"KANTIN YUK!"
Ariel berseru heboh tepat setelah guru ekonomi keluar dari kelas. Tidak hanya Ariel saja, banyak siswa yang langsung berhamburan keluar menimbulkan suara seperti gerombolan lebah yang sedang beterbangan.
"Gue langsung latihan paskib. Kalian ke kantin berdua aja nggak papa, kan?" tanya Caca terlihat sudah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"Lo udah sarapan?" tanya Sandra memastikan.
Caca tersenyum singkat sebelum akhirnya ia memangguk. Sebenarnya Caca belum sempat sarapan, dia hanya minum susu pagi tadi karena Mbok Ati sedang tidak enak badan.
"Ke lapangan dulu ya, girls. Kabar-kabar kalo ada tugas. Oke?" seru Caca lalu berjalan keluar dari kelasnya.
Sesekali Caca melirik jam tangannya. Berharap jika ia tidak dimarahi oleh pelatih karena telat sampai di lapangan. Karena ada ulangan yang mendadak, Caca tidak mengira jika akan membutuhkan waktu lama untuk mengerjakannya.
"Maaf Kak, saya telat sampai lapangan soalnya tadi-"
"Langsung masuk ke barisan, Ca" ujar Kak Edwin-ketua paskibra SMA Trisakti.
Caca segera mengangguk. Meletakkan ranselnya di bawah pohon dan bergabung dengan anggota paskib lainnya.
"Enak banget jadi Kak Caca, nggak pernah dapat omelan dari Kak Edwin," Selly-salah satu siswa kelas sepuluh menatap iri karena Caca mendapat perlakuan spesial dari Edwin.
"Gue sih udah nggak heran dan nggak iri lagi. Soalnya gue dukung Caca sama Kak Edwin, tapi Caca-nya nggak mau," ujar Kirana-teman satu angkatan Caca.
"Iya loh, Ca. Kak Edwin seganteng itu kok ditolak sih? Sayang banget tau," teman Caca yang lainnya ikut menanggapi.
Caca hanya tersenyum dan memilih diam. Ia rasa teman-temannya sudah tau kenapa Caca belum pernah menerima laki-laki yang berusaha menyukainya.
"Soalnya Kak Edwin enggak setajir Kak Xavier ya, kak?" tanya Selly membuat Caca menggeleng.
"Ih tapi emang pesonanya Kak Xavier tuh enggak main-main kok. Cuma diem aja dia ber-damage banget. Aku kalo lihat Kak Xavier berasa lagi lihatin cogan-cogan yang ada di novel."
"Dan gue nggak nyangka kalo lo sekarang jadi pacarnya Xavier," kata Kirana. "Entah kalian berdua beneran pacaran atau enggak, lo harus inget Ca kalo banyak orang yang ngedukung lo. Misal nanti Xavier ngebuang lo, masih banyak cowok lain yang sama lo, Ca. Paham, kan, maksud gue?"
Senyum Caca kembali mengembang saat Kirana merangkulnya. Sudah tidak heran lagi jik kabar Xavier mengakui Caca sebagai pacarnya, menyebar dengan sangat cepat. Tentu banyak yang heran dengan pengakuan Xavier, karena hampir semua siswa di SMA Trisakti tau kalau Xavier hanya menyukai Reva.
"Cowok lo tuh, Ca. Main sama cewek lain di belakang lo," bisik Kira menunjuk ke arah lorong.
Kedua mata berhasil menangkap sepasang remaja yang sedang berbincang satu sama lain dengan senyum yang mengembang di wajah keduanya. Terlihat jika mereka merasa nyaman satu sama lain. Dan sangat jelas kalau mereka saling menyukai.
"Ingat Caaa, lo cuma jadi pacar boongan. Jelas nggak bisa dibandingkan sama posisi Reva," Caca menepuk-nepuk pelan dadanya untuk menghilangkan rasa sakit di hatinya.
Tidak lama setelah itu Caca kembali fokus latihan saat mendengar Edwin mulai mengatur barisan.
Di sisi lain yang tidak jauh dari lapangan, Xavier baru saja menemui Reva setelah memberikan makan siang untuk perempuan tersebut.
"Makasih buat makan siangnya, aku balik ke kelas dulu," pamit Reva tersenyum manis pada Xavier sebelum ia berlalu pergi ke kelasnya.
"Idihhh! Jahat banget lo, Xav. Nyuruh-nyuruh Caca nggak deket cowok lain tapi lo sendiri mesra-mesraan sama Reva di depan umum," sindir Romeo yang sejak tadi memperhatikan interaksi Xavier dan Reva.
"Nggak usah ikut campur," kata Xavier.
