Chereads / About Is Love / Chapter 23 - BAGIAN 22 II LOVE IS BLIND

Chapter 23 - BAGIAN 22 II LOVE IS BLIND

"Lo harus minta putus sekarang, Ca!"

Ariel menatap lurus ke arah Caca untuk memastikan jika Caca mengiyakan permintaannya.

"Kalo bisa juga udah gue lakuin dari semalem," kata Caca sambil menguyah permen jelly.

"Xavier nggak mau diajak putus?" tanya Sandra membuat Caca menggeleng cepat. "Gue nggak mau jadi pacar dia, tapi Xavier egois banget. Masa dia mutusin suatu hal tanpa denger pendapat gue dulu."

"Semalem lo bilang apa sama Xavier?" tanya Ariel penasaran.

"Gue nggak mau ngelanjutin sandiwaranya lah. Ogah banget gue kalo suruh jadi bacar boongannya dia. Lebih baik gue jomblo sambil mencintai dia sendirian daripada dipermainin kayak gini," cecar Caca merasa kesal.

"Kok Xavier nyebelin banget sih. Coba aja dia nggak ganteng, udah gue cabik-cabik muka dia," kata Ariel.

"Emang kalo ganteng kenapa?" tanya Sandra bingung.

"Sayang dong, San. Aset berharga tuh nggak boleh dirusak gitu aja," jawab Ariel membayangkan wajah tampan Xavier.

"Najis banget. Tadi lo nyuruh Caca putus seolah-olah lo benci sama Xavier. Tapi sekarang lo malah muji-muji dia," sinis Sandra membuat Ariel berdecak pelan.

"Udah beda lagi dong, San. Gue emang kesel sama keputusan Xavier karena mainin perasaannya Caca. Tapi tetap aja gue nggak bisa bohong kalo Xavier itu ganteng. Jadi kayak kelakuan bejatnya dia tuh ketutup sama muka gantengnya gitu," Ariel kembali memuji ketampanan Xavier yang menurutnya di luar batas.

"Lo suka Noah apa Xavier? Pilih satu aja," kata Sandra.

"Noah dong. Gue kalo sama Xavier mah udah mundur sebelum bertanding. Saingannya berat euy!" seru Ariel melirik sekilas ke arah Caca.

"Ambil aja kalo mau," ujar Caca malas.

"Yang bener kalo ngomong! Entar beneran gue ambil, lo-nya mewek nggak kelar-kelar," peringat Ariel membuat Caca terkekeh pelan.

"Dah tuh mulai nggak waras si Caca. Baru sehari jadi pacarnya Xavier udah senyum-senyum nggak jelas," sindir Ariel menggeleng tak percaya.

"Diapain aja sama Xavier?" tanya Sandra.

"Dibuat baper lah. Gue kan baperan banget," jawab Caca tanpa merasa malu.

"Udah ngapain aja kalian berdua?"

"Cuma berangkat sekolah bareng," balas Caca jujur.

"Tadi lo ngapain ke kelas Xavier sambil bawa makanan, Ca?" tanya Ariel mengingat apa yang dilakukan Caca siang tadi.

"Tante Tiana bilang kalo Xavier belum sempat sarapan, jadi gue inisiatif buat bawain makanan," cetus Caca.

"Seneng udah bisa deket sama Xavier?" Sandra kembali menginterogasi. Dan Caca tampak mengangguk.

"Lebih seneng lagi kalo Xavier beneran suka sama gue."

Tentu saja Caca sangat bahagia memiliki kesempatan untuk bisa berdekatan dengan Xavier. Tapi jika mengingat niat asli Xavier, Caca harus sadar kalau dirinya hanya diperlakukan sebagai pengganti saja.

"Bantu gue buat cari tahu keberadaannya Reva," kata Caca menginterupsi kedua temannya.

"Mau buat apa? Lo mau ngelabrak dia?" tanya Ariel terdengar sangat konyol.

"Gue mau sandiwara ini secepatnya kelar. Biar gue nggak kelamaan baper dan menimbun rasa sakit hati di kemudian hari," jawab Caca.

"Terus hubungannya sama Reva apaan?"

"Kalo Caca bisa nemuin identitas Reva, dia bakal kasih tau ke Xavier. Habis itu Xavier lapor ke nyokapnya dan minta restu. Ntar kalo udah dapat restu dari si nyokap, Xavier nyamperin Reva buat ngasih kabar baik ke dia. Mereka berdua bakalan bersatu dan Caca balik jomblo lagi," papar Sandra menjelaskan maksud dari ide yang dimiliki Caca.

