Malam ini Caca kembali ke minimarket namun bukan untuk bekerja. Ia datang bersama Sandra dan Ariel untuk sekedar mencari udara segar saja.
"Hallo teman-temannya Caca!" sapa Dela saat melihat Sandra dan Ariel memasuki minimarket.
"Hai juga, Del" jawab Sandra dan Ariel bersamaan.
"Gue nggak disapa?" tanya Caca.
"Engga perlu. Kan tiap hari juga gue lihat elo, Ca" kata Dela sambil terkekeh pelan.
"Dasar temen nggak jelas. Gimana kerjaan lo malam ini?" tanya Caca yang tampak diacungi jempol oleh Dela.
"Bentar lagi shift gue habis. Semuanya baik-baik aja kok tanpa harus sama lo," kata Dela, terdengar mengejek Caca.
"Bagus deh kalo gitu. Gue gabung sama temen gue dulu ya, Del" pamit Caca.
Caca kemudian berjalan menyusul Sandra dan Ariel yang sudah lebih dulu memilih makanan dan jajan.
"Mau yang pedes apa pedes banget, San?" tanya Ariel.
"Yang original," jawab Sandra seperti biasanya.
"Padahal omongan lo itu pedes, tapi malah lo nggak suka pedes," kata Ariel, jelas menyindir Sandra.
"Lo mau makan mie yang mana, Ca?" tanya Ariel saat melihat Caca yang sudah berdiri di sebelahnya.
"Di rumah lo ada sawi sama tauge nggak?" tanya Caca pada temannya.
"Sama ada tahu putih nggak, Riel?"
"Ada semua kok, Ca. Tadi pagi pembantu gue habis ke pasar," jawab Ariel.
"Emang lo mau buat apaan sih?" tanya Ariel.
"Mie rebus ala-ala Korea," jawab Caca terlihat mengambil beberapa mie instan dengan rasa yang berbeda.
"Buatin gue juga dong!" ujar Ariel tampak tergiur dengan masakan yang akan dibuat oleh Caca.
"Bayar tapi loh," kata Caca yang tentu tidak serius.
"Nge-bon dulu ya, Bos. Entar gue bayar kalo udah punya duit banyak," kekeh Ariel.
Mereka bertiga pun kembali fokus mencari bahan makanan yang akan mereka masak untuk santapan makan malam mereka. Sampai pada akhirnya suara riuh membuat ketiganya terganggu.
"BISA KERJA YANG BENER NGGAK!"
"NGGAK BECUS BANGET JADI KARYAWAN!"
"GUE NGGAK BUTUH MAAF DARI LO!"
Caca dan kedua temannya terlihat menghentikan aktivitasnya untuk mencari sumber keributan tersebut. Mereka bertiga yakin jika keributan tersebut tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Loh, itu Xavier kan?" tanya Ariel saat melihat Xavier yang berada dalam satu minimarket yang sama dengannya.
"Murka di tempat yang salah," kata Sandra.
"Itu Dela kenapa dimarahin sama Xavier?" tanya Ariel sambil melihat Xavier yang terus memarahi Dela - karyawan minimarket.
Tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, namun melihat ekspresi dari wajah Xavier sudah bisa ditebak jika cowok tersebut tengah dipuncak emosi.
"Lo tau berapa uang yang harus lo bayar kalo baju gue rusak? Mahal tau nggak!" bentar Xavier.
"Cewek miskin kayak lo nggak bakal mampu buat beli baju mahal kayak gini!"
Dela yang mendapat bentakan tersebut hanya biasa terdiam. Beberapa waktu lalu Dela sedang membawakan mie rebus untuk salah satu pelanggan yang sedang duduk di luar. Mungkin karena Dela yang tidak memperhatikan jalan membuat kuah panas mie tersebut menumpahi celana jeans milik Xavier.
"Gaji lo di sini nggak bakal cukup buat ganti rugi celana gue ini, kan? Jadi siapa yang bakal ganti rugi? Ha!"
"Gue." kata Caca yang membuat Xavier dan Dela menoleh ke arahnya.
Setelah melihat keributan yang terjadi diantara Xavier dan Dela membuat Caca segera mendekat ke arah mereka berdua. Dan sekarang Caca bisa ikut campur pada permasalahan mereka karena ia memiliki solusi untuk memecahkannya.
