Mereka memulai keseruannya dengan membaca buku yang sebelumnya mereka baca yang tampak belum selesai serta ditemani oleh selimut tebal yang dapat menghangatkan keduanya.
Kali ini mereka tidak membaca seperti sebelumnya yang dimana mereka hanya mendiami antar satu sama lain, kali ini mereka diselingi bercerita tentang kisah-kisah masa lalu ataupun masa depan yang ingin mereka tempuh.
Leo memulai ceritanya dengan kisah yang belum pernah didengar sebelumnya, kisah yang mungkin berbeda dari yang dibayangkan.
"Felix, aku ingin menceritakan kisahku. Mungkin tidak banyak yang tahu tentang ini, tapi kau sahabatku. Jadi aku berpikir kalau kau harus tahu tentang ini." Leo membuka obrolan dengan mengatakan kalimat yang serius, menandakan akan dimulainya kisah yang serius juga darinya.
"Huh? Aku akan mendengarkan kisahmu. Kau bisa menceritakan segalanya padaku selama kau ingin menceritakannya. Aku pasti menjaga rahasiamu jika memang tidak boleh diketahui oleh orang lain." Sahut Felix yang mengubah gaya duduknya agar bisa mendengar cerita Leo dengan lebih jelas.
Leo lalu menghela nafas seraya mengumpulkan keberanian untuk menceritakan kisahnya ini. Ia ragu apakah temennya itu mau menerima dirinya setelah mendengar ceritanya.
"Semasa kecil aku sudah tahu apa itu perasaan suka kepada lawan jenis. Saat perempuan berambut panjang itu berpapasan denganku, hatiku seperti mau meledak. Aku seperti tidak mampu mengontrol perasaanku.
Setelah aku mencoba untuk mendekati perempuan berambut panjang dengan senyum cerah itu, aku dapati ternyata ia sudah mempunyai pria lain di sisinya. Hatiku cukup hancur saat itu, mungkin inilah namanya cinta pertama yang tidak terbalas?
Aku yang tengah dalam perasaan kacau saat itu melangkah menjauh. Kemudian tanpa aba-aba dan tanpa peringatan, seseorang yang asing mulai menyita perhatianku. Saat pertama kali ku lihat, aku masih mencoba untuk berpikir dengan rasional apakah perasaanku ini nyata ataukah hanya pelampiasan saja.
Hari demi hari ia semakin menunjukan sisi baik dirinya. Aku juga semakin memperhatikannya, aku diam-diam mencuri pandangan darinya. Aku lemah dengan senyuman indahnya yang dibalut dengan lesung pipi di kedua pipinya. Aku semakin gila karena perasaan ini.
Ia adalah seorang pria. Iya, seorang pria. Aku mungkin benar-benar sudah gila karena menyukai seseorang yang mempunyai gender yang sama denganku. Keluargaku tidak akan menerima ini, pikirku. Kemudian, enam bulan kemudian ku lihat ia sudah mempunyai tambatan hati, yaitu seorang perempuan.
Disitulah aku berpikir, apa hanya aku saja yang tidak normal? Ataukah ini hanya perasaan sesaat? Tapi, kenapa dengan seorang pria dan bukan seorang wanita? Ini membuatku bertanya lagi dengan orientasi seksualku. Aku masih bingung saat itu.
Aku berulang kali berusaha menyakinkan diriku bahwa aku hanya menyukai perempuan, namun setelah perdebatan batin yang ku lalui, ternyata aku kalah. Aku tidak bisa mengontrol perasaanku." Leo yang sedari tadi mengungkapkan isi hatinya tampak lega karena sudah bisa menceritakan kisahnya pada sahabatnya itu.
Seperti yang disampaikan oleh Leo di dalam ceritanya, perasaan seorang manusia tidak bisa dikontrol oleh dirinya sendiri ataupun oleh orang lain. Kita tidak bisa memilih siapa yang kita cintai dan bagaimana cinta itu datang.
Leo pun menyadari hal itu dan mulai memikirkan perasaannya sendiri. Tapi, sangat sulit untuk menceritakan hal ini kepada orang lain karena mungkin di luar sana masih ada yang tidak bisa menerima perasaannya.
Leo yang sudah menceritakan kisahnya, menunggu jawaban dan reaksi sahabatnya yaitu Felix. Sembari menunggu, ia mengambil minuman yang berada di samping tempat tidur Felix dan meminumnya.
Felix yang kala itu dengan serius mendengar cerita yang disampaikan Leo hingga akhir kemudian memberikan reaksinya.
