"DAH GILA DEH SI CACA!"
"SERENA BENER-BENER BISA TAKLUK SAMA CACA COBA?"
"SAMA XAVIER YANG MENGERIKAN AJA SERENA BERANI NANTANGIN,"
Kehebohan Romeo terdengar memenuhi pojok cafe tempat dimana mereka biasanya nongkrong. Mumpung sekolah pulang lebih awal, Romeo beserta kedua teman batunya memilih untuk bermain dulu sebelum pulang ke rumah.
"Ada berita apa?" tanya Noah yang barusaja datang dengan membawa pesanan mereka.
"Tadi Serena marahin Reva, No" jawab Romeo sambil mencomot kentang goreng di hadapannya.
"Si Reva sampe dijambak-jambak gitu. Gue denger-denger sih karena Reva tadi dorong Serena waktu di kamar mandi," imbuhnya.
"Terus dia?" tanya Noah melirik ke arah Xavier.
"Ya pasti nolongin sang gebetan tercinta dong! Tapi kan Xavier mana mau pergi gitu aja tanpa marahin Serena," tutur Romeo.
"Tapi mulut kejam Xavier nggak mempan, No. Serena justru langsung nurut pas Caca datang. Hebat nggak tuh si Caca?" ujar Romeo yang lagi-lagi memuji Caca.
Noah hanya menanggapi ocehan Romeo dengan tampang datarnya. Sedangkan Xavier sejak tadi hanya diam tanpa memikirkan apapun. Masih ada satu hal yang sejak tadi mengganggu otaknya.
"Lo harus berterimakasih sama Caca," kata Noah. Membuat Xavier sedikit merubah posisi duduknya.
"Nggak perlu," kata Xavier.
"Caca udah ngebantu lo."
"Gue nggak nyuruh," jawab Xavier santai.
Memang sangat sulit bagi mulut Xavier untuk mengucapkan kata "terimakasih" dan kata "maaf". Jika tidak benar-benar terpaksa, Xavier tidak akan mau mengucapkan kalimat tersebut.
"Bener apa kata Noah, Xav. Lo harus ngomong terimakasih sama Caca. Kalo Caca nggak punya inisiatif buat nyamperin Serena, udah habis lo dimarahin sama nyokap lo," papar Romeo mengingat ancaman balik yang diberikan oleh Serena.
Xavier hanya terdiam dan enggan menanggapi saran dari Romeo dan Noah. Intinya sekali Xavier bilang tidak, maka akan selamanya menjadi tidak.
"Hubungan lo sama Reva gimana?" tanya Noah.
"Baik," jawab Xavier singkat.
"Lo udah jadi nembak Reva, Xav?" tanya Romeo. Kali ini Xavier menggeleng cepat.
"Buruan ditembak elah. Kalo lo takut ketahuan nyokap lo, kan lo bisa nyembunyiin hubungan lo sama Reva. Kayak yang sekarang lo lakuin ini," ujar Romeo.
Ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Romeo. Kalau sekarang saja Xavier bisa menutupi hubungannya dengan Reva, pasti saat mereka berdua sudah resmi pacaran juga Xavier bisa menutupinya.
"Gue masih bingung," kata Xavier jujur.
"Bingung kenapa lagi?"
Xavier menggeleng pelan. Ia memang bingung. Dan juga bimbang. Tapi Xavier sendiri tidak tahu apa yang membuat dia bingung untuk meresmikan hubungannya dengan Reva.
"Minta saran sama Caca aja deh. Udah jadi pilihan terbaik tuh," kata Romeo membuat Noah seketika menolah.
"Lo gila?" sindir Noah.
"Gue waras, No." jawab Romeo. "Gue rasa nggak ada salahnya Xavier minta saran sama Caca. Tapi sebelum minta saran, Xavier harus berterimakasih dan minta maaf juga. Sebagai bentuk permintaan maaf kalo Xavier nggak bisa bales perasaannya Caca,"
"Caca bakal sakit hati," kata Noah.
"Bener juga sih. Coba deh Xav lo pikir-pikir lagi. Sanggup nggak lo buat minta tolong sama Caca tapi enggak nyakitin perasaan dia," tutur Romeo memberikan saran.
Tentu tidak mudah bagi Xavier untuk melakukan hal semacam itu. Kabar jika Caca selalu berhasil menjodohkan teman teman sekolah memang cukup menarik. Apalagi saat Xavier mendengar langsung saran dari Galang. Orang yang benar-benar sudah meminta saran dengan Caca.
Ting!
Satu notifikasi pesan barusaja masuk dari ponsel milik Xavier. Ia pun segera mengambil ponsel tersebut dan membuka aplikasi Whatsapp. Terlihat satu pesan masuk dari nomer yang tidak dikenal.
