Pukul 00.30
Sudah lebih dari dua jam Caca mencoba memjamkan matanya supaya lekas tidur. Tapi hasilnya gagal. Caca terus saja terngiang-ngiang dengan ucapan Xavier sebelum laki-laki tersebut pergi dari rumahnya.
"Jangan terima tamu cowok. Gue nggak suka."
Apa-apaan ini? Kenapa kesannya Xavier mengatur kehidupan Caca? Lalu, harusnya Caca merasa kesal dengan tindakan Xavier yang mengusik ketenangannya saat ini. Tapi yang terjadi justru, Caca baper sama kata-katanya Xavier!
"Astaghfirullah ... kenapa nggak ilang-ilang sih wajah Xavier di otak gue? Mau tidur gue tuh, besok ada ulangan ekonomi!" kesal Caca mengacak-acak rambutnya.
"Jantung gue kenapa jadi dag dig dug gini? Ayolah Ca, pasti Xavier tadi lagi ngigo. Dia nggak mungkin cemburu ngelihat gue sama Noah. Nggak mungkin nggak mungkin."
Caca terus merapalkan banyak doa supaya bisa tetap tidur. Ia sudah menggunakan penutup mata, menyetel music mellow, bahkan sampai mendengrkan cerita galau sebelum tidur.
Haish! Gagal! Tetap saja Caca tidak berhasil tidur.
"Xavier sialannnn!!! Gara-gara lo gue gabisa tidur!"
"Non Aca kenapa, Non?" tanya Mbok Ati dari luar kamar Aca.
"Eh, nggak papa Mbok. Maaf udah ganggu Mbok," jawab Caca memelankan suaranya.
"Ya sudah, Non. Sudah malam Non, jangan begadang terus. Simbok balik ke kamar dulu," kata Mbok Ati berjalan menjauhi kamar Caca.
Kesal rasanya mengingat sikap manis Xavier yang membuat perut Caca terasa mual. Terlalu lama mencintai sendirian membuat Caca bodoh dan tidak tau harus merespon seperti apa jika mendapat masalah seperti ini.
"Gue sok sokan bijak banget kalo ditanya sama temen-temen soal hubungan mereka, tapi kalo ngurus diri gue sendiri kok gabisa sih?!"
Caca menggeram kesal sambil memeluk boneka wortel yang baru ia beli beberapa hari yang lalu. Baru saja Caca akan merebahkan diri, suara ponsel membuat Caca kembali duduk.
+62812xxxxxxxx
Tidur
Helaan napas panjang terdengar keluar dari mulut Caca. Meski nomernya belum tersimpan di ponsel Caca, tapi ia hapal dengan pemilik nomer tersebut.
+62812xxxxxxxx
Gausah mkrn gue
Dasar kepedean! Siapa juga yang sedang memikirkan Xavier.
+62812xxxxxxxx
Jgn bohong sama pacar
Ntar kualat
Cuma pacar bohongan. Tidak akan membuat Caca berdosa hanya karena mengabaikan pesan dari Xavier.
+62812xxxxxxxx
Sv no gue
Skrg!
Hampir saja Caca menbanting ponselnya saking kesalnya dengan Xavier. Namun satu pesan terakhir yang dikirim Xavier membuat Caca mengurungkan niatnya.
+62812xxxxxxxx
Night♥️
Mamaaaa! Caca gabisa diginiin! Tolong untuk laki-laki bernama Xavier untuk tidak semena-mena mempermainkan perasaan anak orang!
***
Gara-gara semalam tidak tidur dengan nyenyak, Caca tidak yakin jika nilai ulangannya akan memuaskan. Sebagian besar waktu saat ulangan tadi Caca gunakan untuk tidur. Ia benar-benar tidak bisa menahan rasa kantuknya.
"Habis lembur chatingan sama Xavier nih!" kata Ariel tiba-tiba sudah berada di dekat Caca.
