Jangan ditanya lagi seperti apa lelahnya Caca dan anggota cheers lain setelah selesai latihan. Tubuh mereka penuh keringat yang membuatnya tidak nyaman. Tapi karena semua ini sudah menjadi kewajiban mereka, apapun risikonya akan mereka tanggung.
"Lo nggak kepanasan, Ca?" tanya Tamara.
"Ha? Maksudnya?" tanya Caca yang masih sibuk mengibas-ibaskan kedua tangannya di depan muka.
"Rambut lo kok digerai loh. Emangnya nggak gerah?" tanya Tamara melirik ke arah rambut panjang Caca yang tergerai.
"Tadi kucirnya putus. Si Ariel masih ngambilin punya dia di kelas," jawab Caca membuat Tamara mengangguk paham.
Tidak lama setelah itu Ariel datang membawakan kucir rambut baru, dan juga minuman dingin untuk teman-temannya.
"Nih, Ca" Ariel menyodorkan kucir rambut berwarna pink pada Caca.
"Maaciwww," Caca segera menerima kucir tersebut dan menggunakannya untuk mengikat rambutnya ke atas.
"Makasih juga Ariel buat minumannya," kata Tamara.
"Sama-samaaa semuanya," balas Ariel dengan senyum lebar.
"Astaga, udah dikucir kok masih panas banget sih," keluh Caca.
"Rambut lo panjang banget kok, Ca" sahut Ariel yang juga diangguki oleh Tamara.
Memang benar apa yang dikatakan mereka berdua. Caca belum sempat memotong rambutnya tahun ini. Pokoknya besok Caca harus mencari cara dan waktu untuk pergi ke salon.
"Mau gue kucir gini tapi kok masih banyak cowok," keluh Caca yang berniat mengucir rambutnya ke atas namun tidak jadi.
Alhasil Caca berdiri dari duduknya dan mengibas-ibaskan rambut panjangnya supaya tidak menempel di kulit. Saking kuatnya gerakan yang Caca lakukan, membuat Caca tidak sadar jika ada orang yang berdiri di belakangnya.
"Arghh!"
Ringisan tersebut membuat Caca seketika menoleh. Mendapati Xavier yang sedang berdiri dengan satu tangan memegangi kedua matanya.
"Eh, maaf-maaf. Gue nggak tau kalo lo ada di belekang gue. Ada yang sakit apa enggak, Xav?" tanya Caca memastikan.
"Bego. Ya sakit lah," jawab Xavier masih dengan kedua mata yang tertutup.
Merasa bersalah dengan kondisi Xavier saat ini, Caca membantu Xavier untuk menepi dan duduk di pinggir lapangan.
"Jangan dikucek-kucek, nanti iritasi, Xav" Caca mencoba untuk melepaskan tangan Xavier yang terus mengucek kedua matanya.
"Perih banget. Gue nggak bisa lihat apa-apa!" kesal Xavier membuat Caca bingung.
"Gue coba bantu nyembuhin boleh?" tanya Caca.
"Lo yang salah ya lo yang harus tanggung jawab."
Sial. Caca benar-benar menyesal bertanya hal tersebut pada Xavier. Bukannya dijawab baik-baik, ia justru mendapat bentakan dari Xavier.
"Buruan, Ca!"
"Iya-iya sabar," kata Caca lalu mengarahkan satu tangannya di pinggir mata kanan Xavier.
Caca sedikit mencodongkan tubuhnya ke depan untuk bisa menjangkau wajah laki-laki tersebut. Perlahan caca meniup-niupkan udara dari mulutnya untuk membantu membuka kedua mata Xavier.
"Coba dibuka pelan-pelan. Jangan dipaksa kalo masih sakit," perintah Caca dengan suara lembut.
Kali ini Xavier terlihat patuh dengan ucapan Caca. Ia pun membuka kedua matanya secara perlahan sampai akhirnya keduanya benar-benar terbuka sempurna.
Dan hal pertama yang Xavier lihat adalah wajah Caca yang tampak khawatir entah karena apa.
"Gimana? Masih sakit? Perlu gue ambilin obat di UKS?" tanya Caca benar-benar khawatir melihat mata Xavier yang berwarna merah.
Bukannya menjawab pertanyaan Caca, Xavier justru semakin larut menikmati kecantikan perempuan yang sedang duduk di hadapannya saat ini.