Caca terlihat membungkuk untuk mengambil mangkuk mie yang kuahnya sudah habis mengenai celana dan juga jaket yang dipakai oleh Xavier.
"Gue yang akan tanggung jawab atas nama teman gue," kata Caca berusaha bersikap tenang.
Ia melihat ke arah Xavier yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.
"Jadi, berapa total ganti rugi yang harus gue bayar?" tanya Caca, sedikit mendekatkan tubuhnya dengan Xavier.
Beberapa detik Xavier terlihat memberikan tatapan tajamnya pada Caca. Tanpa disangka-sangka Xavier justru berlalu begitu saja dari hadapan Caca. Meninggalkan Caca yang menatap bingung karena kepergian Xavier yang begitu tiba-tiba.
***
"XAVIER KOK SEREM BANGET SIH!"
"HERAN GUE SAMA SIKAP DIA!"
"APA IYA MENTANG-MENTANG COGAN TERUS KAYA JADI SUKA SEMENA-MENA GITU?"
"MENDING JUGA NOAH, CUEK-CUEK TAPI MASIH PUNYA HATI."
Sesampainnya di rumah, Ariel terus menerus memberi komentar buruk tentang Xavier. Karena melihat Xavier yang begitu kasar pada Dela membuat Ariel tidak suka dengan sikap pria tersebut.
"Nggak baik ngomongin orang," kata Sandra.
"Kesel tau, San. Ya kali cuma ketumpahan air panas bisa ngebuat jaketnya dia yang harganya puluhan juta itu rusak. Beneran jaket mahal apa enggak tuh?" kesal Ariel yang tak kunjung usai.
"Heh, Ca! Habis lihat Xavier kayak tadi apa masih ngebuat lo suka sama dia?" tanya Ariel pada Caca yang tengah mengeluarkan bahan-bahan makanan dari dalam kulkas.
"Masih," jawab Caca santai.
"Lo udah gila, Ca?" tanya Ariel.
"Caca bakal jadi gila kalo udah bahas soal Xavier," ujar Sandra yang kini sudah berada di dekat Caca.
"Ck. Cogan lain masih banyak kok, Ca. Masih banyak yang lebih baik dari Xavier juga," cecar Ariel merasa tidak setuju jika Caca masih menyukai Xavier.
"Tapi yang gue suka cuma Xavier," timpal Caca membuat Ariel menggeleng tak percaya.
Seperti itulah Caca ketika sudah mencintai seseorang. Ia tidak akan mudah untuk berpaling. Sekali pun orang tersebut tidak membalas perasaannya.
"Minjem charger dong, Riel" kata Caca.
"Ambil sendiri," kata Ariel masih kesal dengan Caca.
"Ciee yang ngambek ciee. Gue telfonin Noah deh biar lo good mood lagi," goda Caca.
"Apaan sih, Ca. Orang gue nggak ngambek kok," sangkal Ariel namun masih terlihat jelas wajah kekesalannya.
"Bohong tuh. Noah nggak suka loh sama cewek yang suka bohong," kata Caca yang berhasil menyulut emosi Ariel.
Dengan cepat Ariel melempar charger miliknya yang dengan sigap ditangkap oleh Caca.
"Makasih Ariel cantik!" seru Caca kemudian segera berlalu pergi sebelum Ariel kembali melemparinya dengan barang-barang yang ada di dekatnya.
Sampai di rumah tamu, Caca segera duduk di atas sofa dan mengeluarkan ponsel dari saku jaket yang ia pakai. Saat akan memasukkan charger pada stopkontak yang berada di bawah meja, Caca tidak sengaja melihat gulungan kertas kecil yang terjatuh di lantai.
Yakin jika kertas tersebut berasal dari dalam jaket miliknya membuat Caca mengambil gulungan kertas tadi. Kedua mata Caca tampak memicing untuk memastikan nomer siapa yang tercantum dalam gulungan kertas tadi.
"Ini nomernya siapa?" tanya Caca penasaran
Caca lalu mengecek kontak yang ia simpan di ponselnya. Untuk mencaritahu barangkali ia pernah menyimpan nomer tersebut.