"Mantebbb! Otak lo encer banget kalo buat mikir beginian, San" puji Caca sambil memberikan tepuk tangan.

"Baik banget lo sama Xavier," kata Sandra namun justru tidak sejalan dengan jawaban yang diberikan Caca. "Gue baik sama diri gue sendiri."

"Kalo nggak cepet-cepet tau Reva itu sebenarnya siapa, gue kelamaan bapernya San. Mending kalo ada yang tanggung jawab. Nah ini kan jelas banget kalo gue baper sendirian."

"Bener juga sih. Kasian Caca kalo kelamaan dibaperin sama Xavier," sahut Ariel menyetujui ucapan Caca.

"Ada Noah yang siap tanggung jawab," celetuk Sandra yang dihadiahi lirikan tajam Ariel.

"Gebetan orang tuh. Gue nggak berani ngambil," canda Caca tertawa kecil melihat ekspresi Ariel.

"Yang bener ih ngomongnya. Sebel gue kalo denger Noah disangkut-sangkutin sama Caca," keluh Ariel tidak suka.

"Lo perlu copy paste Caca biar Noah suka sama lo, Riel" ujar Sandra memberikan saran untuk Ariel.

"Nggak deh. Gue ya gue. Nggak bisa jadi Caca ataupun orang lain. Gue maunya Noah suka sama gue emang karena kepribadian gue," ucapan Ariel berhasil membuat kedua temannya terpakau.

"Ikut seneng kalo lo udah dewasa," kata Sandra lalu kembali fokus memainkan ponselnya.

"Noah ada gunanya juga ternyata. Besok gue suruh dia nembak lo deh, Riel. Biar otak lo makin waras," timpal Caca.

"Lo pikir selama ini otak gue nggak waras?"

"Bukannya engga. Cuma kurang penuh aja isinya," kekeh Caca tidak lama sebelum ia mendengar notifikasi pesan masuk di layar ponselnya.

Noah: lg dmn?

Noah: kita butuh bicara

Noah: sekarang.

***

"Udah lama nunggunya? Maaf tadi aku masih ada kerjaan."

Xavier tersenyum simpul. Ia meraih tangan Reva dan menyuruh perempuan tersebut untuk duduk di sebelahnya.

"Gimana kabar kamu? Kenapa dua hari ini nggak masuk sekolah?" tanya Xavier yang kini sedang menyelipkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Reva.

"Kemarin sempat flu tapi sekarang udah sembuh. Besok aku udah bisa ke sekolah lagi," jawab Reva membalas senyum Xavier.

"Keadaan panti kamu gimana? Anak-anak yang lain sehat juga, kan?" tanya Xavier.

Pasalnya, beberapa kali Xavier mendapat kabar kalau biasanya ketika ada satu anak yang sakit bisa menyebar ke anak yang lain.

"Mereka baik-baik aja kok. Kemarin ada sih beberapa yang sakit terus dari panti kekurangan obat. Tapi syukur banget ada donator yang ngasih dana buat pengobatan anak-anak panti," Reva terlihat lega saat menceritakan jika kondisi teman-temannya di panti baik-baik saja.

"Ada yang mau aku omongin sama kamu. Tapi ... kamu jangan salah paham dulu ya? Tunggu aku selesai jelasin ke kamu," ujar Xavier menggenggam erat kedua tangan Reva.

Sejak berangkat menemui Reva, Xavier sudah meyakinkan diri untuk menceritakan tentang insiden yang menimpanya dan Caca. Xavier ingin meluruskan pada Reva kalau ia melakukan semua ini tidak lain supaya dapat memiliki waktu lebih banyak untuk emeyakinkan ibunya kalau Reva adalah perempuan pilihan Xavier.

"Soal kamu sama Caca?" tanya Reva membuat Xavier mengernyit. "Aku udah tau kok."

"Kamu tau dari mana?" tanya Xavier penasaran.

Reva tersenyum menatap Xavier. "Kamu lupa kalo anak-anak sekolah banyak yang ngefans sama kamu? Mereka rajin update tentang kamu setiap hari. Termasuk soal hubungan kamu sama Caca. Aku tadi lihat postingan salah satu anak di instagram."

"Aku bisa jelasin semuanya ke kamu, Rev. Aku sama Caca sama sekali nggak ada hubungan apa-apa. Caca cuma jadi pacar sementara aku, supaya aku punya waktu buat meyakinkan ke Mama kalau perempuan pilihan aku itu kamu. Semuanya aku lakukan demi—"

"Demi aku, kan?" tebak Reva dengan senyum yang tidak lepas dari wajah cantiknya.