"Sandra mana?" tanya Caca melihat Ariel sendirian. "Lagi bantu ngoreksi," balas Ariel mulai menguyah cireng yang ia beli di kantin.
"Mata lo kok jadi item gitu sih? Habis lembur nonton drakor apaan? Perasaan lagi nggak ada drakor romance yang tayang sekarang deh," Ariel yang juga pecinta drakor tahu betul setiap ada drakor on-going.
"Romance yang lo maksud, kan, kalo pemainnya bias lo doang," sahut Caca membuat Ariel terkekeh pelan.
"Tapi serius nih, Ca. Lo habis begadang karena apa? Jarang banget gue lihat lo tidur pas ulangan," heran Ariel karena Caca termasuk siswa teladan di kelasnya.
"Nggak nonton apa-apa," balas Caca.
"Bohong ih. Gue paham banget muka-muka lo kalo habis begadang. Ngapain aja semalem? Chatingan sama Xavier ya?" tebak Ariel menatap Caca penuh selidik.
"Ah, Caca nggak asik deh. Udah punya cowok jadi main sembunyi-sembunyi gitu."
"Cowok apaan? Cuma bohongan doang. Gabisa dibanggain," ujar Caca masih kesal dengan sikap Xavier.
"Disyukuri aja deh, Ca. Itung-itung jadi pengalaman lo bisa deket sama cogan. Mana tau Xavier bukan jodoh lo. Kan lumayan tuh, lo udah ngerasain-"
"Ngerasain apa?" tanya Caca cepat.
Ariel menghentikan aktivitasnya sesaat, menatap lurus dan serius ke arah Caca. "Jujur sama gue, Ca. Lo udah ngapain aja sama Xavier? Atau ... Xavier udah ngapain aja ke elo?"
"Ngapaian apalagi coba? Orang baru sehari kok ditanyain gitu," heran Caca menggeleng tak percaya.
"Ohhh, jadi karena baru sehari makanya lo masih suci? Berarti kalo udah berhari-hari bisa jadi lo udah enggak perawan lagi dong, Ca?"
"Enak aja!" sahut Caca cepat. "Lo pikir gue cewek apaan yang mau digitu-gituin? Secinta-cintanya gue sama Xavier, gabakal gue pake cara kotor buat ngedapatin dia."
"Heh! Bukan kayak gitu yang gue maksud," Ariel menggeplak pelan lengan Caca. "Kissing doang loh, Ca. Nggak sampe buat baby. Pikiran lo terlalu jauh kok."
"Oooh, kirain," Caca merasa malu karena jawabannya sendiri.
"Jadi gimana? Udah gitu-gitu belum, Ca?" tanya Ariel lagi.
Caca menggeleng. "Nggak bakal gitu-gitu lah, Riel. Kan cuma pacar bohongan doang. Lagian gue juga bukan tipenya Xavier. Mana mau dia ngapa-ngapain gue."
"Udah gausah galau gitu, Ca. Lo itu cantik kok. Kalo Xavier gamau nyentuh lo, masih banyak cowok yang mau. Beneran deh, percaya sama gue," kata Ariel percaya diri.
"Geli tau gue dengernya," Caca bergidik ngeri. "Berasa kayak tante girang yang butuh belaian. Hih! Naudzubillah."
Ekspresi Caca berhasil membuat Ariel tertawa lepas. Mereka berdua pun kembali mengobrol hal lain yang berbeda dari tadi sambil menghabiskan waktu istirahat.
"Cacaaa," panggil seorang siswa yang berlari kea rah Caca.
"Iya, kenapa?" tanya Caca.
"Lo disuruh ke ruang ketua yayasan sekarang," kata siswa tersebut membuat Caca mengernyit bingung.
"Gue? Ngapain disuruh kesana?" tanya Caca pensaran. "Nggak tau Ca. Kan gue cuma disuruh aja. Mending lo buruan kesana deh. Gue balik ke kelas dulu."
Caca merasa was-was mendengar dirinya diminta ke ruang Yayasan. Biasanya, hanya siswa yang akan dikeluarkan dari sekolah yang diminta untuk ke ruang Yayasan.
