Chereads / About Is Love / Chapter 43 - BAGIAN 43 II LOVE IS BLIND

Chapter 43 - BAGIAN 43 II LOVE IS BLIND

"Kamu kemarin ke rumah Caca? Ada keperluan apa? Penting banget sampai nggak bisa balas chat dari aku?"

Xavier yang sudah memantabkan diri untuk menghiraukan Reva seketika gagal. Tidak tega melihat wajah perempuan itu yang terlihat sedih.

"Maaf ya. Kemarin aku lupa nggak bawa hape," balas Xavier menatap lembut perempuan yang berstatus sebagai pacarnya itu.

"Iya nggak papa kok. Aku ngerti," kata Reva. "Kamu, kan, sekarang lagi jadi pacarnya Caca juga. Bisa kena omel Mama kamu kalau kamu nggak nyamperin Caca."

"Reva."

Xavier meraih tangan kanan perempuan itu. Menggenggamnya penuh rasa kasih.

"Pacar bohongan, Reva. Aku sama Caca nggak beneran pacaran. Pacar resmi aku itu ya kamu. Bukan Caca," Xavier mencoba menjelaskan kebenaran pada Reva.

"Iya Xavier. Aku juga tau soal itu," balas Reva.

"Terus?"

Reva menggeleng. "Nggak papa. Abaikan ucapan aku tadi."

Meski Reva tidak terlihat marah atau mengeluarkan kata-kata kasar, tapi Xavier tau kalau perempuan itu sedang dalam kondisi yang tidak baik. Makanya Xavier dengan sigap memeluk Reva dari samping. Berharap dengan hal itu bisa membuat perasaan Reva lebih tenang.

"Hoeeeekkk! Hoeeekk! Hoeeekkk!"

"Jijik!" Sandra mendorong bahu Romeo dan membuat cowok itu hampir terjungkal.

"Lo kenapa, Rom? Sakit? Demam? Atau kenapa? Ke UKS aja sana. Biar diobati sama petugas UKS," kata Ariel terdengar serius.

Ucapan Ariel barusaja membuat salah seorang di dekatnya merasa tidak suka. Tapi si dia sangat pandai menyembunyikan perasaannya.

"Hih! Kesel, jijik, pengin marah gue kalo lihat Xavier sama Reva! Nggak menjaga perasaannya Caca banget tau nggak si?" kesal Romeo.

"Perasaan gue nggak harus dijaga sama Xavier. Gue yang suka sama dia. Bukan dia yang suka sama gue," Caca mengatakannya dengan sangat santai tanpa ada beban.

"Tapi Xavier yang ngajak lo pacaran," timpal Sandra. "Meskipun cuma bohongan, gue yakin lo tetap baper."

"Nggak ada ikatan aja baper apalagi kalo ada," imbuh Noah.

"Ya terus gimana? Gue harus minta tanggung jawab sama Xavier? Enggak kan? Udah sih nggak papa. Kontraknya juga bentar lagi selesai," kata Caca lalu memasukkan kembali cireng ke dalam mulutnya.

"Kontrak apaan, Ca?" tanya Romeo, bingung.

"Pacar bohongannya Xavier. Gue bakal menyelesaikannya dengan segera," jawab Caca.

"Jangan selesai dong! Gue tim Xavier-Caca. Mau kalian nyatu gitu," Romeo tampak memohon.

"Nggak bisa dipertahankan, Romeo. Yang suka cuma gue aja. Dianya, kan, suka sama yang lain," Caca tersenyum tipis.

"Kata siapa?" pertanyaan tersebut keluar dari mulut Noah.

"Apanya?"

"Xavier suka sama cewek lain."

"Emang gitu, kan? Yang ada di otak sama hatinya Xavier itu cuma Reva. Bukannya gue."

"Itu dulu, Ca" Sandra menyela. "Sebelum lo terikat hubungan kontrak sama Xavier."

Caca terlihat bingung mendengar ucapan Sandra. Maksudnya bagaimana?

"Heh, Ca" panggil Ariel yang sudah lebih dulu menepuk pundak Caca.

"Gue rangkum dari semua sikap Xavier sejak awal ngajak lo pacaran di depan nyokap dia sampai detik ini, banyak perubahannya. Xavier diem-diem perhatian sama lo tau."

"Buktinya apa? Masalah Edwin itu yang ngurusin Xavier, kan? Yang buat Edwin dikeluarkan dari sekolah itu juga Xavier."

"Lo tau dari siapa?" tanya Caca. Merasa jika ia tidak menceritakan hal ini pada Ariel.