Bagaimana bisa Xavier tidak menyadari jika Caca terlampau cantik untuk ukuran remaja seusianya. Wajah Caca seakan terawat dengan baik tanpa ada cela sedikit pun.
Pantas saja Romeo sering memuji kecantikan Caca. Meskipun penampilan Caca terlihat sangat sederhana, tapi tidak mengurangi kecantikan yang sudah mutlak ada dalam tubuh Caca.
"Xavier kok malah diem? Masih sakit apa enggak?" tanya Caca untuk yang kedua kalinya.
Dan Xavier masih belum juga mengeluarkan suaranya. Baru kali ini Xavier terpesona dengan kecantikan perempuan sampai membuatnya tidak bisa berkutik sama sekali.
Andai saja Caca berpenampilan seperti saat latihan cheers setiap harinya, Xavier yakin Caca akan berubah menjadi primadona sekolah.
"CIEEEE CIEEEE! XAVIER SAMA CACA BERDUAAN DI POJOKAN. CARI TEMPAT YANG OKEY DONG BRO KALO MAU PDKT. MASA DUIT BANYAK KOK NGGAK MODAL BANGET NGAJAK KETEMUAN CEWEKNYA SIH!!!"
Suara TOA milik Romeo menggelegar di seluruh sudut lapangan. Membuat siapa saja yang mendengarnya menatap ke arah Xavier dan Caca. Seruan tersebut tentu membuat Xavier marah dan bergegas pergi meninggalkan Caca tanpa membalas pertanyaan Caca terlebih dahulu.
"Romeo bangsat. Merusak suasana banget."
***
Pukul 07.05 WIB
Dengan gaun berwarna pastel yang terlihat mewah dan elegant, Caca berjalan keluar dari rumah Mbok Ati. Di depan rumahnya sudah ada Noah yang berdiri di depan mobilnya dengan setelan jas yang melekat di tubuhnya.
"Udah nunggu lama ya? Maaf tadi gue ketiduran," ucap Caca tampak menyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Noah menggelengkan kepalanya. "Apa nggak dingin pake baju pendek?"
"Enggak kok."
"Pake jas gue dulu biar lo nggak—"
"Nggak perlu, Noah" tolak Caca. "Gue nggak kedinginan sama sekali kok."
"Ayo berangkat sekarang. Keburu kemaleman nanti," ajak Caca kemudian berjalan mendahului Noah untuk masuk ke dalam mobil.
Selama di perjalanan Noah dan Caca terlibat pembicaraan kecil yang biasa mereka bicarakan. Lebih tepatnya, Noah sebagai pendengar dari semua cerita yang diucapkan Caca.
"Mau turun di sini?" tanya Noah saat mobilnya berada tidak jauh dari lokasi pesta.
"Iya. Katanya ada temen temen-temen lo juga kan yang datang. Gue nggak mau mereka curiga," kata Caca setelah melepas sabung pengamannya.
"Ada Xavier juga," ucap Noah membuat Caca seketika menoleh.
"Serius ada Xavier?!" tanya Caca yang diangguki oleh Noah. "Kok Noah nggak bilang-bilang sih kalo Xavier datang?"
"Nggak papa. Lo udah lebih dari cantik pakai gaun ini. Jadi nggak perlu takut kelihatan buruk di depan Xavier," tutur Noah menyadari apa yang dikhawatirkan oleh Caca.
"Tapi kan—"
"Jadi turun apa enggak? Kalo enggak biar gue anter sampai depan restoran."
Ucapan Noah berhasil membuat Caca turun dari mobil. Setelah memastikan jika mobil Noah sudah masuk ke area restoran, Caca sedikit membenarkan penampilannya dan berjalan pelan menuju ke lokasi pesta.
Seperti yang sudah Caca duga bahwa ibunya akan mengundang banyak orang. Pasti ada beberapa teman sekolahnya yang juga datang ke acara tersebut. Makanya Caca sudah siap sedia mengajak Ariel dan Sandra untuk menjadi tamengnya di acara ini.
"Cacaaa!"
Panggilan tersebut membuat Caca menoleh. Ia melihat Ariel dan Sandra yang sudah berdiri di depan salah satu meja yang berisi makanan.
"Cantik banget sih, Ca! Gue sampe pangling tau," puji Ariel membuat Caca tersenyum kikuk.
