"Yahh, kok baju gue jadi basah kayak gini?" Caca menatap sedih kaos yang ia pakai karena sudah basah oleh air hujan.
Meskipun hujannya tidak terlalu deras, tapi jarak antara minimarket cukup jauh. Jadi tetap saja akan membuat baju Caca basah.
"Apes banget sih gue hari ini. Kenapa sampe nggak sadar kalo hp-nya mati," gerutu Caca yang baru menyadari jika baterai di ponselnya habis.
Otomatis Caca tidak bisa memesan ojol. Harapan satu-satu Caca adalah menemukan taxi yang lewat di depannya.
"Semoga ada taxi yang lewat. Amiiin."
Caca berusaha mencari tempat yang nyaman untuk duduk, namun tidak bisa. Karena tempat duduk di halte sudah basah. Hujan juga semakin deras dan membuat tubuh Caca kedinginan. Terlebih Caca tidak memakai jaket dan hanya mengenakan kaos pendek.
Lima belas menit berlalu, dan belum juga ada taxi yang lewat. Caca benar-benar merasa cemas. Takut jika tiba-tiba Edwin datang menghampirinya.
Kondisi di sekitar Caca benar-benar sepi dan gelap. Hanya ada satu lampu yang menerangi jalanan. Jika ada preman yang datang, Caca pastikan ia tidak akan bisa kabur.
Tinn!
Caca terlonjak kaget mendengar suara klakson motor yang sangat keras. Di hadapan Caca saat ini sudah ada motor ninja dengan sang pemilik yang duduk di atas motor tersebut.
Awalnya Caca pikir jika orang tersebut adalah Edwin. Helm full-face yang dikenakan membuat Caca tidak langsung tau siapa pemilik motor di hadapannya ini.
Namun setelah Caca perhatikan lebih jelas lagi, ia baru sadar jika bukan Edwin yang sedang duduk di atas motor. Caca sangat yakin jika motor ninja di depannya adalah milik Xavier. Beberapa kali Caca melihat Xavier pergi ke sekolah dengan motor tersebut.
Tapi ... kenapa Xavier ada di tempat ini? Untuk apa Xavier berhenti di depan Caca?
Keraguan yang dirasakan Caca membuat Xavier berdecak kesal dari dibalik helm yang ia pakai. Tidak ada pilihan lain. Xavier mematikan mesin motornya kemudian turun dan berjalan mendekati Caca.
"Lo itu bodoh apa gimana?" tanya Xavier saat ia baru saja melepas helm dan berdiri tepat di hadapan Caca.
Ganteng banget! Caca hampir saja berteriak histeris melihat wajah tampan Xavier. Rambut hitamnya yang mulai basah karena air hujan membuat ketampanan Xavier semakin berlipat ganda.
Gimana mau suka sama cowok lain kalo Xavier seganteng ini? Pantas saja Caca bertahan mencintai sendirian selama lebih dari setahun. Jika model cowoknya seperti Xavier, tentu saja Caca sanggup bertahan selama apapun.
"Caca!"
"Eh, iya kenapa?" tanya Caca kaget mendengar bentakan Xavier.
"Ngelamunin apa?" tanya Xavier. "Bisa-bisanya lo ngelamun di saat lo kehujanan kayak gini."
Caca tampak memutar bola matanya malas. "Ya bisa lah."
Caca melamun juga gara-gara Xavier. Salahkan wajah Xavier yang terlalu tampan dan membuat otak Caca menggila karenanya.
"Buruan pulang," titah Xavier.
"Mata lo buta?" Caca balik menyindir. "Lo mau gue pulang sambil hujan-hujanan terus besok nggak bisa ikutan lomba?"
"Kapan gue nyuruh lo pulang hujan-hujanan?" tanya Xavier membuat Caca terdiam.
"Pulang sama gue," Xavier kembali berkata diluar dugaan Caca.
"Nggak usah nggak usah," tolak Caca sebelum Xavier memakai helmnya.
Bisa saja Caca menerima tawaran Xavier, tapi karena Xavier mengendarai motor membuat Caca berpikir dua kali. Caca tetap akan kehujanan walapun diantar pulang oleh Xavier.