"Eh Riel, kira-kira gue bakal diapain di sana?" tanya Caca merasa takut.
"Dikasih cogan mungkin. Atau nggak ya lo dapat kupon berhadiah," jawab Ariel asal.
"Yang bener, Riel" gerutu Caca. "Ya mana gue tau, Caca. Udah lo ke sana aja sekarang, daripada kena marah, kan, lo sendiri yang rugi." Ariel mendorong tubuh Caca untuk menjauh dari tempatnya.
"Fighting Caca!" seru Ariel tersenyum lebar ke arah Caca sebelum ia kembali melahap cireng.
Selama berjalan ke ruang Yayasan, Caca tidak berhenti menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Lah, kok malah jadi kayak orang mau lahiran?
Caca menggeleng cepat saat ia berpikir jika mungkin dirinya sudah melakukan kesalahan namun tidak ia sadari. Jangan sampai Caca dikeluarkan sekolah. Ia belum sempat punya pacar, ya kali mau keluar dari sekolah yang isinya cogan-cogan.
"Permisi," Caca berucap sopan di depan pintu ruang Yayasan.
"Silakan masuk," suara lembut seorang Wanita menuntun Caca memasuki ruangan tersebut.
Sampai di dalam ruangan, Caca dikejutkan dengan keberadaan seseorang yang sangat familiar di mata Caca.
"Silakan duduk, Caca" ucap Tiana tersenyum lembut ke arah Caca.
Dengan ragu, Caca duduk di kursi yang berada di sebelah kursi yang diduduki oleh Tiana-ibu kandung Xavier.
"Jangan tegang seperti itu, Tante nggak marahin kamu kok," Tiana melihat jelas ketakutan di wajah Caca.
Detik itu juga Caca teringat jika Xavier adalah cucu dari pemilik yayasan tempatnya bersekolah. Hanya saja, yang mengurus sekolah ini bukan orangtua Xavier. Tapi kakak dari ibu kandung Xavier.
"Siang, Tante" Caca menyapa Tiana masih dengan perasaan gugup yang memenuhi dirinya.
Tiana terkekeh pelan melihat ekspresi Caca. "Relaks saja, Caca. Tante hanya ingin ngobrol sama kamu."
Aduhh! Gimana Caca bisa tenang jika ia sedang berhadapan dengan orangtua Xavier. Sedangkan saat ini, Caca masih memiliki kebohongan yang sedang ia tutupi di hadapan Tiana.
"Tante dengar, tadi pagi Xavier tidak menjemput kamu. Benar itu, Ca?" tanya Tiana memastikan informasi yang ia dapat dari orang suruhannya.
"Benar, Tante" jawab Caca. "Tapi Caca sendiri yang minta Xavier supaya tidak menjemput Caca. Soalnya tadi ada ulangan jadi Caca harus berangkat pagi."
Jelas-jelas bohong. Caca sendiri yang menghindari Xavier. Ia menyuruh Sandra untuk menjemputnya sebelum pukul enam. Dengan begitu Caca bisa terlepas dari pesona Xavier.
"Kalau Xavier bertindak buruk sama kamu, langsung lapor ke Tante. Jadi biar Tante yang marahin dia," pinta Tiana serius dan diangguki oleh Caca.
"Oh ya Tante mau tanya sama Caca," kata Tiana membuat Caca mendongak. "Caca kenal sama perempuan yang namanya Reva?"
Bahh! Harus menjawab bagaimana ini? Caca tidak mungkin menambah kebohongan lagi. Sungguh, Caca tidak pandai berbohong di depan orangtua.
"Kenal Tante," jawab Caca lirih.
"Kalau kenal ... Caca tau soal hubungan Xavier sama Reva?" Tiana kembali bertanya pada Caca, dan mau tidak mau membuat Caca mengangguk.