"Udah tau kalo Xavier datang?" tanya Sandra.
Caca mengangguk. "Barusan dikasih tau Noah."
"Dia datang sama nyokapnya," sambung Sandra.
"Terus?"
"Nyokap lo sama nyokapnya Xavier itu temenan, Caca" jelas Sandra memberitahu informasi yang ia dapatkan.
"Kok bisa? Eh maksudnya, kok gue nggak tau kalo Mama temenan sama nyokapnya Xavier?" heran Caca pada dirinya sendiri.
"Lo sih jarang pulang ke rumah. Makanya nggak tau," sahut Ariel.
"Iya juga sih. Tapi tetap aja nggak ada pengaruhnya sama sekali. Intinya kan Xavier nggak suka sama gue," gerutu Caca tampak tidak senang.
"Cuma cowok bodoh yang nggak tertarik sama lo. Apalagi lihat penampilan lo sekarang," cetus Sandra memperlihatkan beberapa tamu laki-laki yang sedang memperhatikan Caca.
"Ih gilak sumpah! Noah pake jas kok jadi ganteng banget. Tambah suka deh gue!" heboh Ariel saat menemukan keberadaan Noah.
"Romeo juga ganteng loh, San. Kok enggak lo terima sih cintanya dia. Ha?"
"Lemah banget," lirih Sandra namun sangat jelas jika ditujukan pada Romeo.
"Lo ngatain Romeo lemah, San?" tanya Caca.
Sandra hanya mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Membuat Caca dan Ariel merasa bingung sebenarnya siapa yang sedang disindir oleh Sandra. Tapi kemungkinan besar Sandra mengatakan hal tersebut untuk Romeo.
Laki-laki dengan senyum lebar yang memiliki dua teman dekat dengan kepribadian yang sangat berbeda dengannya.
"Widiiihhh! Tumben banget lo datang ke acara beginian, Bos!" seru Romeo melihat kedatangan Xavier.
"Jangan mengalihkan pembicaraan," kata Noah tegas.
"Lagi ngomongin apa?" tanya Xavier yang tidak tahu apa-apa.
"Romeo sama Sandra."
"Mereka jadian?"
"Belum, Xav. Kalo udah jadian mah gue pasti adain pesta tujuh hari tujuh malam," ujar Romeo tampak lesu.
"Lo nyerah gitu aja. Jadi ngebuat Sandra nggak yakin sama perasaan lo," kata Noah.
"Iya. Perjuangin selagi bisa," sambung Xavier menyetujui ucapan Noah.
"Enggak segampang itu, Bro. Sandra loh sama sekali nggak ngelirik gue. Bahkan gue udah ganteng banget kayak gini pun Sandra tetap judes sama gue."
"Sandra datang ke sini?" tanya Xavier.
"Iya. Tuh mereka di sana. Ada Ariel sama Caca juga," Romeo menunjuk kearah tiga perempuan yang berdiri di dekat pintu masuk.
Pandangan Xavier seketika terhenti pada satu titik yang berada sejajar dengan tempatnya berdiri saat ini. Untuk yang kesekian kalinya, Caca berhasil menyihir kedua mata Xavier dalam sekejap. Xaviar tampak menatap luruh ke arah Caca tanpa berkedip sedetik pun.
Cantik.
Seulas senyum terpampang jelas di wajah tampan Xavier. Mengagumi kecantikan Caca yang diam-diam sedang ia perhatikan. Seolah Xavier tidak memiliki minat untuk menatap objek lain selain perempuan dengan gaun pastel yang berada tidak jauh darinya.
"Xavier!"
Suara lantang milik ibunya membuat Xavier menoleh. Wajah yang tadinya dipenuhi senyuman pun kembali datar seperti biasanya.
"Ini Tante Indira, teman Mama sekaligus pemilik restoran ini," Tiana memperkenalkan Xavier pada perempuan paruh baya yang berdiri di sebelahnya.
"Xavier, Tante" ucap Xavier memberi salam.
"Tampan sekali anak kamu, Ti. Pasti banyak yang suka sama Xavier. Iya kan, Xavier?" tanya Indira mencoba mengajak bicara Xavier.
"Dia hanya modal tampang saja, Ndi. Tapi tidak pandai memilih pasangan," sahut Tiana.
