"Mau kemana lo?"
Pertanyaan tersebut membuat Caca membuang napas kasar. Melepas helm yang ia pakai lalu menoleh ke belakang.
"Kerja," jawab Caca.
"Bohong," Xavier manatap tajam perempuan di hadapannya. "Lo nggak ada shift siang. Jangan coba-coba bohongi gue."
"Gue kerja nggak cuma di minimarket doang. Lagi pula gue mau pergi kemana juga bukan urusan lo. Udah sana minggir," usir Caca. Kembali memakai helm berwarna merah muda miliknya.
Hari ini Caca berniat untuk kembali melakukan penyelidikan secara sembunyi-sembunyi. Caca ingin mengunjungi rumah Reva untuk memastikan informasi yang tadi ia dapatkan dari Serena. Bukannya Caca tidak percaya, tapi Caca akan lebih yakin kalau ia melihat buktinya secara langsung.
"Masuk!" titah Xavier. Memberi perintah pada Caca untuk masuk ke dalam rumah.
"Gue mau pergi. Ck, paham bahasa manusia nggak?" Caca mengeluarkan kalimat yang tidak biasa ia ucapkan. Tujuannya apa? Ya supaya Xavier lekas pergi dari rumahnya.
Caca tidak ada mengundang Xavier untuk datang ke rumah. Cowok itu dengan tanpa sebab yang jelas datang dan membuat Caca kesal. Ayolah … kenapa Caca merasa jika Xavier semakin menyebalkan? Terlebih hal itu Caca rasakan setelah ia bisa lebih dekat dengan Xavier.
"Masuk, Ca"
"Mau apa?"
"Ada yang mau gue omongin."
"Apa? Ngomong di sini aja."
Xavier hanya diam di tempatnya. Tidak merespon apa-apa. Mau tidak mau, dengan perasaan yang sangat kesal dan terpaksa Caca turun dari motornya. Berjalan masuk ke dalam rumahnya sesuai permintaan Xavier.
"Nyokap lo nggak ada di rumah?" tanya Xavier setelah duduk di kursi yang ada di ruang tamu.
Kontrakan yang Caca tempati ukurannya minimalis. Tapi perabotan di dalamnya tertata dengan rapi. Sangat terlihat jika orang yang menghuni rumah ini adalah perempuan.
"Ke pasar," jawab Caca. "Mau bilang apa sama gue? Penting apa enggak?"
"Kurangi keluyuran sendirian. Edwin masih ngincer lo. Mau jadi mangsanya dia? Atau sengaja mau menyerahkan diri?" sinis Xavier.
"Enak aja kalo ngomong. Gue nggak tertarik sama cowok modelan dia," elak Caca.
"Tertariknya sama cowok modelan gimana?"
Caca melirik tajam Xavier. "Nggak usah mancing. Ini hati udah dikuat-kuatkan biar nggak sakit. Tau kalo cowok yang gue suka nggak suka sama gue."
"Makanya cari cowok lain. Di dunia ini stok cowok nggak cuma satu."
Kalau bisa pasti sudah Caca lakukan dari dulu-dulu. Sayangnya hal itu tidak bisa Caca tangani sampai detik ini.
"Lo pakai guna-guna apaan sih? Bisa-bisanya gue suka sama lo dan nggak bisa suka sama cowok lain," heran Caca. Memijat pelipisnya beberapa kali.
"Ganteng, tajir, pinter. Udah cukup jadi alasan kenapa banyak cewek suka sama gue," ujar Xavier penuh kebanggaan.
"Tiga hal itu ada di Noah juga. Kenapa gue malah sukanya sama lo? Coba aja gue suka sama Noah pasti gue bakalan-"
"Apa?" tanya Xavier memotong ucapan Caca.
"Udah bahagia dunia akhirat. Nggak nahan sakit tiap hari gara-gara lihat lo mesra-mesraan sama Reva," jawab Caca tanpa perlu berpikir lama.
Bahagia? Jadi Caca beranggapan jika dia akan hidup bahagia bersama Noah? Cih! Norak sekali.
"Udah, kan? Nggak ada yang mau lo omongin lagi? Gue mau pergi," kata Caca.
"Di rumah aja. Situasi di luar masih berbahaya," cegah Xavier.
"Soal Edwin? Kalo iya, lo nggak perlu khawatir. Gue udah pasang tameng dimana-mana. Jadi si Edwin nggak bakal berani ngapa-ngapain gue," balas Caca. Memastikan jika Edwin tidak akan menyerangnya.
