Chereads / About Is Love / Chapter 40 - BAGIAN 40 II LOVE IS BLIND

Chapter 40 - BAGIAN 40 II LOVE IS BLIND

"Kita ngapain datang ke sini?"

Caca menatap hamparan luas lapangan di hadapannya. Rumput yang mulai meninggi menandakan jika lapangan tersebut tidak begitu terawat. Namun meski kondisi lapangannya terlihat kacau, di tempat ini terasa sangat nyaman. Tidak terdengar ramainya suara kendaraan dan jauh dari permukiman juga.

"Lo sering datang ke sini, Xav?" tanya Caca menoleh ke arah laki-laki yang sedang duduk di sebelahnya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Caca, Xavier justru memejamkan kedua matanya dengan wajah yang terlihat tenang. Menikmati terpaan angin yang menerpa wajahnya. Satu momen yang menjadi hal paling disukai Xavier ketika sedang menghadapi beberapa masalah.

"Gue nggak suka keramaian," kata Xavier masih memejamkan kedua matanya.

"Tapi gue benci kalau harus sendirian," imbuhnya yang membuat Caca terkekeh.

"Egois," sahut Caca. "Lo termasuk cowok ter-ribet yang pernah gue kenal."

"Dan lo suka juga," Xavier terdengar melanjutkan ucapan Caca dengan penuh percaya diri.

"Jadi sombong. Mentang-mentang udah tau kalo gue suka sama lo," timpal Caca ikut duduk sambil memainkan rumput-rumput di sekitarnya.

"Apa yang lo suka dari gue?" tanya Xavier.

"Ganteng," jawab Caca tanpa perlu lama-lama berpikir.

"Fisik doang yang dilihat," sinis Xavier mendengar jawaban Caca.

"Emang lo kalo suka sama cewek nggak lihat fisiknya? Langsung tau isi hatinya? Emang bisa baru pertama lihat langsung tau isi hati orang itu?" tanya Caca beruntun.

Pusing sendiri Xavier mendengarnya. Perempuan dengan tingkat kecerewetan yang cukup tinggi ini sudah berhasil mencuri perhatian Noah. Laki-laki dingin seperti kulkas itu ternyata menyukai perempuan yang sikapnya sangat berbanding terbalik dari sikap Noah.

"Berasa lagi kencan sama pacar," kata Caca sambil menatap langit cerah yang perlahan mulai meredup karena tertutup awan.

"Makasih loh, Xav. Udah kasih kesempatan gue buat bisa merasakan pergi berdua sama lo," Caca tersenyum dengan ucapannya.

"Dulu, pergi berdua bareng sama lo itu cuma sebatas keinginan gue yang gue rasa nggak bakal terwujud. Meski udah tau mustahil terjadi tapi gue masih sering membayangkan bisa jalan berdua sama lo. Bego banget nggak sih?"

Bukannya merasa sedih, Caca justru tertawa dengan kebodohannya. Terlalu mencintai seseorang sampai membuat ia kehilangan akal sehatnya.

"Kenapa nggak suka sama Noah? Ganteng dan juga tajir," tidak tau kenapa Xavier ingin menanyakan hal itu pada Caca.

"Iya loh. Padahal Noah lebih perhatian sama gue, tapi gue malah suka sama lo. Coba aja gue sukanya sama Noah udah pasti bahagia lahir batin deh hidup gue," balasan yang diberikan Caca tidak sesuai dengan yang Xavier harapkan.

Tidak suka saja mendengar Caca memuji Noah. Terdengar berlebihan dan di mata Caca seakan Noah lebih baik dari pada Xavier.

"Ada gitu cowok sesempurna Noah. Udah ganteng, perhatian, otaknya pinter, terus punya masa depan yang menjanjikan juga. Idaman kaum hawa," Caca kembali memuji sosok Noah.

Tidak ada yang salah bukan? Memang Noah layak untuk dipuji. Iya memang seperti itu kenyataannya.

Tapi … kenapa Xavier harus kesal kalau mendengar Caca terus memberi pujian pada Noah? Wajah Xavier berubah masam setiap kali Caca membicarakan Noah di hadapannya.

"Seberapa sempurnanya Noah juga … gue tetap sukanya sama lo," kata Caca melanjutkan ucapannya.

"Bego nggak sih? Gue tetap bertahan menyukai orang yang sama sekali nggak tertarik sama gue," Caca terkekeh karena ucapannya sendiri.

Tanpa Caca sadari kalau Xavier sejak tadi tersenyum. Lebih tepatnya Xavier tersenyum saat mendengar kalau Caca tetap menyukainya meski banyak kelebihan yang Noah miliki.

"Lo itu pinter, bukannya bego," balas Xavier setelah cukup lama terdiam.

"Pinter dimananya?" tanya Caca.

"Bisa tetap fokus belajar walaupun bucin lo tingkat akut," Xavier menoleh ke arah Caca dan berpapasan dengan kedua retina hitam milik perempuan tersebut.

Bukan tanpa alasan Xavier memberikan pujian pada Caca. Nyatanya, Caca memang pintar. Menjadi murid kesayangan guru. Caca memang terkenal bucin dan sudah banyak orang yang tau kalau Caca menyukai Xavier. Tapi tidak membuat Caca jadi gagal fokus dalam pelajaran.