Tiana terlihat menghela napas berat. "Sebenarnya Tante sudah sreg kalau Xavier sama kamu. Tapi, tidak tau kenapa Tante merasa jika Xavier masih menyukai Reva."
Seratus. Seratus buat Tante Tiana. Harusnya Caca bisa mengatakan hal itu pada Tante Tiana.
"Caca tau Reva tinggalnya dimana?" tanya Tiana kembali membahas soal Reva.
Caca menggeleng pelan. "Caca lagi nyoba buat cari tau, Tan. Nanti kalau udah ketemu, Caca kasih tau ke Tante."
Tiana menatap ke arah Caca. Merasa heran dengan tindakan yang dilakukan oleh gadis tersebut.
"Bukankah Caca menyukai Xavier?" tanya Tiana membuat Caca membelalakkan kedua matanya.
"Ta-Tante kok bisa-"
"Banyak guru yang membicarakan soal kalian. Makanya Tante bisa tau," ujar Tiana menjawab rasa penasaran Caca.
Mendengar hal tersebut membuat Caca menunduk. Menyembunyikan rasa malu karena dipergoki oleh ibunya Xavier. Malu banget sumpah!
"Caca tidak perlu repot-repot nyari tau soal Reva. Harusnya Caca fokus sama hubunga Caca dan Xavier saja," kata Tiana memberi masukan.
Tidak akan bisa fokus. Untuk apa juga fokus menjalani hubungan palsu. Sia-sia saja kalau Caca sudah tau akhirnya ia sendiri yang akan terluka.
"Caca cuma pengin bantu Tante Tiana saja. Kan, Tante juga pensaran soal Reva, jadi selagi Caca bisa, nggak ada salahnya, kan, Tante?" Caca tersenyum manis seolah tidak memperlihatkan perasaan aslinya.
"Baiklah. Tapi Caca harus janji buat tidak memaksakan diri. Mencari tahu soal Reva itu bukan kewajiban Caca. Paham, kan, maksud Tante?"
Caca mengangguk paham. Kembali mengiyakan satu hal yang Caca sendiri tidak tahu bagaimana akhirnya. Entah berjalan mulus atau tidak.
***
"BURUAN KE LAPANGAN WOI!" Romeo berseru menatap Xavier yang masih duduk manis di dalam kelas.
"Lo duluan. Nanti dia juga nyusul," kata Noah menyuruh Romeo untuk pergi ke lapangan.
Setelah Romeo pergi, Noah berjalan kembali ke kelasnya. Menyadari jika ada hal yang ingin Xavier katakan padanya.
"Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Caca," kata Noah mengawali pembicaraan.
Xavier tampak acuh dan enggan menjawab pernyataan Noah. Meski memang hal tersebut yang ingin Xavier dengar saat ini.
"Kalo lo gabisa jaga Caca baik-baik, mending kasih ke gue," Noah kembali berucap dan berhasil membuat Xavier menoleh. "Kenapa? Nggak terima Caca buat gue?"
"Bukan urusan gue," sahut Xavier cepat.
"Naif banget lo," sindir Noah. "Kalo suka itu bilang. Jangan sok nggak suka padahal takut diembat orang lain."
"Gue nggak suka sama Caca," kata Xavier. "Dia cuma pacar sementara buat gue. Tanpa ada rasa."
"Lo yakin?" tanya Noah. "Kalo gitu, gue ijin nggak latihan basket. Mau nganter Caca pulang," Noah beranjak dari duduknya.
Berjalan ke luar kelas untuk pergi ke kelas Caca. Jika tidak salah, hari ini Caca tidak latihan cheers sepulang sekolah. Karena kata Tamara mereka sudah latihan saat istirahat.
"Ke lapangan sekarang!"
Noah tersenyum miring mendengar teriakan tegas Xavier. Ia berbalik saat berada di ambang pintu, memberikan hormat dua jari pada Xavier lalu berbelok ke arah yang berlawanan dari lapangan basket.
