"Yahh! Kok gue kalah lagi sih?!"
Romeo menatap kesal saat pion miliknya kembali ke angka tiga. Padahal baru saja pionnya sudah ada di nomer 87.
"Curang tuh curang! Kok punya Beben dikocok dua kali? Pas punya gue cuma sekali doang!" seru Romeo.
"Barusan dadunya nunjukin angka enam, Romeo. Jadi emang boleh dikocok dua kali," jelas Olivia—teman sekelas Romeo.
"Paham sama mainan kayak gini nggak sih?" heran Thalita yang duduk di sebelah Olivia.
"Tau tuh! Palingan Romeo nggak pernah main kayak gini. Sukanya main boneka bonekaan sama sama nonton barbie."
"Enak aja lo kalo ngomong! Gue tuh hobi main bola, dari kecil udah diajarin sama bokap buat jadi anak futsal sama basket yang hebat," elak Romeo tidak terima dengan ledekan teman-temannya.
"Iya dulu hobi main bola, tapi sekarang yang jadi kaptennya Xavier sama Noah. Masih mau tuh banggain masa kecil lo?" ejek Thalita kembali membuat teman yang lain tertawa.
"Emang temen laknat. Sukanya menindas temen sendiri. Gamau lagi deh gue main sama kalian," kesal Romeo lalu berdiri dan sedikit menjauhi papan ular tangga.
"Sensi amat sih lo, lagi PMS? Atau habis ditolak sama Sandra?" tanya Benben.
"Sama Thalita aja, Rom. Cantik plus jomblo, perhatian juga sama lo," ujar Olivia yang langsung mendapat tatapan tajam dari Thalita.
"Engga deh. Thalita emang cantik sih, tapi hati gue udah jatuh sejatuh-jatuhnya sama Sandra. Bakal gue perjuangin sebelum janur kuning melengkung," ucap Romeo sebelum ia berlalu pergi keluar kelas.
"Sendirian aja, No? Kayak kurang belaian banget hidup lo," sapa Romeo saat melihat Noah duduk sendirian di depan kelas.
"Ke dalam sono! Ikut main ular tangga sama Beben. Yang menang dapat gratis cimol seminggu."
"Nggak penting," kata Noah setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Habis ngechat siapa tuh? Tumbenan banget lo buka line," heran Romeo.
Biasanya, Noah hanya akan membuka sosmednya ketika menghubungi orang-orang penting saja. Dan hanya saat Noah ada keperluan dengan orang tersebut. Selain itu, jangan harap Noah akan membalas pesan-pesan dari kalian.
"Caca pasti nih. Lo kelihatan serius kalo ngechat Caca doang," tebak Romeo.
"Bukan," kata Noah membuat Romeo mengernyit. "Bukan Caca yang lo chat? Terus siapa? Bokap lo? Nyokap? Xavier? Atau—"
"Ariel."
Heh! Romeo tampak kaget mendengar nama perempuan yang disebutkan Noah. Bukannya Romeo tidak suka Noah menyebut nama Ariel. Hanya saja … sejak kapan Noah mau chatingan sama cewek?
"Lo … nggak lagi kesurupan, kan?" tanya Romeo dengan satu tangan memegang dahi Noah, namun segera ditepis oleh Noah.
"Apaan sih? Gue sehat tanpa cela. Jangan ngasal kalo ngomong," peringat Noah.
"Kok aneh?" tanya Romeo. "Lo ada ketimpuk apa sampe chatingan sama Ariel?" Romeo kembali bertanya namun tidak digubris oleh Noah.
"Ngomongin apaan?" Xavier yang baru saja kembali dari kamar mandi duduk di sebelah Noah.
"Ini loh si Nono," Romeo menunjuk Noah yang sudah kembali fokus pada ponselnya.
"Nono chatingan sama Ariel, Sap! Gilak banget apa enggak? Mana chatingannya serius gitu lagi. Pasti ada sesuatu diantara kalian kaaan?" Romeo menjawab pertanyaan Xavier sekaligus memberi tuduhan pada Noah.
"Suka sama Ariel?" tanya Xavier pada Noah.
"Belum," jawab Noah singkat.
"Berarti ada kemungkinan lo suka sama dia."
Noah tampak mengedikkan bahunya. Tidak menjawab ucapan Xavier lebih lanjut.
"Dah lah, Gini amat punya temen cogan semua. Pada udah punya cemiwiw, Cuma gue doang yang belum," Romeo tertunduk lesu.
"Sandra lo kemanain?" tanya Xavier dengan satu alis terangkat.
"Jangan ngilangin yang udah ada," imbuh Noah.
"Gue nggak ngilangin Sandra. Tapi Sandra-nya yang engga mau sama gueee!" rengek Romeo seperti anak kecil yang tidak dibolehkan makan permen karet.
"Jijik sumpah! Muka lo kayak minta dicuci pakai air keras," kementar Xavier mengalihkan pandangannya dari Romeo.
"Bukan temen gue," kata Noah.
"Jahat banget sih kalian. Emang ya hidup kalian berdua gapernah ngerasain ngejar cewek, nggak ngejar pun udah dikejar duluan. Iriiii diriku iriiii!" seru Romeo dramatis.
Tidak lagi merespon tingkah Romeo, Xavier dan Noah justru mulai membicarakan topik baru yang lebih penting.
"Edwin udah ngancam lo?" tanya Noah memulai pembicaraan.
Xavier mengangguk. "Gue sempet mukul dia."
"Tapi Edwin diem, kan?" tebak Noah yang dijawab anggukan kepala oleh Xavier.
"Dia mau ngasih tau lo, kalo perasaannya ke Caca bukan sekedar permainan. Edwin lagi nguji emosi lo bakal bertahan sejauh mana."
Xavier setuju dengan ucapan Noah. Hanya saja, saat ini Xavier tidak memiliki alasan kuat mengapa ia tidak mau Caca jatuh ke tangan Edwin. Xavier tidak bisa menggunakan sikap buruk Edwin untuk menjadi alasan mengapa ia menyuruh Edwin menjauhi Caca.
"Edwin nantangin lo buat apa?" tanya Noah.
"Nggak ada," jawab Xavier membuat Noah mengerutkan keningnya.
Biasanya Edwin maupun anggota gengnya akan menantang musuh dengan mengajak tawuran atau balapan motor.
"Edwin pergi gitu aja tanpa ngajak balapan atau berantem," kata Xavier.
Aneh. Tidak hanya Xavier yang merasa neh. Noah yang nobatenenya merupakan anak geng juga merasakan hal yang sama.
"Gimana kalo lo gabung sama gue?" pertanyan Noah tidak serta merta membuat Xavier paham.
"Jadi anggota geng," sambungnya secara otomatis mengagetkan Xavier.
Noah pikir jika Xavier ikut bergabung dengan gengnya, akan mudah untuk membantu Xavier melawan serangan Edwin.
"Gue nggak maksa. Meskipun lo nggak mau, gue tetep akan ngawasin Edwin. Selama tindakan Edwin berkaitan dengan Caca, gue nggak bakal tinggal diam."
Xavier menoleh saat mendengar kalimat yang dikatakan oleh Noah. Terlihat jika Xavier tidak suka dengan maksud dari ucapan Noah.
"Kenapa?" tanya Noah dengan satu alis terangkat.
Alih-alih menjawab pertanyaan Noah, Xavier justru mulai berdiri dari duduknya.
"Jadi gabung apa nggak?"
"Gue kasih jawaban besok," kata Xavier memberikan jawaban pada Noah, kemudian segera berlalu pergi memasuki kelasnya.
***
11082021 (08.35 WIB)