"Terimakasih atas pujiannya," Caca tersenyum lebar sambil menundukkan kepala layaknya seorang bawahan yang sedang menghadap atasannya.

"Norak banget responnya," kekeh Xavier.

"Lo mau gue kasih respon kayak gimana?" tanya Caca. "Yang tadi itu bagian dari strategi supaya gue nggak bertindak alay di depan lo."

"Nggak tau apa kalo daritadi gue lagi menahan diri buat nggak teriak kayak orang gila," gumam Caca tampak memalingkan wajahnya dari Xavier.

Katakanlah jika Caca terlampau alay. Pergi berdua dengan Xavier … tidak akan berhasil membuat Caca berpikir tenang. Untuk apa sebenarnya Xavier mengajaknya pergi? Kenapa harus dengan Caca? Kenapa tidak dengan Reva?

***

"Makasih."

Caca segera turun dari mobil Xavier setelah sampai di depan rumahnya. Tanpa menunggu Xavier pergi, Caca segera berjalan menuju teras rumah sebelum suara Xavier menghentikan langkahnya.

"Caca," panggil Xavier masih berdiri di samping mobilnya.

Karena namanya dipanggil otomatis Caca menoleh. "Iya ada apa?"

Bukannya menjawab pertanyaan Caca, Xavier justru terdiam di tampatnya. Membuat Caca bingung karena Xavier tidak kunjung bersuara. Akhirnya Caca mengalah sambil berjalan menghampiri Xavier.

"Buruan pulang. Mendung kayak gini biasanya mau hujan," Caca mengibaskan satu tangannya seolah mengusir Xavier.

"Lo ngusir gue?" tanya Xavier terlihat tidak terima.

"Iya mungkin," jawab Caca asal-asalan. "Lagi pula ngapain lo masih di sini? Udah nggak ada urusan lagi, kan?"

Pertanyaan dari Caca tentu tidak bisa disanggah oleh Xavier. Karena memang ia sudah tidak punya kepentingan lagi dengan perempuan tersebut. Tapi … kenapa kedua kaki Xavier terasa berat untuk melangkah pergi?

"Silakan kembali ke tempat asal anda Tuan Xavier yang terhormat. Sampai berjumpa besok di sekolah," Caca memberikan salam layaknya sedang berhadapan dengan seorang raja.

Tidak lama setelah Caca mengucapkan kalimat tadi, Xavier mulai masuk ke dalam mobilnya. Menjalankan mobil tersebut untuk menjauhi kontrakan Caca.

"Cowok aneh," gumam Caca sembari berjalan memasuki rumahnya.

Di dalam rumah Caca, ada seseorang yang nampaknya sudah lama menunggu kedatangan Caca.

"Betah banget pergi sama Xavier," sindir Noah saat Caca sudah duduk di sebelahnya.

"Biar sandiwaranya semakin maksimal," kata Caca membalas sindiran dari Noah.

"Mumpung lagi dikasih kesempatan buat jalan berdua sama Xavier, harus gue manfaatkan sebaik-baiknya dong. Kapan lagi coba bisa keluar bareng Xavier?"

"Kalo lo jadi pacar resminya Xavier," sahut Noah.

"Mimpi kalo itu, Noah" Caca mengusap wajahnya. "Xavier sukanya sama Reva. Bukan sama gue."

"Rasa suka bisa datang karena terbiasa," Noah kembali berkata. "Dan rasa bosan bisa kapan saja menyapa tanpa memberikan aba-aba."

"Tapi untuk saat ini kayaknya Xavier belum ada rasa bosan sama Reva deh. Nggak tau bakalan ada apa enggak," gumam Caca.

"Sak tau," Noah mengacak pelan puncak kepala Caca.

"Ih Noah! Jadi berantakan! Nyebelin!" kesal Caca sambil merapikan tatanan rambutnya.

"Udah kelar nge-datenya. Nggak perlu rapi-rapi," kekeh Noah.

"Btw, Edwin udah nggak ganggu lo lagi, kan?" Noah mengalihkan pembicaraan.

"Enggak!" jawab Caca dengan intonasi tinggi.

"Mana berani Edwin ganggu gue. Orang udah lo keroyok sama pasukan lo. Nggak sekalian aja lo pindah ke SMA Pancasila bareng pasukan lo biar lebih leluasa buat bermain-main?"

Raut wajah Caca terlihat kesal. Noah tau betul jika Caca tidak suka mendengar kabar kalau Noah kembali aktif bersama dengan geng motornya.

"Jangan jadikan gue sebagai alasan lo sekolah di Trisakti. Gue bisa jaga diri gue sendiri, Noah. Udah lo kalo mau balik ke SMA Pancasila nggak papa deh. Biar gue nggak tekanan batin tiap hari," ujar Caca.

Kadang Carla merasa kesal dan marah kalau tau Noah kembali turun ke jalan, balapan motor, tawuran dan melakukan hal-hal nakal lain bersama pasukannya. Tapi di sisi lain, Caca merasa jika Noah tidak sepenuhnya nyaman berada di sekolahnya saat ini. Harus meninggalkan teman dekatnya sejak SMP tentu bukan hal yang mudah.

"Udah bukan lo lagi," ucapan Noah membuat Caca mengernyit.

"Apanya?"

"Alasan gue buat tetap bertahan di SMA Trisakti."

***

10052022 (08.58 WIB)