081xxxxxxxxxxx:
Hai:)
***
Caca barusaja selesai mandi setelah pulang sekolah ia membantu Mbok Ati memasak bumbu pecel. Ia juga sudah selesai mempersiapkan dagangan pecel yang biasa diletakkan di depan kontrakan.
Berkali-kali ponsel Caca berbunyi, namun tidak juga Caca hiraukan. Ia terlalu malu karena tadi ia dengan tidak sadarnya mengirim pesan konyol pada nomer Xavier.
"Gue ngirim chat ke dia karena memang Xavier yang nyuruh. Dan itu juga buat urusan jaminan yang Xavier minta," kata Caca sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Oke Caca. Lo nggak boleh deg-degan cuma gara-gara ngechat Xavier," tekan Caca pada dirinya sendiri.
Bahh!
Tetap saja Caca tidak bisa bersikap normal setelah melakukan hal yang belum pernah ia lakukan. Sudah lama Caca menyukai Xavier, namun belum pernah sekali pun Caca mengirim chat pada Xavier.
"Astaga! Inget Ca inget! Xavier itu nggak suka sama lo, Ca" kata Caca memastikan pada dirinya sendiri untuk tidak berlebihan menanggapi chatingan tadi.
Ting!
Barusaja Caca menenangkan diri, namun tiba-tiba saja suara ponselnya membuat Caca menoleh. Ingin rasanya Caca membiarkan suara ponselnya tersebut. Tapi karena tangannya terlalu gatal jika harus diam saja, membuat Caca segera meraih ponsel tersebut dan membukanya.
Xavier:
Sp?
Caca tampak menggigit bibir bawahnya saat melihat jawaban yang diberikan oleh Xavier. Padahal pada aplikasi chatnya sudah Caca beri foto profil yang jelas-jelas menunjukkan wajah dirinya. Lalu, kenapa Xavier harus menanyakan pertanyaan yang sangat tidak penting?
Caca:
Caca
Setelah menjawab pesan dari Xavier, Caca segera mematikan kembali ponsel miliknya. Ia kemudian mengeringkan rambutnya dengan hairdryer karena tidak sabar jika harus menunggu rambutnya kering dengan sendirinya.
Ting!
Caca berdecak kesal karena ponselnya kembali berbunyi. Buru-buru Caca meraih ponsel tersebut dan kembali melihat satu pesan dari Xavier.
Xavier:
Bsk ad acr?
Kedua mata Caca membelalak sempurna saat melihat pesan dari Xavier yang ia baca.
Bsk ad acr? = Besok ada acara?
Besok ada acara?
Xavier bertanya apakah besok Caca ada acara atau tidak?
Maksudnya?
Xavier ingin mengajak Caca pergi?
Kemana?
Caca menggelengkan kepalanya cepat. Menghapus pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu. Sangat alay jika Caca menanggapi ajakan Xavier yang belum jelas karena apa.
Caca kemudian mengetikkan pesan balasan untuk Xavier. Tidak butuh waktu lama bagi Caca untuk memberikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan Xavier.
Caca:
Ga ada. Knp?
Setelah pesan tersebut terkirim, tidak sampai lima detik setelahnya ponsel Caca kembari berbunyi. Satu pesan balasan dari Xavier lagi-lagi masuk ke dalam roomchat Caca.
Xavier:
Ikt gw
Lagi-lagi Caca dibuat deg-degan dengan pesan yang dikirimkan oleh Xavier. Mengapa cowok tersebut tiba-tiba mengajak Caca pergi.
"Nggak-nggak. Xavier ngajak gue pergi pasti mau ngomongin soal jaminan yang kemarin," kata Caca sambil menormalkan pikiran di otaknya.
Tapi, sebagai fans berat Xavier dari dulu, tentu mendapat ajakan dari Xavier tidak bisa membuat Caca bersikap normal. Rasanya udara di sekitar Caca terasa panas. Padahal semua jendela di kamar Caca sudah dibuka.
Caca:
Kemana?
Wajah Caca tampak tidak tenang saat menunggu jawaban dari Xavier. Hatinya tidak kunXavg selesai berdegup sangat kencang.
Ting!
Caca segera merampas ponselnya. Yakin jika suara notifikasi tersebut berasal dari pesan Xavier. Dan memang kenyataannya pesan yang masuk memang dari cowok tersebut.
Xavier:
Gw sl bsk
Caca:
Oke:)
"Fiuhhh,"
Akhirnya Caca dapat bernapas lega setelah selesai membalas chat dari Xavier. Ia tampak merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar dengan senyuman yang tidak kunXavg sirna. Hanya karena chat saja. Sudah mempu membuat Caca merasa sangat bahagia.
***
Xavier barusaja selesai melakukan praktik untuk pelajaran olahraga. Waktu istirahnya kali ini ia gunakan untuk menunggu Reva selesai melakukan pembelajaran di kelas. Kedua tangannya sibuk memainkan game yang berada di tangannya sambil menunggu Reva datang.