"Gue pulang naik taxi aja. Masih hujan juga, nunggu agak reda dikit," ujar Caca tidak ingin mengecewakan Xavier dengan mengatakan kalau cowok tersebut mengendarai motor yang tidak bisa melindunginya dari hujan.
"Oke," kata Xavier membuat Caca sempat kebingungan.
Caca pikir Xavier akan pergi meninggalkannya. Tapi ternyata cowok tersebut hanya meletakkan helmya dan ikut berdiri di samping Caca.
Tidak berhenti sampai di situ, Xavier terlihat melepas jaket yang ia pakai dan beralih memakaikannya di tubuh Caca. Sontak perlakukan Xavier membuat jantung Caca berdebar sangat kencang.
"Lain kali kemana-mana pake jaket," kata Xavier terdengar seperti bisikan, karena ia mengatakannya tepat di depan telinga Caca.
"Gue nggak minta lo makein jaket di tubuh gue," lirih Caca berusaha kerasa menutupi kegugupannya.
"Dan gue cukup peka buat ngadepin cewek baperan kayak lo," sahut Xavier tersenyum miring melihat wajah Caca yang tampak kesal karena ucapannya.
"Nyebelin banget," cetus Caca.
"Tapi lo suka, kan?" Xavier tersenyum penuh kemenangan. Sedangkan Caca memilih diam daripada terus berkata namun pasti dikalahkan oleh lawan biacaranya.
"Besok gimana?" tanya Xavier terdengar ambigu.
"Gimana apanya? Lo kalo nanya yang jelas dong, jangan buat orang pusing," seloroh Caca masih kesal dengan ucapan Xavier sebelumnya.
"Berangkat sama siapa? Lo belum pernah pergi ke SMA Taruna," kata Xavier memperjelas maksud ucapannya.
"Dianter Tamara," jawab Caca. "Semua anak cheers berangkat bareng. Ke rumah Tamara dulu buat briefing."
"Briefing apa dandan?" tanya Xavier lagi. Membuat Caca yang mendengarnya membuang napas kesal.
"Kalo udah tau mending nggak usah nanya deh. Ngebuat orang darah tinggi aja," kesal Caca.
"Nggak usah ikut dandan," perintah Xavier. Hampir saja Caca balas dengan omelan, namun Xavier sudah kembali berkata lagi.
"Cantiknya buat gue aja, jangan buat orang lain."
Sebentar sebentar, apakah Caca baru saja salah dengar? Xavier mengatakan jika dirinya ... CANTIK?
"Tahan Caa tahann, jangan gampang baperan."
Aishh! Tetap saja susah. Bagaimana bisa Caca tidak baper setelah dipuji oleh Xavier?! Dan lagi, ucapan Xavier terkesan seperti ia tidak rela jika Caca terlihat cantik di depan banyak orang.
"Kenapa diem?" tanya Xavier menyadari jika Caca tidak kunjung membalas ucapannya.
Caca segera menggeleng cepat. "Nggak papa. Gue cuma kedinginan aja jadi susah buat ngomong."
Beruntung Xavier langsung mempercayai ucapan Caca. Terbukti dengan tidak adanya lagi pertanyaan yang Xavier tanyakan.
Hal tersebut cukup membuat Caca mampu bernapas lega. Setidaknya Caca memiliki kesempatan untuk kembali menormalkan degupan jantungnya.
Namun, di saat Caca baru saja merasa tenang, Xavier kembali berulah lagi tanpa memberi aba-aba.
Satu tangan Xavier terlihat meraih tangan Caca dan membawa ke dalam genggaman tangan Xavier. Dengan muka datar yang tidak juga berubah, Xavier dengan sangat kurang ajar menarik pelan tubuh Caca untuk lebih dekat dengan dirinya.
"Biar nggak dingin," kata Xavier terlihat sedikit membungkukkan tubuhnya untuk dapat berbicara dengan jelas di depan telinga Caca.
Bulu kuduk Caca terasa merinding, ditambah dengan debaran jantungnya yang semakin tak karuan.
Cukup!!!
Caca tidak sanggup lagi kalau harus dibuat baper sama Xavier! Hanya pacar sementara, tapi kenapa Xavier memperlakukan Caca semanis iniii?
***
"MENANG! MENANG! MENANG!"
