"Yakin nggak mau ngadain party?"
Romeo kembali bertanya pada Xavier yang sedang sibuk membalas pesan entah dari siapa. Begitu juga dengan Noah, sama-sama fokus dengan ponsel yang ada di tangannya.
"Party. Tapi enggak dalam waktu dekat," jawab Xavier setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Lagi pada sibuk balesin chat dari siapa sih? Kok cuma gue aja yang enggak dapat chat," heran Romeo.
"Lo mau dapat chat dari nyokap gue?" Xavier bertanya karena ia memang baru saja membalas pesan dari mamanya.
"Enggak deh. Nyokap lo galak banget kok. Takut ditendang gue tuh," kekeh Romeo membuat Xavier menggelengkan kepalanya.
"Gue cabut dulu," pamit Noah yang baru saja mengalihkan tatapannya dari ponsel.
"Mau kemana? Yang lain masih pada ganti baju," ujar Romeo.
"Anak buah gue udah nungguin di markas," jawab Noah sambil mengalungkan tas ranselnya.
"Jangan lupa lakuin pesen gue tadi," Noah menatap ke arah Xavier sebelum ia berlalu pergi dari hadapan kedua temannya.
"Wahh, parah parah parah! Udah hampir setahun gue nggak denger Noah ngomongin soal 'anak buah'. Apalagi soal kumpul di markas. Ngeri banget gue dengernya," tutur Romeo kembali teringat dengan Noah yang dulu ia kenal.
"Tapi kalo dipikir-pikir, gue cukup tertarik buat gabung di gengnya Noah. Biar kelihatan keren gitu. Siapa tau Sandra bakal suka sama gue kalo gue jadi anak geng."
"Nggak waras," ejek Xavier. "Kalo emang nggak suka ya nggak suka. Mau lo jadi anak geng atau anaconda juga Sandra nggak bakal suka sama lo."
"Nyesek woy nyesek!!! Pedes banget mulut lo tau. Nggak ada yang suka sama lo baru tau rasa," cecar Romeo.
"Nggak mungkin," kata Xavier santai.
"Nggak mungkin apaan?" tanya Romeo bingung.
"Nggak ada yang suka sama gue," jawab Xavier sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Sekali pun nggak ada cewek yang mau sama gue, masih ada Caca yang setia buat tetap suka sama gue dalam kondisi apapun," Xavier tersenyum miring penuh kemenangan.
"Idiiihhhh! Pas lagi kayak gini aja lo butuhin Caca. Nggak mutu banget sumpah," sinis Romeo tidak suka dengan ucapan Xavier.
"Lo itu sadar nggak kalo udah jahat sama Caca? Lo buat anak orang baper tapi enggak tanggung jawab."
"Gue nggak pernah niat buat dia baper," kata Xavier.
"Tapi Caca baper sama sikap lo onenggg," ujar Romeo gemas. "Gausah baperin Caca lagi deh kalo ujung-ujungnya mau lo buang."
"Caca itu terlalu baik buat diperlakuan sejahat itu sama lo. Mending kasih Caca ke cowok lain yang emang suka sama Caca."
Xavier langsung menatap tajam ke arah Romeo. Menyiratkan jika ia tidak suka dengan pendapat yang dikatakan temannya tersebut.
"Lo tau kalo Noah suka sama Caca?" tanya Romeo, kembali membuat Xavier bingung.
"Udah lama si Nono suka sama Caca. Tapi sayang banget, cintanya bertepuk sebelah tangan. Caca justru suka sama cowok jahat yang udah jelas-jelas nggak suka sama dia."
"Lo ngatain gue jahat?" tanya Xavier.
Romeo mengangguk tanpa ada keraguan. "Emang lo jahat kok. Perlakuan lo sekarang ke Caca itu cuma sekedar ngasih Caca harapan tapi besoknya bakal lo jatuhkan."
"Kalo gue sih lebih setuju Caca sama Noah. Udah ganteng sama cantik. Noah juga suka sama Caca, bakalan jadi pasangan yang Sakinah mawadah warohmah deh," papar Romeo lagi.
"Sejak kapan Noah suka sama Caca?" tanya Xavier penasaran.
Pasalnya, Xavier tidak pernah tau jika Noah menyukai Caca. Ia sudah lama mengenal Xavier namun belum pernah tau kabar tersebut. Noah sendiri juga tidak pernah bercerita tentang hal itu pada Xavier.
"Dari lama banget. Yang jelas pas masuk SMA udah suka sama Caca. Mereka juga sering ketemuan, Noah sering ngasih makanan ke Caca, sering duduk bareng di taman belakang sekolah, main-main bareng, terus juga—"
"Lo tau dari mana?" tanya Xavier cepat.
"Dari mata gue lah," jawab Romeo. "Nggak sengaja aja gue lihat mereka pas lagi berduan. Noah kelihatan happy banget kalo deketan sama Caca. Enggak beku bin kaku kayak es batu."
Xavier semakin kesal mendengar penjelasan dari Romeo. Apa yang Romeo katakan seolah-olah menjelaskan jika Caca juga merasa nyaman berada di dekat Noah. Apalagi Romeo baru saja bilang kalau mereka sering pergi berduaan.
"Kenapa? Cembukur nih?" ledek Romeo. "Makanya yang sekarang ada itu beneran diperjuangkan. Jangan cuma dipermainkan."