"Xavier!" panggil Reva terlihat berlari ke arah Xavier.
Mendengar panggilan dari Reva membuat Xavier segera mendongak. Ia kemudian mematikan ponselnya dan tersenyum manis menyambut kedatangan Reva.
"Kenapa nggak di kelas?" tanya Xavier yang melihat Reva tidak keluar dari kelasnya.
"Aku tadi udah selesai ngerjain tugas lebih dulu, jadi aku diboleh keluar sama Pak Bambang," jawab Reva.
"Pacar siapa sih kamu, Rev? Pinter banget," kata Xavier gemas sambil mengacak pelan rambut Reva.
"Aku masih jomblo kok. Kan belum diresmikan sama kamu," gurau Reva sambil terkekeh pelan.
"Duduk yuk. Capek berdiri terus," kata Reva menyuruh Xavier untuk kembali duduk.
Kedua pun duduk berdampingan di depan kelas Reva. Xavier terlihat ingin mengatakan sesuatu pada Reva namun tidak kunXavg ia katakan.
"Nanti pulang sekolah nggak usah nganterin aku ya, Xav" kata Reva membuat Xavier menoleh.
"Kenapa?" tanya Xavier.
"Aku ada acara sama anak-anak panti," jawab Reva.
"Aku ikut," kata Xavier yang membuat Reva menggelenng pelan.
"Nggak perlu Xavier. Kamu udah sering banget nolongin aku, ngasih aku apa-apa, bahkan bayarin aku sekolah juga. Aku nggak mau menuntut lebih dari kamu," tutur Reva sambil menyunggingkan senyuman kepada Xavier.
Sebenarnya Xavier berniat untuk mengajak Reva menemui Caca. Ia sudah memantabkan diri untuk meminta saran dari gadis tersebut. Tidak peduli bagaimana perasaan Caca nantinya, yang terpenting hubungan Xavier dengan Reva bisa segera diresmikan.
"Kamu nggak papa kan pulang sendirian?" tanya Reva.
"Kalo aku bilang keberatan, emang kamu mau batalin acara kamu?" tanya Xavier.
Reva menggeleng. "Ada acara bazar dari beberapa panti yang ada di Jakarta. Dan di tempat aku mau membuka bazar sambil ngejual beberapa hasil produksi anak-anak panti. Hasilnya lumayan banget buat tambah-tambah kas panti,"
Xavier terlihat mengangguk paham. Mencintai Reva membuat Xavier paham jika tidak semua orang bisa hidup semenyenangkan dan semewah dirinya. Reva pasti membutuhkan banyak uang untuk bisa memenuhi kehidupannya selama berada di panti asuhan.
"Sebenarnya dana buat bazar juga masih kurang. Tapi yaudah lah nggak papa. Kita ngadain stand yang standar aja," kata Reva tampak lesu.
"Butuh berapa lagi uangnya?" tanya Xavier.
"Enggak banyak sih. Aku cuma pengin buat stand bazarnya lebih menarik aja. Cuma dari pihak panti udah enggak ngasih dana lagi," jawab Reva membuat Xavier menatap lekat ke arah wajah lesu gadis tersebut.
Dengan cepat Xavier mengambil dompet dari saku celananya dan mengambil tiga lembar uang seratus ribuan. Xavier kemudian memberikan uang tersebut pada Reva.
"Kenapa kamu ngasih aku uang, Xav?" tanya Reva bingung saat Xavier memberikannya uang.
"Buat nambah dana bazar," jawab Xavier.
"Engga perlu Xavier. Kamu terlalu sering ngasih uang buat hal yang bukan kebutuhan kamu," tolak Reva sambil memberikan kembali uang dari Xavier.
"Ambil, Rev. Anggap aja aku sedekah buat panti asuhan kamu," kata Xavier yang kembali menyodorkan uang tadi.
Reva menatap lekat ke arah Xavier yang sejak tadi sudah tersenyum padanya. Satu helaan napas terdengar keluar daru mulut Reva. Dengan terpaksa kedua tangan Reva menerima uang pemberian dari Xavier.
"Buat dekorasi yang paling bagus. Jangan buat aku kecewa," kata Xavier sambil memberikan senyum terbaiknya pada Reva.
"Pasti, Xav. Aku nggak akan mungkin ngebuat orang kesayangan aku kecewa," kata Reva terlihat membalas senyuman dari Xavier.
Melihat senyum tulus dari Reva semakin membuat Xavier yakin dengan perasaanya pada gadis tersebut. Pokoknya setelah Xavier menemui Caca, ia akan langsung menanyakan pada Caca bagaimana cara terbaik yang harus Xavier lakukan untuk mengungkapkan perasaannya pada Reva.
***