Chereads / About Is Love / Chapter 44 - BAGIAN 44 II LOVE IS BLIND

Chapter 44 - BAGIAN 44 II LOVE IS BLIND

Tarik napas dalam-dalam lalu hembuskan secara perlahan. Oke? Sudah siap, kan, Ca? Harus siap dong! Lebih cepat diselesaikan akan lebih baik untuk Caca.

Tok tok tok!

"Assalamualaikum," Caca mengucap salah di depan rumah kuno yang tak lain adalah rumah yang dihuni Reva.

Setelah mendengar penjelasan lebih lanjut dari Serena, Caca meyakinkan diri untuk pergi ke rumah Reva.

"Permisi …."

"Cari siapa, ya?" tanya seorang perempuan paruh baya yang mengenakan setelan daster motif bunga-bunga.

"Sore, Tante. Saya temannya Reva. Mau ketemu Reva, Tan" jawab Caca terlihat sopan.

"Ooh. Temannya Reva? Kenapa saya baru lihat sekarang kalau Reva punya teman?" perempuan tadi sepertinya curiga dengan Caca.

"Maaf sebelumnya, Tante. Saya jarang main ke rumahnya Reva dan baru ada waktu sekarang buat ke sini," Caca mulai mencari alasan yang logis.

Jangan sampai rencana Caca gagal gara-gara ia dicurigai oleh orangtua angkat Reva. Kalau Caca tidak salah ingat, sepasang suami istri yang tinggal bersama Reva adalah paman dan bibinya Reva. Perempuan yang sedang berdiri di depan Caca saat ini adalah adik dari almarhum papanya Reva.

"Silakan masuk. Tante panggilan Reva dulu," perempuan tadi mempersilakan Caca untuk duduk di kursi yang ada di ruang tamu.

Sembari menunggu Reva datang, Caca memperhatikan seisi rumah yang Reva tempati. Meski di luar lingkungannya terlihat menyeramkan, tapi di dalam rumah Reva suasanya jauh lebih nyaman. Kalau dari luar rumah ini terlihat seperti rumah bekas penjajahan. Tapi siapa sangka jika di dalamnya terdapat arsitektur modern yang cukup unik.

"Kayaknya yang buat rumah ini cukup pengalaman. Nggak kayak gue," gumam Caca.

Waktu itu Sandra pernah mengatakan pada Caca kalau di rumah Reva ada beberapa laki-laki dengan tampang yang menyeramkan. Tapi hari ini Caca tidak melihat laki-laki yang dimaksud Sandra. Mungkin mereka sedang tidak ada di rumah atau sedang bersembunyi.

"Ngapain lo ke sini?"

Lamunan Caca buyar saat mendengar suara Reva. Perempuan itu tampak tidak suka dengan kehadiran Caca. Masih sama seperti beberapa waktu yang lalu.

"Duduk sini dulu, Rev. Ada yang mau gue omongin," Caca menepuk bangku di sebelahnya.

"Gue nggak butuh basa-basi dari lo. Keluar! Lo nggak dibutuhkan di rumah ini," usir Reva tanpa peduli maksud kedatangan Caca.

"Gue mau ngomongin soal Xavier," kata Caca.

"Apa? Mau pamer kalau sekarang lo bisa deket sama Xavier? Berhasil satu langkah lebih dekat sama cowok yang lo suka, padahal cowok itu udah punya pacar. Itu yang mau lo omongin sama gue? Nggak penting!" Reva memandang remeh perempuan yang duduk di depannya.

"Mana ada gue pamer. Lagi pula mau gue deket sama Xavier juga hatinya Xavier cuma buat lo. Bukan gue. Karena Xavier sukanya sama lo," balas Caca yang juga meninggikan suaranya.

"Gue ke sini mau bilang sama lo buat stop membohongi Xavier. Jangan bawa-bawa masa lalu lo dan menjadikan Xavier sebagai objek balas dendam lo, Rev"

"Tau apa lo soal masa lalu gue?" tanya Reva.

"Kematian orangtua lo. Sampai sekarang lo berpikir kalau keluarganya Xavier sengaja merencanakan kecelakan yang menyebabkan papa kandung lo meninggal."

Reva sempat kaget mendengar jawaban Caca. Darimana Caca tau soal itu? Perihal kecelakaan yang menimpa papanya saat ia masih kelas lima SD.