"Gue yang kasih tau," kata Noah sebelum Ariel sempat menjawab.

"Lanjut nih ya," Ariel kembali mengambil alih pembicaraan.

"Kalo cuma sebatas pacar bohongan tanpa ada perasaan sayang, buat apa Xavier susah payah ngurusin Edwin. Biar nggak dicurigai anak-anak sini? Udah basi kali. Semua orang juga tau kalo Xavier sukanya sama Reva. Karena memang mulutnya Xavier waktu itu bilangnya suka sama Reva sebelum ada kontrak apa-apa sama lo."

Benarkah Xavier berubah? Perhatian? Caca juga merasa jika Xavier memberikan sebuah perhatian yang dulunya tidak Caca rasakan. Tapi Caca tidak ingin berharap terlalu tinggi.

"Xaviernya aja yang oon," celetuk Sandra asal. Membuat teman-temannya menoleh ke arahnya.

"Kenapa lo jadi ngatain Xavier, San?" tanya Romeo.

"Cowok yang nggak bisa tegas sama pendiriannya. Masih suka sama Reva tapi sok kasih perhatian sama Caca. Udah tau Caca suka sama dia tapi sikap Xavier beneran nggak berperasaan," jawab Sandra tegas.

"Ya emang yang dilakukan Xavier sekarang itu bukan hal yang membuat Caca sakit hati. Itu yang dirasakan Caca sekarang. Tapi besok? Lusa? Atau entah kapan di saat Caca sudah bukan lagi pacar bohongannya Xavier? Ada yang bisa jamin kalau Caca nggak merasa sakit hati?"

Nggak ada kan? Itulah kalimat yang ini Sandra katakan. Dan mungkin teman Caca yang lain juga punya pemikiran yang sama.

"Masih ada gue," kata Caca setelah beberapa saat terdiam.

"Saat nggak ada lagi orang yang bisa buat gue bahagia, masih ada diri gue sendiri. Satu-satunya orang yang akan memihak gue dalam kondisi apapun itu."

***

"Caca tunggu!"

Xavier terus memanggil nama Caca. Namun perempuan itu sama sekali tidak menoleh. Caca justru semakin mempercepat langkah kakinya.

"Caca!"

Belum sempat Caca masuk ke kamar mandi, Xavier sudah lebih dulu meraih tangan Caca dan membawanya ke tempat lain.

"Lepasin, Sap!" seru Carla yang terus mencoba melepaskan tangannya dari Xavier.

"Xavier!"

Suara Caca yang cukup keras membuat beberapa siswa menoleh ke arahnya dengan wajah bingung. Yang ada di otak mereka saat ini kurang lebih seperti ini: kenapa Caca sama Xavier? Mereka mau ngapain?

Sampai di pinggir lapangan Xavier melepaskan tangannya dari Caca. Tadinya Caca berniat kabur tapi gagal karena Xavier sudah lebih dulu menarik kembali kedua tangannya.

"Lo kenapa sih?" tanya Xavier nampak kesal.

"Kenapa apanya?" Caca balik bertanya.

"Kenapa lo ngehindar dari gue?"

"Kapan gue ngehindar?"

Pertanyaan itu membuat Xavier mengernyit. Jelas sekali jika hari ini Caca terlihat menghindari Xavier.

"Gue nggak ada kewajiban buat selalu ada di samping lo. Nggak wajib juga menuruti apa mau lo, jawab panggilan lo, nyapa lo atau pun yang lainnya. Ada juga lo yang kenapa."

"Maksud lo apa?" Xavier bertanya lagi.

"Kenapa lo jadi sok dekat sama gue? Kita cuma butuh sandiwara di depan nyokap lo. Nggak berlaku di sekolah atau di tempat lain. Jadi stop buat ikut campur urusan gue!" tegas Carla dengan suara lantang.

Bukan. Bukan ini yang sebenarnya ingin Carla katakan. Carla bukannya tidak suka kalau Xavier perhatian padanya. Tapi … Caca tidak mau semakin banyak menumpuk rasa sakit hati di kemudian hari.

"Gue ada salah sama lo, Ca?" Xavier memelankan suaranya.

Caca menggeleng cepat. Enggan bersuara walau hanya mengucapkan satu kata. Satu-satunya cara yang bisa Caca lakukan saat ini adalah segera pergi dari hadapan Xavier.

Ya Tuhan … kenapa Caca masih terus bertahan pada satu hati yang sama?

***

30052022 (20.55 WIB)