"Bunda! Bunda!" Terlihat seorang anak kecil yang sedang berlari seraya berteriak memanggil sang Ibu yang tidak terlihat dari jangkauannya.
Tentu saja ia tidak bisa menemukan sang ibu, anak itu baru saja pulang dari acara bermain bersama anak tetangga.
"Bunda! Bunda!" Katanya sekali lagi memanggil sang Ibu berharap sang Ibu merespon panggilannya dan menghampiri dirinya.
Anak kecil itu terus berlari melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam lagi untuk mencari keberadaan sang Ibu sampai dimana kaki kecilnya sudah berada cukup jauh dari pintu utama.
"Bunda!" Sekali lagi ia mencoba keberuntungannya.
"Bunda di dapur sayang!" Usaha anak kecil itu membuahkan hasil, ia berhasil mendapat respon dari sang Ibu.
Setelah mengetahui keberadaan sang Ibu, kaki kecilnya kini semakin cepat berlari menuju dapur untuk menemui sang Ibu. Terlihat lengkungan ke atas yang tercetak dibibir si anak saat ia melihat sang Ibu berdiri membelakanginya seraya mengerjakan sesuatu yang pastinya ia tahu kalau Ibunya sedang menyiapkan makan malam untuknya dan juga ayahnya, jangan lupakan kalau ibunya memasak untuk dirinya sendiri.
"Bunda masak apa?" Tanyanya dengan suara khas anak kecil.
"Hari ini bunda masak omelette." Jawab sang ibu tanpa mengalihkan pandangannya ke arah sang anak.
Anak kecil itu tampak menganggukkan kepalanya mengerti. Melangkahkan kakinya ke meja makan dan memanjat untuk duduk di kursi yang menurutnya cukup tinggi dari ukurannya.
Anak kecil itu terus berusaha untuk naik tanpa bantuan siapapun, sementara sang ibu tidak mengetahui hal tersebut. Kalau saja sang ibu mengetahuinya, dia bisa saja mendapat amarah dari ibunya.
Mengapa?
Tentu saja ibunya marah karena ibunya tidak ingin anaknya terluka walau hanya lecet sedikit. Ia sangat menyayangi anaknya.
Coba katakan, ibu mana yang tidak menyayangi anaknya sendiri?
Tidak ada kan?
Kalaupun ada, tentu saja itu tidak bisa dikatakan seorang ibu. Orang tua yang tidak menyayangi anaknya tentu tidak pantas mendapat julukan sebagai orang tua.
Akhirnya ia bisa duduk di sana setelah melakukan perjuangan yang cukup membahayakan dirinya sendiri. Senyuman yang tercetak pada bibirnya tidak pernah luntur saat melihat ibunya di depan sana. Ia tahu saat ini ibunya sedang bahagia, ia dapat menyadari gerak gerik ibunya.
"Apa hari ini ayah pulang?" Tanya si kecil yang masih setia memperhatikan sang ibu yang sedang asik dalam kegiatan memasaknya.
"Hum! Ayahmu pulang malam ini, apa kau senang?" Tanya sang ibu.
Tepat sasaran!
Si kecil begitu senang mendengar kabar bahwa ayahnya akan pulang dan makan malam bersama mereka. Tentu saja mereka bahagia saat mendengar kabar tersebut, secara ayahnya sangat jarang melakukan makan malam bersama mereka.
Si kecil tampak menganggukkan kepalanya dan ia dapat melihat bahwa ibunya sudah selesai memasak dan masakan itu siap untuk dihidangkan.
"Astaga!" Suara itu cukup membuat si kecil terkejut mendengarnya.
"Huh, kaget tahu!" Pekik si kecil mengerucutkan bibirnya.
"Habis dari mana aja kau huh? Lihat! Tubuhmu sangat kotor! Yaampun seharusnya kau mandi dulu sayang, kenapa kau langsung duduk disitu hm?"
Si kecil hanya tertawa geli mendengar perkataan ibunya, seakan ia tidak memiliki salah sama sekali saat ia duduk di sana dengan tubuh yang penuh dengan lumpur.
Tadi dia sempat membersihkannya saat ia serta temannya hendak pulang ke rumah. Namanya juga anak-anak yang masih belum mengetahui apapun yang begitu polos dimana mereka membersihkannya menggunakan air lumpur juga.
Itu sama saja percuma!