"Noah yang bantu lo?"
Caca menggeleng. "Gue usaha sendiri. Kalo pun Noah ikut bantu juga bukan atas dasar permintaan gue."
"Perhatian banget."
"Siapa?"
"Noah."
"Udah biasa."
Xavier tidak ada hak apa pun atas apa yang dilakukan Caca. Mau Caca dekat dengan cowok mana pun juga Xavier tidak bisa melarang. Untuk apa juga Xavier melarang Caca. Hanya buang-buang waktu saja.
"Hei!" seru Caca sambil menjentikkan dua jarinya di depan wajah Xavier.
"Jangan ngelamun di rumah orang. Sana pulang aja kalo mau ngelamun."
"Lo mau pergi kemana?" tanya Xavier. Mengalihkan pembicaraan. "Jawab jujur."
Caca tampak berpikir sejenak. Kalau ia jawab akan pergi menemui Reva, pasti akan jadi panjang urusannya. Xavier belum tentu langsung percaya ucapan Caca.
"Kalo belum ada bukti yang kuat, gue harus nahan diri buat nggak cerita soal Reva ke Xavier," kata Caca dalam hati.
Selagi Xavier masih menyukai Reva, tidak mudah memberi penjelasan pada Xavier tentang alasan kenapa Reva menyembunyikan jati dirinya.
"Gue denger dari anak buahnya Noah kalo lo sering pergi sendiri. Ke tempat yang jauh dari rumah lo," ucapan Xavier membuat Caca menoleh.
"Karena gue bukan bagian dari perkumpulan anak-anak pecinta motor yang diketuai Noah, nggak banyak hal mereka kasih tau ke gue."
Rempong sekali. Seharusnya Xavier cukup mengatakan "geng motor" tanpa harus menggunakan empat kata yang justru membuat orang lain kebingungan.
Tapi tunggu dulu! Kenapa Xavier tiba-tiba menyinggung soal geng motor yang diikuti Noah?
"Lo join geng motor bareng Noah? Sejak kapan? Ngapain lo ikut begituan? Astagaaaa! Lo nggak perlu ikut geng motor juga udah keren kok, Xav. Penggemar lo nggak bakal berkurang cuma karena lo bukan anak geng," cecar Caca panjang kali lebar.
Xavier yang mendengarnya saja sampai melongo. Benar apa yang dikatakan Noah beberapa hari yang lalu. Kalau Caca memang tidak menyukai 'hobi' yang dimiliki Noah.
"Kenapa kalo gue ikut? Masalah buat lo?" tanya Xavier. Menyembunyikan senyum yang sejak tadi ingin ia tunjukkan.
"Ya … nggak ada. Tapi, kan, kalo lo join geng bareng Noah gara-gara masalah Edwin, gue jadi nggak enak lah. Jangan memaksakan diri untuk berubah hanya karena untuk kepentingan orang lain," Caca menjawabnya dengan intonasi yang lebih rendah dari sebelumnya.
Ada perasaan senang ketika Caca menunjukkan perhatiannya pada Xavier. Senyum tipis terbit di wajah tampan Xavier.
"Nggak usah geer," Xavier mendorong pelan kening Caca.
"Buat apa juga gue join cuma gara-gara ngurusin kehidupan lo. Tau arti nggak penting?"
Caca berdecih pelan. Seenaknya saja Xavier menyindir Caca seperti itu. Ya memang Caca bukan siapa-siapanya Xavier. Cuma pacar settingan yang suatu saat akan dibuang dan dilupakan. Tapi kan … ah sudahlah. Caca tidak mau membahasnya lagi.
"Kalo nggak penting, mending lo sekarang pulang aja. Gimana? Gue bukan orang penting di hidup lo. Jadi, kayaknya kalo lo datang ke rumah gue cuma buat bicara hal sepele akan sangat menyia-nyiakan waktu berharga yang lo punya. Iya, kan?" Caca sengaja memutarbalikkan fakta yang baru saja diucapkan Xavier.
Meski Caca cinta mati sama Xavier, tapi tidak membuat Caca jadi buta. Mengalah begitu saja setelah harga dirinya diinjak-injak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
"Silakan keluar dari rumah saya. Pintu rumah terbuka lebar untuk anda."
***
24052022 (14.10 WIB)