"Maksud kamu? Xavier masih jomblo?" tanya Indira penasaran.
"Tidak. Aku tidak mengatakan jika putraku jomblo apalagi tidak laku. Hanya saja …" Tiana menjeda ucapannya dan melihat di sekeliling Xavier, barangkali putranya tersebut membawa Reva.
"Dia memilih pasangan yang tidak sesuai dengan seleraku," sambung Tiana membuat Indira terkekeh pelan.
"Mama jangan aneh-aneh kalau bicara," gumam Xavier.
"Loh, memang benar kan? Selera Mama itu ya cewek yang berani buat diajak ketemu sama Mama dan mau berhubungan dekat dengan Mama juga."
"Tapi buktinya? Mama menyuruh kamu untuk membawa pasangan kamu datang ke acara ini tapi kamu tidak bisa," papar Tiana.
"Kata siapa?"
"Kata Mama lah. Memangnya kamu ada bawa pasangan ke sini?"
"Ada."
Tiana mengernyit bingung. Begitu juga dengan Indira yang berada di sebelahnya.
Terlebih Romeo dan Noah, mereka tidak tahu rencana apa yang sedang dilakukan oleh Xavier. Pasalnya, Xavier memang tidak mengajak Reva untuk datang ke pesta bersamanya.
"Kamu berhasil membawa dia kemari?" tanya Tiana.
"Iya," jawab Xavier.
"Kenalkan dengan Mama kalau memang kamu membawa pasangan kamu," tantang Tiana yang ia tebak Xavier tidak akan bisa melakukannya.
Namun di luar dugaan Tiana, Xavier justru pergi dari hadapannya dan mendekati seorang perempuan yang berada di pesta tersebut.
Xavier sadar dan benar-benar sadar saat ini. Ia tahu kalau dirinya sudah bertindak gegabah. Tapi Xavier akan memastikan jika ia tidak menyesal sudah memutuskan mengawali semua ini dalam kehidupannya.
Langkah tegap Xavier cukup menyita tamu undangan yang ada di kanan kirinya. Terlebih tatapan tajam Xavier membuat siapa saja merasa terintiminasi olehnya.
"Lihat tuh gebetan lo, Ca. Lagi jalan ke sini. Pasti mau nyemperin lo," Ariel menyenggol-nyenggol lengan Caca yang berada di sebelahnya.
"Gue punya firasat baik," gumam Sandra.
"Yang jelas nggak mungkin banget Xavier nyamperin gue," elak Caca sebelum ia menaruh banyak harapan.
"Mana mungkin Xavier ngajak gue buat ketemu mamanya terus—" ucapan Caca seketika terhenti saat dirasa satu tangannya ditarik paksa oleh seseorang.
Dengan kesadaran penuh Caca melihat jelas bahwa Xavier adalah orang yang menyeretnya saat ini. Tapi … untuk apa Xavier melakukannya?
Ayolah Caca, jangan berpikir yang aneh-aneh supaya kamu tidak sakit hati.
"Ini tangan gue kenapa lo tarik-tarik? Sakit tau, Xav" Caca berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Xavier namun gagal.
Tangan Xavier terlalu kuat memegang pergelangan tangan Caca dan membuat Caca tidak bisa berbuat apa-apa.
Xavier baru bisa memberikan Caca kesempatan untuk bernapas saat ia berhenti di depan mamanya.
Di tempat tersebut Caca melihat ekspresi Noah yang terlihat menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun Caca hanya mampu menggelengkan kepalanya, karena ia juga tidak tahu sebenarnya apa yang diinginkan Xavier darinya.
"Siapa perempuan di sebelahmu, Xavier?" tanya Tiana tampak tidak asing dengan Caca. "Kenapa kamu membawanya kemarin?"
Xavier menyunggingkan senyum di hadapan ibunya, dengan satu tangan yang sudah merangkul bahu Caca.
"Calandra Lyn," kata Xavier sambil mengeratkan rangkulannya pada tubuh Caca. "Pacar resmi Xavier."
Damn it!
Apa-apaan ini? Apa yang sebenarnya sedang Xavier katakan? Apa mungkin Xavier sedang mabuk? Atau karena apa? Kenapa tiba-tiba Xavier mengatakan jika Caca adalah kekasihnya.
Astaga … cobaan apalagi iniiii?
***