"Udah tau sendiri, kan, saingan lo siapa? Berat banget cuy!" Romeo sengaja mengompori Xavier, supaya temannya tersebut segera sadar.
Sedangkan yang dilakukan Xavier, masih mempertanyakan apakah ia benar-benar sudah menyukai Caca atau belum. Xavier tidak tau. Di satu sisi ia masih menyukai Reva, namun di sisi lain Xavier tidak rela jika Caca berhubungan dekat dengan laki-laki lain.
***
"Gimana sama penampilang gue tadi gaes?"
Ariel sangat penasaran dengan komentar dari kedua temannya tentang penampilannya tadi. Karena Ariel baru pertama kali ikut cheers, ia cukup gelisah jika ternyata penampilannya tidak memuaskan.
"Bagus kok. Enggak kelihatan kaku," jawab Caca.
"Not bad. Buat ukuran pemula udah cukup memuaskan," Sandra ikut menanggapi. Membuat Ariel dapat bernapas lega.
"Habis ini lo masih mau ikutan cheers, Ca?" tanya Ariel.
"Kayaknya sih iya," jawab Caca masih ragu. "Gue kan udah dikeluarkan dari paskib, jadi nggak punya eskul lain. Bosen kalo kelamaan di rumah."
"Oh ya! Gue jadi lupa mau gibahin soal Edwin!" seru Ariel.
"Yang sopan sama kakel," peringat Sandra.
"Halah udah bukan kakel kita lagi kok. Kan udah pindah sekolah," sahut Ariel santai. "Lagian kalo inget kelakuan dia ngebuat gue gedeg banget tau. Ngeri juga dan nggak nyangkan kalo cowok semacam Edwin ternyata seorang penjahat kelamin."
Malam ini mereka bertiga sedang berkumpul di rumah Ariel. Jadi tidak ada yang berani mengomentari suara cempreng Ariel ataupun sejenisnya.
"Jauh-jauh dari Edwin deh, Ca. Dia kan suka sama lo, bisa jadi lo juga jadi target dia," kata Ariel memberi saran.
"Waspada aja, tapi jangan kelihatan gegabah," sambung Sandra ikut menanggapi.
"Tadi gue nggak sengaja lihat Edwin di lapangan. Dia sama sekali nggak berhenti ngelihatin Caca. Berasa kayak lagi buru mangsanya gitu," ujar Ariel membuat Caca tanpa sengaja merasa takut.
"Gue udah nggak berani lagi natap muka dia. Nakutin banget," kata Caca.
"Nggak usah dilihatin, Ca. Mending ngelihatin cogan lainnya aja," sahut Ariel sambil menaikturunkan kedua alisnya.
"Oh ya gue sampe lupa mau tanya soal …" Ariel sengaja menjeda ucapannya saat mendapat notifikasi pesan di ponselnya.
Melihat isi pesan di ponselnya membuat Ariel mendelik sempurna. Buru-buru ia menyimpan ponselnya sebelum dilihat oleh kedua temannya.
"Chat dari siapa?" tanya Caca.
"Bu-bukan dari siapa-siapa kok," jawab Ariel gugup. "Gue keluar bentar ya?"
"Mau kemana?" tanya Caca lagi.
"Ketemu sodara gue," Ariel berujar cepat sambil memakai jaket. "Enggak lama. Kalian tunggu di sini dulu, entar gue pulang bawain banyak jajan. Oke?"
Tanpa menunggu lama lagi, Ariel bergegas keluar dari kamarnya. Membuat Caca dan Sandra tampak kebingungan dengan tingkah temannya tersebut.
"Gimana perkembangan misi lo?" tanya Sandra membuka topik baru.
Caca menggeleng pelan. "Belum ada peningkatan. Besok mungkin gue coba temui Reva lagi."
"Dan bakal diusir lagi sama dia," sahut Sandra.
"Gue ke sananya diem-diem. Biar Reva nggak tau," kata Caca mulai menjelaskan rencananya.
"Gue temenin," Sandra mulai menawarkan bantuan.
"Nggak perlu, San. Gue bisa sendiri kok," tolak Caca karena tidak mau merepotkan orang lain.
"Bakal tambah mencurigakan kalo banyak orang yang ke sana. Gue rasa, Reva juga punya banyak mata-mata."
"Berani ke sana sendirian?" tanya Sandra memastikan. "Lo harus inget kalo sekarang keselamatan lo lagi diincar banyak orang."
"Edwin maksud lo?" tanya Caca yang diangguki oleh Sandra.
"Dia ikut geng motor di sekolah yang sekarang. Pasti ada banyak rencana yang lagi Edwin buat sama temen-temennya," papar Sandra memberitahu Caca.
Mendengar kata 'geng motor' membuat Caca kembali teringat akan seseorang. Seketika Caca tidak hanya mengakhawatirkan keselamatannya sendiri.
"Jangan cemaskan Noah dulu, lo fokus jaga diri lo sendiri. Urusan Noah bisa lo tanyakan pas ada waktu ketemu sama dia," Sandra mencoba untuk menenangkan Caca.
Bukan. Bukan Noah yang sedang Caca cemaskan. Caca tau jika Noah adalah ketua geng motor, tapi untuk saat ini Caca justru tidak memikirkan Noah. Ada seseorang yang saat ini lebih Caca cemaskan keselamatannya.
***