Mereka akan tetap kotor sekalipun mereka membersihkannya berulang kali.
"Hehehe~ Tadi main sama kakak sebelah di lumpul nangkap cacing besa, huh Lic lupa namanya apa tuh. Be-- oh, belut! Cacingnya besal dan licin, geli-geli hihihi~" Jelas si kecil memberitahu kenapa dirinya bisa menjadi kotor seperti itu.
Si ibu hanya bisa menggelengkan kepalanya, ia tidak bisa marah pada anaknya yang begitu menggemaskan.
"Lain kali kau harus mandi dulu setelah bermain, ok?" Kata si ibu mencoba memberi pengertian pada si kecil seraya mencubit pipi si kecil dengan gemas.
"Tidak oke! Hehehe~"
Ugh!
Sangat menggemaskan!
Si ibu hanya bisa tertawa geli dan mengangkat tubuh si kecil untuk dibawanya ke kamar mandi. Ia akan memandikan si kecil terlebih dahulu sebelum ayah dari si kecil datang dan sebelum acara makan malam di mulai.
Sementara si kecil hanya bisa tertawa geli melihat sang ibu yang terlihat pusing melihat kelakuannya.
Langkah kaki sang ibu kini berhenti di depan kamar mandi yang ada di dalam kamar si kecil dan saat itu juga mereka masuk ke dalam untuk memulai acara memandikan si kecil.
Selama memandikan si kecil, sang ibu cukup dibuat kewalahan dimana tangan si kecil sangat aktif mencipratkan air tersebut ke arahnya sehingga bajunya basah akibat perbuatan si kecil.
Ya namanya juga memandikan anak kecil, pasti itu akan terjadi. Sementara si kecil hanya tertawa tanpa dosa, sungguh menggemaskan bukan?
Tidak butuh memakan waktu lama untuk memandikan si kecil, sang ibu kini mengangkat kembali tubuh si kecil setelah tubuh si kecil sudah bersih keseluruhannya.
Sang ibu melangkahkan kakinya ke arah tempat tidur si kecil dan meletakkan si kecil di sana, sementara ia mengambil pakaian untuk dikenakan si kecil.
"Bunda, bunda, apa ayah akan mengambil libulnya besok?" Tanya si kecil membuat pergerakan si ibu terhenti sejenak.
Diam, sang ibu tidak menjawab pertanyaan si kecil membuatnya sedikit memahami apa yang akan menjadi jawaban dari ibunya.
Si kecil tampak murung.
"Nanti akan bunda tanyakan bagaimana hm? Walaupun nantinya ayahmu tidak mengambil liburnya, kita bisa merayakannya berdua seperti biasanya. Bagaimana?" Setelah menunggu waktu yang cukup lama, akhirnya sang ibu menjawab pertanyaan dari si kecil walau si kecil sudah mengetahui jawabannya.
"Hum! Mali layakan belsama!" Kata si kecil semangat.
Dia hanya tidak ingin membuat ibunya bersedih karena dia bersedih, untuk itu ia memilih untuk berpura-pura bahagia saat ini.
Sang ibu hanya bisa menatap sendu ke arah si kecil dengan tangannya yang terampil memakaikan pakaian si kecil.
Si ibu hanya bisa termenung mengingat setiap tahunnya sang suami tidak ikut dalam perayaan hari kelahiran anak mereka. Suaminya sangat sibuk, suaminya sangat suka bekerja sampai tidak memiliki waktu untuk keluarga.
Suaminya sering berkata kalau yang ia lakukan itu demi masa depan anaknya bahkan mereka pernah terlibat dalam cekcok mengenai masalah itu yang pada akhirnya sang istri kalah debat.
Sejak kejadian itu, suami istri itu mengubah cara mereka dalam membahagiakan anak mereka.
Sang istri berusaha untuk membahagiakan anaknya menggunakan kasih sayang yang ia punya. Memberikan kasih sayang layaknya seorang ibu dan seorang ayah.
Sementara sang suami membahagiakan anaknya menggunakan uang yang ia miliki. Memberikan apapun yang anaknya inginkan seperti mainan, pakaian, dan lainnya.
Walaupun demikian, keduanya sama-sama melakukan yang terbaik untuk satu-satunya anak yang mereka miliki. Malaikat kecil mereka.
Ya walaupun pada kenyataannya anak kecil itu tidak membutuhkan uang, melainkan kasih sayang.