"Sebenarnya kamu tidak perlu melakukan hal sejauh ini, Xav. Aku nggak mau kamu dibuat pusing hanya karena aku. Aku juga nggak mau kamu ngelakuin apa-apa sendirian."

Xavier menggeleng pelan. "Selagi aku bisa ngelakuin yang terbaik buat hubungan kita, pasti bakal aku lakuin."

"Tapi kamu jangan maksain diri kamu, Xav. Nanti kalo kamu stress gimana?"

"Memang kenapa kalo aku stress? Kamu takut kalo punya pacar yang kurang waras?" tanya Xavier diikuti seringain di wajahnya.

"Bukan gitu maksud aku. Kamu mah diajak ngomong serius malah dibuat bercanda," kesal Reva melepaskan genggaman tangan Xavier.

"Jangan terlalu serius. Emangnya kamu udah siap buat aku seriusin?" goda Xavier membuat kedua pipi Reva bersemu.

"Xavier ih, hobi banget buat aku malu," kata Reva tampak memalingkan wajahnya.

"Kamu tambah cantik kalo lagi malu-malu gini. Jadi tambah sayang juga," ujar Xavier berhasil membuat perempuan di sebelahnya tersenyum.

"Sebenarnya aku pengin lebih lama ngobrol sama aku. Tapi masih ada urusan lain yang harus aku selesaiin. Kamu nggak papa kalo pulang sendiri?" tanya Xavier memastikan jika Reva pulang dengan selama.

"Nggak papa banget. Aku udah gede juga, bukan anak kecil yang harus kemana-mana ditemenin," jawab Reva penuh keyakinan.

"Okee," Xavier mengambil sebuah amplop yang sudah ia siapkan dari rumah. "Titip buat ibu panti. Jumlahnya engga banyak sih, tapi semoga bisa bermanfaat buat kalian."

"Xavier ..." Reva menatap lekat wajah laki-laki di sebelahnya. "Makasiiiih banget buat semuanya. Aku pastiin kalo titipan kamu sampai ke ibu panti."

Xavier mengangguk paham. Ia kemudian beranjak dari duduknya. Mengacak pelan rambut Reva sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Reva.

***

Caca sengaja menyuruh Noah datang ke rumahnya yang ia pilih sebagai tempat paling aman. Sebenarnya tadi Caca sedang berada di rumah Sandra. Namun saat mendapat pesan dari Noah, Caca bergegas pulang ke rumah Mbok Ati.

"Ada perlu apa ketemu sama gue?" tanya Caca to the point setelah Noah berada di rumahnya.

"Soal Xavier."

Right! Sudah Caca tebak jika Noah pasti akan membicarakan tentang Xavier. Sejak insiden semalam, Caca belum sempat berbicara lagi dengan Noah.

"Kita berdua nggak ada hubungan apa-apa," bohong Caca meski ia tidak yakin Xavier akan mempercayainya.

"Gue udah tau rencana Xavier. Dia sendiri yang cerita," kata Noah menatap ke arah Caca.

Kalau sudah tahu kenapa harus menanyakannya pada Caca? Toh juga jawaban pasti sama. Meski Caca menyangkal, tetap saja keputusan Xavier yang akan menang.

"Kenapa nggak minta Xavier nyudahin sandiwaranya?"

"Udah gue minta, Noah" jawab Caca cepat sebelum Noah salah paham. "Terus? Kenapa kalian masih ngelakuin sandiwaranya sampai sekarang?"

Caca mendengus kesal. "Xavier yang ngotot buat ngelakuin itu. Gue sih jelas nggak mau kalo disuruh jadi pacar boongannya dia."

"Walaupun lo suka sama Xavier?" tanya Noah yang diangguki oleh Caca.

"Gue mending kayak kemarin-kemarin mencintai Xavier sendirian daripada kayak gini," cetus Caca meluapkan isinya hatinya.

"Semalem pasti mata Xavier lagi ketutup debu makanya tiba-tiba nyeret gue dan bilang kalo gue pacarnya di depan nyokapnya dia. Padahal masih banyak cewek lain di pesta semalam, kenapa harus gue yang Xavier incar?"

Karena lo cantik, Ca.

Tentu saja Noah tidak bisa mengatakan hal itu di depan Caca. Meski Noah yakin jika alasan Xavier memilih Caca karena semalam perempuan tersebut terlihat lebih cantik daripada biasanya.

"Noah mau bantuin gue buat nyari tau tentang Reva?" tanya Caca meminta bantuan pada Noah.

"Buat apa?" tanya Noah bingung.

