"Lo nggak jadi pindah kelas, Ca?"
"Enggak lah. Gue anak IPS. Gimana ceritanya mau pindah IPA? Nggak nyampe otak gue, San"
Caca kembali meringkas materi sosiologi yang belum sempat ia selesaikan di rumah.
"Caca!"
"Caca dicariin Serena!"
Saat itu juga Caca mendongak. "Ada apa, Ser?"
"Gue ada info terbaru soal Reva," Serena yang datang bersama Ariel langsung duduk di depan Caca dan Serena.
"Semalam temen gue bawa informasi penting. Ada yang kasih kesaksian kalau keluarganya Reva itu sempat menjalin hubungan dekat dengan keluarganya Xavier."
"Maksud lo, keluarga mereka saling kenal?" tanya Caca.
"Betul!" Serena membenarkan. "Lo tau kalau almarhum papanya Xavier punya bisnis properti yang bisa dibilang sukses. Dari bisnis itu juga mamanya Xavier mulai meniti karir di dunia fashion. Makanya Xavier bisa tumbuh dengan dikelilingi fasilitas yang setingkat lebih baik dibanding remaja lain seusianya."
"Nah! Masa kejayaan dari bisnis properti papanya Xavier itu terjadi saat Xavier masih kelas lima SD. Kurang lebih satu tahun setelah itu papanya Xavier meninggal karena kecelakaan. Penyebab kecelakaannya gue belum tau. Karena gue minta temen gue fokus buat nyari tau soal Reva."
Caca mendengarkan setiap penjelasan dari Serena dengan penuh hati-hati. Mencernanya secara baik-baik supaya tidak salah arti.
"Di dalam mobil yang ditumpangi papanya Xavier itu ada papanya Reva juga. Beliau berdua meninggal di tempat. Lalu enam bulan setelah kepergian beliau berdua, mamanya Reva ditemukan meninggal karena bunuh diri."
"Tunggu dulu," Caca menyela. "Di rumah yang sekarang Reva tempati itu ada sepasang suami istri. Lo sama Sandra juga mengiyakan soal panggil Reva ke mereka berdua."
"Orangtua angkat, Ca" Serena langsung menyahut. "Tapi masih sodaranya Reva. Dari merekalah Reva tau soal penyebab kematian papanya. Reva menganggap kalau papanya meninggal karena ulah papanya Xavier."
"Padahal kejadiannya emang murni kecelakaan, kan?" tanya Sandra.
"Iya. Dari persepsi pihak polisi dan beberapa saksi mata memang seperti itu. Tapi dari pihak korban, nggak menutup kemungkinan mereka punya persepsi lain. Ada yang menuntut keadilan. Tapi karena ini murni kecelakaan, tidak ada yang bisa disalahkan," ujar Serena menjawab pertanyaan Sandra.
"Jadi, kemungkinan Reva mendekati Xavier karena mau balas dendam. Dengan cara menghancurkan Xavier dan keluarganya," gumam Caca.
"Gue bakal terus cari tau lebih lanjut lagi. Lo kasih tau aja butuh informasi yang kayak gimana. Pasti bakalan gue bantu," kata Serena.
"Makasih, Ser. Lo beneran bisa diandalkan," Caca mengangkat kedua jempol tangannya.
Sekarang Caca tau alasan Reva tidak mau berkenalan dengan orangtua Xavier. Karena untuk menjaga rahasia tentang identitasnya, Reva harus menghindari bertemu dengan keluarga Xavier.
***
"Xavier dicariin Reva!"
Salah satu teman Xavier berteriak dari luar kelas. Xavier yang sedang mengobrol dengan Romeo dan Noah pun menoleh.
"Bubar bubar! Bubar jalan!" seru Romeo. Beranjak dari duduknya dan kembali ke tempat duduknya sendiri.
"Nggak usal alay," kata Xavier yang tau betul jika Romeo sedang menyindirnya.
"Sana Sap samperin cewek luu! Kagak mau itu cewek nunggu lo, kan? Biasanya juga lo gercep pake banget kalo dipanggil Reva," Romeo mengeluarkan kata-kata yang menyiratkan kalau ia tidak suka dengan Reva.
"Lo PMS apa gimana? Marah-marah mulu," heran Noah.