Ia meletakkan buku yang dibacanya agar ia bisa menyampaikan tanggapannya dengan jelas.
"Kau melalui masa-masa yang sulit, ya. Aku mengerti bagaimana rasanya jika perasaan yang kita miliki tidak tersampaikan dengan baik, apalagi perasaan kita seperti tidak akan didukung sepenuhnya. Itu sangat berat jika dijalankan."
"Kita tidak bisa menunjukkannya, kita juga bimbang apakah harus menyampaikannya atau tidak. Kau pasti memikirkan dengan matang untuk menceritakan ini padaku, terima kasih karena sudah mempercayakan ceritamu padaku."
"Jika aku adalah orang yang jahat, mungkin saat ini aku akan menganggapmu berbeda. Tapi, aku bukanlah 'homophobic' yang membenci orang yang suka dengan sesama gender. Aku lebih menghargai privasi dan pilihan orang itu."
"Begitu pula denganmu, seperti yang sudah pernah ku sampaikan sebelumnya. Aku akan selalu mendukungmu. Laki-laki ataupun perempuan, itu pilihanmu dan itu hidupmu. Jika perasaanmu tidak akan menyakitimu nantinya, aku akan berada di sampingmu untuk mendukungmu."
"Jangan takut untuk mencintai orang lain. Perasaan kita tidak pernah salah, yang salah adalah orang yang menghakimi perasaan kita seolah kita adalah penjahat yang harus dihindari. Tidakkah orang-orang itu tahu apa artinya 'menghargai'? Bukankah dunia sekarang sudah mulai terbuka akan hal ini?"
"Untuk orang tuamu, mereka pasti awalnya akan menentang anak yang mereka cintai memilih jalan yang berbeda. Namun, percayalah setiap orang tua sebenarnya memikirkan anaknya lebih dari dirinya. Setidaknya mereka memikirkanmu, berbeda dengan Ayahku yang tidak peduli dengan anaknya ini. Ia terlalu mencintai pekerjaannya."
"Saat nanti kau harus menyampaikan ini pada orang tuamu, pastikan orang yang kau kenalkan adalah orang yang tepat. Sehingga, usahamu nantinya tidaklah sia-sia. Ingat, saat berbicara dengan orang tuamu, jangan meninggikan tutur katamu. Tapi, sampaikan dengan tulus sehingga perasaanmu akan lebih tersampaikan."
"Semangatlah kawan. Mau kau mencintai laki-laki, perempuan, mau itu kakak kelas, adik kelas, alumni ataupun orang biasa, aku akan selalu mendukungmu." Felix menanggapi cerita Leo dengan kalimat yang menenangkan hati Leo.
Felix seperti tahu bagaimana cara membuat sahabatnya nyaman dan kembali ceria.
Ia kemudian menepuk pundak Leo dengan lembut seraya melihat kembali wajah sahabatnya itu. Wajah yang lega seperti telah menemukan jawaban yang ia cari.
-----
Selain masa lalu, mereka juga membahas masa depan mereka. Saat ini mereka tengah menjalani liburan sekolah yang berlangsung selama dua minggu. Selama waktu itu mereka akan mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.
Felix sudah menentukan pilihan Universitas yang ingin ia tuju. Ia juga sudah mempersiapkan diri dengan menjawab soal-soal ujian untuk masuk perguruan tinggi dari buku yang ia beli. Agar nantinya ia setidaknya bisa lebih siap kalau-kalau pertanyaannya berkaitan dengan buku yang ia pelajari.
Sementara itu, Leo juga sudah menentukan pilihan Universitasnya. Mereka akan mempersiapkan diri untuk kuliah di Universitas yang sama, namun di Jurusan yang berbeda. Felix yang berniat mengambil jurusan Tata Boga sedangkan Leo berniat mengambil jurusan Management.
Seperti yang sudah diperkirakan, Felix yang sangat suka memasak mengambil jurusan yang berkaitan dengan kegemarannya itu. Berbanding terbalik dengan Leo, ia yang tidak bisa memasak dan cenderung menghancurkan dapur, tidak mungkin memilih jurusan yang dipilih Felix juga.
Ia hanya akan menghancurkan dapur Universitas nantinya. Tidak, ini hanya perumpamaan saja. Tentunya ia memilih jurusan Management karena ia lebih suka bekerja mengelola perusahaan dibanding bekerja dengan tenaga.
Mereka akan mulai mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan yang ada untuk masuk Universitas yang mereka pilih. Dua minggu ini akan menjadi waktu yang sibuk bagi mereka berdua dan demi masa depan mereka masing-masing.