"Xavier nggak ada hubungannya sama penyebab kecelakaan itu. Lo nggak seharusnya balas dendam sama Xavier," kata Caca yang kini sudah berdiri.

Reva tersenyum sinis. "Terus mau lo gue balas dendam sama siapa? Jangan sok tau, Ca. Lo nggak mengalami apa yang gue alami!"

"Apa lo pernah merasakan kehilangan orangtua? Melihat ibu kandung lo meninggal di depan mata lo sendiri! Nyokap gue gantung diri di depan gue dan gue nggak bisa melakukan apa-apa! Lo nggak tau sebesar apa rasa sakit yang selama ini gue rasakan! Berhenti ngatur hidup gue atau hidup lo nggak akan lagi tenang!"

Reva langsung pergi dari hadapan Caca sebelum Caca sempat membalas ucapannya. Tidak ada gunanya juga Reva mendengar bualan dari cewek itu. Apa dengan mendengar ocehan Caca akan membuat keadaan berubah? Apa setelah itu Reva bisa kembali hidup bahagia bersama orangtuanya?

Bullshit! Omong kosong tetaplah omong kosong. Tidak ada manfaatnya sama sekali!

***

Malam terlihat indah karena langit dipenuhi dengan bintang-bintang dengan jumlah tak terkira. Jalanan tampak ramai oleh para pengedara yang sedang bepergian untuk menikmati indahnya malam. Sendirian atau bersama pasangan.

"Woi!"

Adel menepuk pundak Caca dan membuatnya terkejut.

"Ngopi dulu cantik. Gratis tis tis!" Adel memberikan satu cup berisi copi hitam kesukaan Caca.

"Makasih Adel cantik. Sering-sering kayak gini ya? Jadi tambah sayang deh," ucap Caca tapi justru membuat Adel bergidik ngeri.

"Muka lo kenapa kusut gitu, Ca? Ada masalah? Atau kehabisan masalah?" tanya Adel yang sudah cukup lama memperhatikan Caca.

"Biasalah," jawab Caca. "Hidup kalau nggak ada masalah itu nggak asyik."

"Bentar-bentar. Kalau gue nggak salah tebak … ini masalah pasti ada kaitannya sama Xavier. Iya, kan?" tebak Adel merasa yakin.

Caca hanya bergumam menjawab pertanyaan Adel. Tidak dijawab juga Adel akan tetap meyakini pendapatnya.

"Emang ya semenjak lo jadi pacar bohongannya Xavier, muka lo pas kerja jadi kusut terus. Ya kadang happy juga sih. Tapi banyak enggaknya."

"Kelihatan banget, Del?" tanya Caca.

Adel mengangguk. "Pikiran dan tenaga lo jangan dipaksa buat mengurusi hidup orang lain. Sia-sia saja lo menguras habis pikiran sama tenaga lo buat orang yang nggak peduli sama lo."

Caca mengangguk-anggukkan kepalanya. Bodoh sekali ada orang yang melakukan hal semacam itu. Melupakan diri sendiri, karena terlalu fokus memikirkan orang lain yang sama sekali tidak benar-benar peduli padanya.

"Tapi, gue sempat merasa senang juga, Del. Dengan hubungan gue sama Xavier sekarang, gue bisa merasakan jalan bareng sama dia. Kayak orang-orang yang lagi pacaran gitu," Caca sedang menceritakan kejadian yang sempat ia alami beberapa hari yang lalu.

Saat dimana Xavier mengajaknya pergi jalan-jalan meski awalnya Caca menolak. Memang tidak lama tapi cukup memberikan kenangan indah untuk Caca.

"Baper, Bund?" goda Adel tersenyum miring.

"Kalo lo yang ada di posisi gue baper apa enggak?"

"Baper lah!"

Adel tanpa ragu menjawabnya. "Siapa coba yang nggak baper diajak jalan sama cowok modelan Xavier? Ibarat kata dianya cuma menganggap gue mainan tapi ya … tetap aja baper, euy!"

"Betul! Berarti gue nggak alay bin lebay," kata Caca lalu ia menyeruput kopi hitam di tangannya.

"Susah kalo udah bahas soal hati. Serba salah tapi nggak ada yang mau disalahkan," Adel tampak mengerucutkan bibirnya.

Setuju Del setuju! Kalau bisa Caca ingin seperti Sandra. Hidup santai tanpa harus berpusing ria memikirkan soal cinta.

***

02062022 (13.02 WIB)