Sadar dengan apa yang dilakukan Noah membuat Xavier berlari keluar kelas. Saat baru sampai di depan kelas ia dikejutkan dengan kedatangan siswa lain yang membuat Xavier tidak sengaja menabraknya.
"Astaghfirullah!"
Tunggu. Xavier paham dengan suara tersebut. Tentu saja Xavier paham dengan suara perempuan yang akhir-akhir ini menyita perhatiannya.
"Hih! Bisa nggak sih nggak usah lari-lari di sekolah? Badan lo tuh gede, Xav. Sakit tau kalo nabrak orang," maki Caca mengelus-elus lengannya yang bertabrakan dengan tubuh Xavier.
"Minta maaf dong bukannya malah diem kayak patung!"
Xavier menertawakan dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia berlari hanya karena melihat Noah berjalan ke arah kelas Caca.
"Malah senyum-senyum kayak orang gila. Atau jangan-jangan lo udah gila?" tanya Caca.
"Gua masih waras," balas Xavier.
"Kalo emang masih waras, buruan minta maaf. Sakit tau badan gue ditabrak sama lo," paksa Caca menyuruh Xavier untuk meminta maaf padanya.
"Lo yang harusnya minta maaf," kata Xavier membuat Caca menatap ke arahnya. "Kok jadi gue sih? Kan, yang barusan nabrak itu lo, bukan gue."
"Terus yang tadi pagi kabur dari gue siapa? Udah gue jemput malah lo kabur sama temen lo," tukas Xavier seketika itu mengalahkan pendirian Caca.
"Yaudah sih," Caca mengalihkan pandangannya dari wajah Xavier. "Yaudah apa?" tanya Xavier menatap Caca.
"Yaudah lupain aja. Orang nggak penting juga kok," sahut Caca tanpa memikirkan apakah jawabannya benar atau tidak.
Sepertinya Caca memang sengaja memainkan emosi Xavier. Dengan gampangnya Caca bilang hal itu tidak penting, sedangkan Xavier mendapat amukan dari ibunya karena tidak berangkat sekolah bersama Caca.
"Udah selesai, kan, urusannya? Gue capek, mau pulang terus tidur," kata Caca berjalan menjauhi Xavier.
Belum sempat tiga langkah Caca berjalan, tangannya sudah dicekal oleh Xavier. "Nggak semudah itu lo kabur dari gue."
"Gue nggak kabur. Cuma mau pulang. Paham bahasa manusia apa enggak?" tantang Caca seolah tidak takut dengan tatapan tajam Xavier.
Sebenarnya Caca takut, tapi Caca harus bersikap berani supaya tidak terlihat lemah di depan Xavier.
"Ikut gue," Xavier menyeret paksa Caca untuk mengikuti langkahnya.
"Lepasih tangan gue! Lo pikir nggak sakit dicekal kayak gini? Ih, Xav. Denger omongan gue apa enggak sih?!"
Xavier tidak peduli dengan ocehan Caca, ia tetap berjalan menuju lapangan basket, dan baru melepaskan cekalannya saat sudah mendudukkan Caca di kursi penonton.
"Duduk di sini. Jangan berani kabur sebelum gue kelar latihan," cetus Xavier hendak diprotes oleh Caca namun sudah kembali diancam olehnya. "Berani kabur, gue kasih lo hukuman."
Setelah memastikan Caca melakukan keinginannya, Xavier berlari ke tengah lapangan bergabung dengan anggota basket lain untuk memulai latihan.
Sedangkan Caca, masih menggerutu tidak jelas dan menyumpahi Xavier dengan kata-kata kasar. Enak saja Xavier menyuruhnya seperti ini. Memang sih, Caca dari dulu berharap bisa menemani Xavier latihan basket. Tapi bukan dengan status pacar bohongan.
Ting!
Caca menghentikan sejenak makian dalam hatinya saat mendapat pesan dari Sandra. Ada satu informasi penting yang membuat Caca berubah serius dalam sekejap.
Sandra: gue udh tau identitas Reva
***