"Lah, kok gue nggak nyimpen nomer ini? Terus ini nomernya siapa coba? Kenapa ada di jaket gue?" heran Caca.
Karena tidak juga menemukan pemilik nomer tersebut, Caca kembali meletakkan gulungan tadi ke dalam saku jaketnya. Sebelum ia menyimpan kertas tadi, Caca terlebih dahulu menyimpan nomer asing tersebut ke dalam ponselnya. Besok Caca akan menanyakan nomor tidak dikenal itu pada teman-teman sekolah.
***
Waktu istirahat akan selalu menjadi momen paling ditunggu oleh seluruh siswa SMA Taruna. Pun juga untuk siswa di sekolah lain, hal semacam itu pastilah terjadi juga.
"Mau ngomong apa, Ca?" tanya Noah yang saat ini sudah duduk di sebelah Caca.
Pagi tadi saat di parkiran, Caca menghampiri Noah dan mengatakan jika ada hal penting yang akan Caca tanyakan pada cowok tersebut.
"Mau pulang ke rumah?" tanya Noah.
Caca menggeleng cepat. "Enggak lah. Gue udah nyaman sama rumah gue yang sekarang,"
Jawaban yang diberikan Caca tentu membuat Noah kecewa. Ia berharap jika Caca mau menuruti sarannya. Namun Caca tetaplah Caca. Gadis paling keras kepala yang pernah Noah temui.
"Gue mau tanya sesuatu sama lo," kata Caca.
"Apa?" tanya Noah cepat.
Caca tampak mengeluarkan ponsel yang ia simpan di dalam saku rok seragamnya. Setelah itu Caca membuka daftar kontak dan mencari nomer asing yang semalam ia simpan dengan nama "MISTERIUS"
"Lo kenal nomer ini nggak?" tanya Caca sambil menyerahkan ponselnya pada Noah.
Sesaat Noah terdiam setelah menerima ponsel yang diberikan oleh Caca. Mengingat-ingat apakah ia mengenal nomer tersebut atau tidak. Beberapa saat kemudian Noah pun menyerahkan kembali ponsel yang ia pegang pada pemiliknya.
"Gue nggak kenal, Ca" kata Noah membuat Caca menghela napas panjang.
"Kenapa lo nyimpen nomer yang nggak lo kenal?" tanya Noah.
"Nomer ini datang secara tiba-tiba," jawab Caca.
"Semalem habis dari minimarket, tiba-tiba aja nomer ini udah ada di saku jaket gue," imbuhnya.
Gagal sudah Caca mengetahui nomer misterius yang tidak ia kenal. Jika Noah saja tidak tahu, orang lain juga tidak akan tahu. Informan terbaik di SMA Trisakti adalah Noah dan kedua temannya.
"Apa gue chat nomer ini aja ya?"
"Jangan!" tolak Noah cepat. Membuat Caca yang mendengarnya tampak terkejut.
"Lo nggak tau maksud dari orang yang ngasih nomer itu. Jaman sekarang kita perlu was-was sama orang yang tidak dikenal," ujar Noah menambahkan penjelasannya pada Caca.
"Terus harus gue apain dong?" tanya Caca frustasi.
"Diemin aja," jawab Noah santai.
"Ih. Kan gue kepo sama pemilik nomer ini. Gue coba tanya sama anak-anak lain aja deh," kata Caca sembari beranjak berdiri.
"Mau kemana?" tanya Noah saat melihat Caca hendak meninggalkannya.
"Nyamperin Sandra sama Ariel,"
"Nanti sore mau ikut gue pulang ke rumah?" tanya Noah.
"Enggak dulu deh. Malu gue kalo ke rumah lo terus," kekeh Caca.
"Kapan lo bisa iku gue pulang?"
"Kapan-kapan ya. Salam buat Lala aja. Oke?" jawab Caca kemudian segera berlalu meninggalkan Noah.
Dalam hati Noah selalu bertanya. Kapan Caca mau menerima saran darinya? Bertahun-tahun Noah menyuruh Caca untuk pulang, namun selalu Caca tolak. Selalu seperti itu selama lebih dari lima tahun.
***