"Buat gue kasih ke Xavier. Biar dia bisa cepet-cepet tau asal usul Reva. Kalo udah gitu kan Tante Tiana nggak bakal ngeraguin Reva lagi."

"Terus?"

"Gue bisa lepas dari sandiwara konyol Xavier. Biar gue nggak kelamaan nahan sakit hatinya, Noah" balas Caca tampak memohon supaya Noah mau membantunya.

Kenapa Caca harus memperhatikan Xavier sejauh ini? Ada rasa tidak terima saat Noah tau jika Caca lebih memperhatikan Xavier dari pada kehidupan Caca sendiri.

"Gimana? Noah bisa bantuin apa enggak?" tanya Caca untuk yang kedua kalinya.

Kalau boleh menolak, sudah pasti Noah lakukan sejak tadi. Ia berharap jika Caca melepaskan Xavier begitu saja tanpa perlu repot-repot membantu kisah asmara laki-laki tersebut.

"Iyaa. Gue bakal bantu," jawab Noah yang tidak mampu membohongi kata hatinya.

"Yeyyy!!! Makasih Noah!" seru Caca sambil memeluk Noah dari samping. Selalu seperti ini. Caca sangat gampang memberikan pelukan pada Noah. Tanpa tahu jika hal tersebut membuat Noah merasa sangat terpukul.

"Jangan kenceng-kenceng meluknya. Gue gabisa napas," kata Noah.

Caca berdecak sebal sebelum ia melepaskan pelukannya. "Jahat banget. Cuma peluk doang kok nggak boleh."

"Peluk pacar sendiri kan bisa," Noah berucap santai, namun sengaja menyulut emosi Caca.

"Nggak usah nyindir gitu deh. Jangan sok-sokan nggak tau yang sebenarnya terjadi," ketus Caca kesal dengan ucapan Noah.

"Bilang aja suka. Lumayan kan bisa tiap hari dijemput sama Xavier. Kapan lagi lo punya kesempatan buat—"

"Ngomong sekali lagi, gue gampar mulut lo," ancam Caca justru membuat Noah terkekeh.

"Gue pulang dulu. Bentar lagi malem," pamit Noah kemudian berdiri. "Nggak mau nganterin sampe depan?"

Caca berdecih pelan. Namun tetap berdiri dan meraih tangan Noah lalu menggandengnya berjalan ke luar rumah. Tanpa mereka berdua tahu, ada seorang tamu yang sejak tadi sudah menunggu di depan rumah.

"Xavier?" Caca menatap bingung melihat kehadiran Xavier di rumahnya. Sepertinya ia tidak memiliki janji apapun pada laki-laki tersebut.

"Lo ngapain ke rumah gue?" tanya Caca tanpa basa-basi.

Alih-alih menjawab pertanyaan Caca, kedua mata Xavier fokus menatap tangan Caca yang sedang menggandeng erat lengan Noah.

Menyebalkan sekali. Mengapa mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang berkencan?

"Heh, Xav! Gue tanya sama lo kok nggak dijawab sih?" Caca mendekat ke arah Xavier setelah melepaskan tangannya dari Noah.

"Gue langsung pulang. Salam buat ibuk lo," kata Noah merasa paham dengan apa yang saat ini harus ia lakukan.

"Jangan kelewatan kalo ngapel di rumah cewek," peringat Noah tersenyum miring di hadapan Xavier. Tak lama setelah itu Noah sudah menaiki motornya dan pergi dari rumah Caca.

Setelah memastikan jika Noah sudah tidak terlihat dari pandangannya, Caca beralih menatap Xavier yang sejak tadi sudah menatapnya.

"Mau masuk apa enggak?" tanya Caca memberikan tawaran. Bagaimana pun juga Xavier adalah tamu di rumahnya.

"Lo lagi puasa ngomong apa gimana sih? Gue tanya dari tadi kok nggak dijawab," heran Caca pada Xavier.

Ia menunggu beberapa saat untuk mendengar jawaban dari Xavier. Namun sampai hitungan ke sepuluh, laki-laki tersebut masih setia dengan keterdiamannya.

"Serah lo deh. Gue pegel kalo suruh nunggu jawaban dari lo. Gue tinggal ke dalam dulu. Bye!" ketus Caca lalu berjalan menjauhi Xavier menuju rumahnya.

"Lain kali jangan terima tamu cowok," kata Xavier menghentikan langkah Caca.

Saat Caca sudah berbalik dan kembali menatap Xavier, ia hendak bertanya namun sudah didahului oleh ucapan Xavier.

"Gue nggak suka."

***