"Gue sumpahin lo kualat, Xav. Jangan sampai deh gue jadi cowok jahat kayak lo. Ngeri kok ngeriii," Romeo bergidik lalu beralih menatap Noah yang berdiri di sebelahnya.
"Lagi ngelihatin apaan, No?" tanya Romeo penasaran
Noah menunjuk beberapa siswa yang sedang latihan paskib. "Dari dulu gue nggak setuju Edwin jadi ketua paskib."
"Emangnya kenapa?" Romeo ikut memperhatikan anak-anak paskib yang sedang latihan. "Dia bagus kok kalo suruh ngelatih PBB. Dibanding sama gue yang masih suka keliru antara balik kanan sama balik kiri."
"Caper," jawab Noah. "Jijik banget lihat sikap dia," imbuhnya lagi.
Romeo yang belum paham dengan maksud ucapan Noah, kembali memperhatikan kesalahan apa yang sedang dilakukan oleh Edwin.
"Nggak harus megang kaki juga kalo cuma buat ngajarin PBB yang bener," satu ucapan yang baru saja keluar dari mulut Noah membuat Romeo paham.
"Anjir! Modus banget tuh si Edwin. Yang dipegang juga cewek-cewek yang bening!" seru Romeo namun tidak sampai terdengar ke telinga Edwin.
"Kok mereka nggak pada nendang mukanya Edwin sih?"
"Itu dia yang lagi gue selidiki," kata Noah. "Gue mau ngelaporin Edwin tapi belum punya bukti."
"Gilak sih, gue jadi suudzon kalo Edwin punya niat lain. Dia kayak penjahat kelamin gitu mukanya," ujar Romeo bergidik ngeri.
Noah berpikir jika dibalik latihan paskib yang terlihat serius, pasti ada akal busuk Edwin. Bisa jadi Edwin mengancam anggota paskib di belakang latihan supaya tidak melaporkan tindakannya.
"Tanya sama Caca aja, No. Dia, kan, juga ikut paskib," cetus Romeo.
Noah menggelengkan kepalanya. "Caca bukan target Edwin. Lebih tepatnya, Edwin punya cara lain buat memperlakukan Caca."
"Mungkin bisa lebih dari yang sekedar kita lihat di lapangan saat ini."
"Heh! Maksud lo Caca udah diapa-apain sama-"
"Bukan. Cuma dugaan aja," kata Noah membuat Romeo bernapas lega. "Edwin suka sama Caca. Bisa jadi dia punya rencana tersendiri buat ngedeketin Caca, beda ceritanya sama anak paskib lain yang sekarang jadi korban dia di lapangan."
"Ngeri euy! Buruan deh laporin ke BK. Gue jadi ikut gedeg tau."
"Lo lupa sama omongan gue tadi? Gue belum punya bukti-"
"Butuh bukti apa?" tanya Xavier setelah sekian lama hanya diam.
"Bukti kalo Edwin itu cowok mesum, Sap. Lo lihat aja tuh dia lagi ngapain di lapangan. Nggak ada takut-takutnya sama sekali," ujar Romeo menjawab pertanyaan Xavier.
"OSIS nggak diperbolehkan buat masuk ke ruangan CCTV. Ada petugas yang jagain di sana. Edwin bisa ngasih suap supaya petugas itu nggak nyebarin video buruk tentang dia," papar Noah memperjelas kesulitan yang sedang ia hadapi.
Edwin merupakan salah satu anak dari donatur di SMA Trisakti, seperti halnya Serena. Banyak yang segan berhadapan dengan Edwin karena takut mendapat masalah dengan laki-laki tersebut.
"Jam berapa petugas CCTV pulang?" tanya Xavier membuat Noah dan Romeo mengernyit bingung.
"Sama kayak kita, Sap. Kalo udah bel pulang sekolah, petugasnya juga pulang. Eh, tapi ada yang gantiin. Kan modelnya shift-shiftan gitu," jelas Romeo.
"Oke. Gue pergi dulu," Xavier kemudian pergi dari hadapan kedua temannya begitu saja.
"Mau kemana woy! Bentar lagi masuk, Sap!" seru Romeo.
"Bantu kerjaan OSIS!" balas Xavier tanpa menolehkan wajahnya ke belakang.
"Njirrr! Sejak kapan Sapien doyan ngurusin kerjaan OSIS. Ngurus diri sendiri aja masih suka mager," heran Romeo tidak habis pikir dengan Xavier.
Lain halnya dengan Noah, ia memiliki pendapat lain mengapa Xavier tiba-tiba berubah. Pasti ada seseorang yang membuat Xavier sangat ingin melakukan hal tersebut. Seseorang yang tanpa sadar mulai mencuri hati Xavier secara perlahan.
***