Boga yang saya cari. Saya lihat di informasi itu, disana dapurnya bersih, besar dan sudah meluluskan banyak orang-orang sukses. Saya ingin mencobanya juga." Kata Felix tanpa ragu-ragu pada Sam yang mendengar perkataannya dengan serius.

"Kebetulan sekali kalau kau kuliah disini, kita akan menjadi senior dan junior lagi nanti. Semoga Ayahmu nanti bisa setuju dengan pilihanmu ya. Aku dengan tulus mengharapkan itu terjadi. Aku tidak bisa membantu banyak, hanya saran kecil saja untukmu. Jika nanti situasinya tidak sesuai dengan yang kau harapkan, jangan berkecil hati. Jangan patah semangat ya. Masa depanmu masih panjang.

Jika nanti kau perlu sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungiku ok?" Sam sungguh senior yang sangat pengertian dengan juniornya ini.

Mereka pun kemudian saling bertukar nomor handphone agar memudahkan mereka untuk menghubungi satu sama lain.

Mereka lalu membaca kembali buku yang sudah mereka pilih dari awal. Hingga waktu semakin berlalu tanpa mereka sadari.

Felix yang menyadari bahwa hari semakin gelap, kemudian meminta ijin untuk pergi lebih dulu. Ia yang tujuan awalnya hanya untuk menenangkan pikirannya, tampak seakan lupa bahwa masalah yang belum selesai masih menunggunya di rumah. Ia sekali lagi akan menghadapi Ayahnya dengan pikiran dewasanya.

Kali ini ia akan berhasil, begitu yang ia harapkan akan terjadi. Namun, sesuatu yang terjadi belum tentu seperti yang kita harapkan. Felix pun menyadari hal itu. Ia berharap ia bisa mengubah sedikit saja pikiran Ayahnya saat sudah di rumah.

Sam yang saat itu masih di toko buku, mempersilahkan Felix untuk pulang lebih dahulu. Sementara ia masih akan disana untuk beberapa lama sampai menemukan materi yang ia cari.

Felix mulai berjalan lagi menuju rumahnya. Langkahnya berat, sesuatu yang berat juga menunggunya. Ia cemas apakah akan melihat kemarahan Ayahnya lagi saat tiba di rumah.

Beberapa menit kemudian, ia sudah sampai di depan pintu rumahnya. Ia mengetuk pintu namun tidak ada yang membukanya. Tampaknya Ayahnya belum pulang saat itu. Seperti biasanya, sudah sangat biasa sampai Felix tidak heran lagi jika Ayahnya belum pulang juga sampai saat ini.

Ia pun masuk dengan kunci lain yang sudah ia bawa. Kali ini ia membulatkan tekat dan menunggu Ayahnya sampai masalah ini benar-benar selesai. Hingga nantinya ia tidak perlu khawatir lagi dengan masa depannya.

---

Dua jam, tiga jam, dan empat jam pun berlalu. Hingga akhirnya Ayahnya pulang dan mereka pun bertemu.

Kali ini, keputusan akhir mengenai kuliah Felix akan ditentukan. Entah nantinya ia akan di izinkan kuliah di jurusan Tata Boga atau tidak. Semua akan ia bicarakan dengan Ayahnya sampai masalah ini menemukan jalan keluarnya.