Seluruh anggota tim basket baru saja melakukan briefing sebelum pertandingan berlangsung. Xavier sebagai kapten basket terlihat memakai headband warna hitam sambil memimpin anggotanya.
"Udah tau kabar terbaru?" tanya Noah pada Xavier.
"Apa?" Xavier bertanya sambil mengencangkan tali sepatu miliknya.
"Edwin pindah ke sini," kata Noah. "Dia gabung sama geng motor di sini," sambungnya membuat Xavier seketika mendongak.
"Jangan lupain kalo Edwin punya banyak cara buat ngehancurin musuhnya."
"Dia nganggap gue musuh?" tanya Xavier terdengar sangat polos.
"Lo yang ngebuat Edwin dikeluarin dari sekolah. Gara-gara lo juga Edwin gagal deketin Caca," ujar Noah.
"Jadi sekarang dia mau balas dendam sama gue?" Xavier melirik sekilas keberadaan Edwin yang duduk di pinggir lapangan.
"Mau buat sekolah kita kalah hari ini?"
Noah menggeleng. "Edwin bukan anak basket. Bukan kayak gini cara dia ngasih pelajaran sama musuhnya."
"Terus?" tanya Xavier.
"Ngajak balapan motor lah," sahut Romeo yang sudah ikut bergabung dengan kedua temannya.
"Kan barusan Noah bilang kalo Edwin join geng motor, kemungkinan besar dia bakal ngejebak lo biar mau balapan motor sama dia."
"Harus banget balapan motor?" Xavier ingin memastikan barangkali ada kemungkinan lain.
Noah mengangguk. "Sembilan puluh persen lebih kemungkinannya."
"Masih nggak percaya, Sap? Si Noah kan mantan anak geng, dia tau betul lah sama hal-hal kayak gitu," papar Romeo.
"Bukan mantan," ralat Noah. "Gue cuma lagi istirahat."
"Halahh, bilang aja lo takut kena omel bonyok lo gara-gara ketauan balapan lagi. Lagian gue lebih seneng kalo lo jadi baik kayak gini, No" ujar Romeo mengingat bagaimana kenakalan Noah saat pertama kali ia mengenalnya.
Xavier juga tau kalo Noah adalah ketua salah satu geng motor yang terkenal di wilayah ini. Ada banyak anggota geng motor yang diketuai oleh Noah. Hanya saja, saat ini Noah sedang dalam masa persembunyian. Setelah mendapat teguran dari orangtuanya, Noah meminta waktu pada anggotanya untuk istirahat sejenak.
"Gue berharap banget semoga Edwin enggak banyak tingkah dan nyelakain lo berdua," kata Romeo dengan kedua tangan menegadah ke atas.
"Buat jaga-jaga aja. Usahain lo selalu ada di deket Caca. Urusan Edwin, biar gue dulu yang ngawasi dia," ujar Noah memberi arahan pada Xavier.
"Gue bakal nyuruh beberapa temen gue buat ikut jagain Caca. Jadi lo nggak bakal kerja sendirian."
"Caca cuma satu, nggak harus diawasin banyak orang juga," kata Xavier santai, namun justru mendapat timpukan dari Romeo.
"Enak aja kalo ngomong. Lo pikir Edwin bakal ngincer Caca seorang diri?" Romeo menatap heran ke arah Xavier.
"Dia bakal ngerahin anggotanya dan pake tak tik buat ngedapatin Caca dan nyelakain lo," lanjutnya.
"Jangan lo anggap anak geng motor sebagai bahan bercandaan. Mereka bisa lebih mengerikan daripada yang lo bayangin sekarang," cetus Romeo terlihat serius.
"Karena kita belum tau rencana yang lagi disusun sama lawan, lebih baiknya kita tetap jaga-jaga dan sebisa mungkin bersikap tenang. Jangan sampai lawan kita tau kalo kita juga punya rencana," tutur Noah.
Xavier baru saja ingin bertanya, namun suara tanda pertandingan akan segera dimulai membuat Xavier mengurungkan niatnya.
Dari awal Xavier mamang berniat memberi pelajaran pada Edwin. Hanya satu lawan satu. Dan tidak membawa-bawa nama geng motor.
***