"Mana ada cowok PMS. Lo mah aneh, No. Katanya pinter tapi kok ngira kalo gue lagi PMS," balas Romeo.
Xavier tidak lagi menggubris ucapan Romeo. Begitu juga dengan Noah. Xavier lalu berjalan keluar kelas untuk menemui Reva.
"Ada apa?" tanya Xavier tepat setelah ia berdiri di samping Reva.
Perempuan itu tersenyum. "Nggak apa-apa. Pengin ketemu sama kamu aja."
Reva lantas duduk di bangku yang berada di depan kelas Xavier. Menyuruh Xavier untuk duduk di sebelahnya.
"Kamu akhir-akhir ini lagi sibuk apa, Xav? Tumben nggak nyamperin aku ke kelas. Emmm … chat dari aku juga belum kamu balas. Kamu lagi sibuk, ya?" tanya Reva mulai membuka topik baru.
"Lumayan," jawab Xavier singkat. Berbeda jauh dari jawaban yang biasa Xavier berikan saat berbicara dengan Reva.
"Sibuk banget, ya?"
"To the point aja. Kamu mau minta apa?" Xavier langsung bertanya.
"Kenapa kamu tanya kayak gitu?" Reva bertanya dengan kedua alis yang saling bertautan.
Xavier hanya diam. Tidak menjawab pertanyaan Reva. Harusnya Reva sudah tau jawabannya tanpa harus bertanya pada Xavier.
"Tadi aku ditagih buat bayar study tour. Katanya kalau sampai besok belum bayar, aku nggak bisa ikut study tour tahun ini," ujar Reva setelah beberapa saat menunggu Xavier bersuara.
Right! Sesuai dugaan Xavier. Reva mencarinya untuk membahas soal uang.
"Study tour bukan kegiatan wajib. Dengan nggak ikutan study tour nggak mempengaruhi nilai kamu," kata Xavier membalas ucapan Reva.
"Tapi, kalau aku nggak ikutan nanti gimana pas mau buat laporan, Xav? Kan, harus observasi terus tau tempatnya juga," timpal Reva.
"Laporannya itu per kelompok. Kamu bisa menyumbangkan pikiran kamu dalam bentuk merancang power point, merevisi laporan yang sudah jadi, menata halaman sama daftar isi, dan masih banyak hal lain yang bisa kamu lakukan tanpa harus ikut serta study tour," tutur Xavier memberi penjelasan.
"Kamu nggak mau aku ikut study tour?"
"Kalau kamu mau ikut, usaha dari sekarang."
"Tapi aku cuma dikasih waktu sampai besok buat bayar."
"Aku bantu negosiasi," ucapan Xavier menghentikan keluhan yang keluar dari mulut Xavier.
"Aku bantu kamu buat cari kerja. Urusan pihak keuangan sekolah nanti aku bantu bilang juga. Yang penting kamu ada niat buat kerja dan cari uang untuk biaya study tour."
"Tapi Xavier …."
"Kalau nggak mau ya udah nggak usah ikut study tour. Jangan membebani diri kamu dengan hal-hal yang nggak begitu penting. Yang justru akan menyusahkan kamu sendiri, Rev. Bukannya aku nggak mau bantu kamu. Tapi ada orang lain yang kondisinya mirip sama kamu dan dia bisa bayar study tour pake uang sendiri. Karena apa? Karena dia mau kerja."
"Kenapa kamu jadi menyamakan aku sama orang lain? Aku ya aku, Xav. Kamu nggak bisa dong bilang kayak gitu," Reva tidak terima dengan apa yang baru saja Xavier katakan.
"Kamu di kasih tau yang baik malah nggak mau. Kamu itu udah gede, Reva. Nggak selamanya hidup kamu bergantung sama orang lain. Kamu berhak manja. Itu hak kamu juga. Tapi tolong … kamu sadar sama kondisi kamu saat ini. Kalau kiranya kamu nggak mampu dan nggak mau usaha, ya jangan muluk-muluk dong keinginannya. Bukan orang lain yang susah. Tapi kamu sendiri yang akan kesusahan buat menuruti keinginan kamu itu," papar Xavier mencoba memberi nasihat untuk Reva.
Namun sepertinya Reva belum bisa menerima hal itu. Tidak lama setelah Xavier selesai berbicara, Reva langsung pergi meninggalkan Xavier. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
***
16052022 (08.27 WIB)