Sepuluh menit berlalu…
Caca tampak terdiam di dalam mobil milik Xavier tanpa mengucapkan satu kata pun. Bagaimana bisa Caca berbicara jika sang pemilik mobil saja dari tadi hanya diam saja. Sebenarnya apa tujuan Xavier membawanya kemari?
"Ada yang mau lo omongin sama gue?" tanya Caca pelan.
Untuk sesaat Caca menunggu jawaban dari Xavier. Sudah terhitung lebih dari satu menit Caca menunggu namun tidak juga mendapat jawaban. Caca melihat keluar mobil yang saat itu sudah mulai turun hujan.
Jika Caca keluar mobil sekarang tentu akan membuat bajunya basah kuyup. Tapi jika Caca hanya diam saja di dalam mobil, akan lebih membuat dirinya terlihat bodoh tanpa melakukan hal yang berguna.
"Maaf sebelumnya, kalo nggak ada yang mau diomongin gue ijin balik kerja lagi ya. Soalnya udah mulai banyak pelanggan jadi gue harus bantuin Dela," kata Caca sesopan mungkin. Masih Caca ingat betul jika Xavier memiliki emosi yang tidak terkendali.
Lagi dan lagi ucapan Caca sama sekali tidak digubris oleh Xavier. Sepertinya Caca memang harus turun dari mobil dan merelakan baju barunya basah kuyup.
"Tunggu." cegah Xavier saat Caca hendak membuka pintu mobil.
Sepintas terbesit dalam otak Caca jika Xavier akan meminjaminya payung. Caca yakin jika Xavier tidak sekejam rumor-rumor yang beredar di sekolah.
"Berapa orang yang konsultasi sama lo?" tanya Xavier membuat Caca mengernyit. Bingung bercampur tidak paham dengan pertanyaan yang dimaksud oleh Xavier.
"Pacaran," kata Xavier yang semakin membuat Caca bingung.
Hampir saja Caca berfikir yang tidak seharusnya, namun kesadarannya segera kembali. Akhirnya ia bisa memahami apa yang barusaja dimaksudkan oleh Xavier.
"Gue nggak bisa ngehitung jumlahnya," jawab Caca yang tentu terdengar tidak memuaskan bagi Xavier.
"Hampir setiap hari ada temen sekolah yang curhat sama gue. Entah itu minta saran karena mau nembak gebetan, atau cuma sekedar curhat soal hubungan mereka aja," imbuh Caca sambil menampilkan senyum di wajahnya.
Caca akan merasa bahagia dan tersenyum ketika apa yang ia katakan adalah suatu hal yang ia suka. Dan sepertinya semua hal yang Caca ucapkan selalu berhasil membuat dirinya tersenyum setiap hari.
"Oke." kata Xavier membuat Caca seketika menoleh.
Tentu saja Caca bingung harus meresponnya seperti apa. Barusaja Xavier menanggapi soal jawaban yang ia berikan padanya. Dan karena Xavier tidak memberikan pertanyaan lagi, justru membuat Caca merasa lebih bingung.
"Masih mau di sini?" tanya Xavier yang kini sudah menoleh ke arah Caca.
Buru-buru Caca menggeleng cepat. Dengan sigap Caca segera membuka pintu mobil lalu keluar dari mobil milik Xavier.
Tidak butuh waktu lama bagi Xavier untuk menjalankan mobilnya meninggalkan Caca yang terlihat berdiri diantara turunnya hujan. Seolah Xavier sama sekali tidak peduli dengan keadaan orang lain.
Caca yang melihat hal tersebut pun masih terlihat tersenyum. Dalam hati Caca terus merutuki pujiannya pada Xavier yang ia katakan beberapa menit yang lalu.
"Sial! Kenapa gue harus tenggelem dengan pesona cowok kejam seperti Xavier?"
***
Upacara Peringatan HUT RI baru saja selesai. Seluruh siswa SMA Trisakti terlihat berhamburan keluar dari lapangan. Karena jadwal hari ini hanya diisi dengan upacara, maka tidak akan ada pembelajaran lain setelah upacara selesai.
Caca terlihat duduk di salah satu bangku yang berada di dekat lapangan. Ia barusaja selesai melaksanakan tugasnya sebagai paskibra. Satu kegiatan yang dikatakan sangat melelahkan oleh Sandra dan Ariel. Namun sampai sekarang Caca masih terus melakukannya.
"Minum dulu, Ca" kata Ariel sambil menyodorkan satu botol air mineral pada Caca.
"Es tehnya nggak ada?" tanya Caca yang membuat Ariel menggeleng.
"Air mineral itu lebih sehat, Ca. Lo nggak boleh terus-terusan minum es teh doang," peringat Ariel pada temannya tersebut.
Dengan terpaksa Caca menerima minuman dari Ariel dan meminumnya hingga tersisa setengah botol. Jika harus memilih, Caca lebih menyukai minuman seperti es teh atau es jeruk daripada air mineral. Intinya Caca benci air mineral.
"Sandra lagi dimana, Riel?" tanya Caca setelah menutup kembali minumannya.
"Lagi beli cireng," jawab Ariel.
"Gue dibeliin juga kan?" tanya Caca yang langsung diangguki oleh Ariel.
Tidak lama setelah itu Sandra terlihat berjalan ke arah Ariel dan Caca. Kedua tangan Sandra tampak penuh dengan plastik yang berisikan makanan.
"Ini semua gratis, kan?" tanya Caca sambil menunjuk ke arah jajanan yang dibawa Sandra.
"Nggak. Ada juga lo yang harus gratisin gue," kata Sandra setelah memberikan sebungkus cireng balado pada Caca.
"Bener tuh kata Sandra. Yang paling kaya di sini kan elo, Ca" kata Ariel sambil memakan cimol pesanannya.
"Nggak usah keras-keras ngomongnya. Entar orang lain pada denger," ujar Caca membuat Ariel dan Sandra mengacungkan jempol tangannya.
Mereka bertiga kemudian larut dalam jajanan dan obrolan masing-masing. Candaan demi candaan terdengar keluar dan ketiga mulut gadis tersebut.
"Caca."
Panggilan tersebut membuat Caca dan kedua temannya menoleh. Noah yang tiba-tiba saja berada di depan Caca membuat Caca dan kedua temannya menatap bingung ke arah cowok tersebut.
"Ada apa, No?" tanya Caca.
Noah tampak menyodorkan sebuah paperbag berwarna cokelat kepada Caca. Hal tersebut tentu membuat Caca dan juga yang lainnya semakin bingung.
"Titipan buat lo," kata Noah.
"Makasih," kata Caca memberikan satu senyuman pada Noah.
"Biasakan sarapan sebelum berangkat sekolah," ujar Noah kemudian segera berlalu dari hadapan Caca.
Setelah Noah sudah pergi dari hadapannya, Caca segera membuka bingkisan yang diberikan Noah. Caca kemudian mengambil sebuah kotak makan yang berada di dalam bingkisan tersebut. Satu porsi nasi goreng telur dadar terlihat sangat menggiurkan.
"Ini Noah yang buat?" tanya Ariel.
"Bukan. Noah kan nggak bisa masak," kata Caca.
"Lo tau darimana?"
"Lah, lo lupa? Noah pernah ngebuat ruang masak kebakaran pas kelasnya dia praktik masak," ujar Caca mengingat kejadian saat kelas sepuluh.
"Ini buat lo aja, Riel" kata Caca memberikan kotak makan tadi pada Ariel.
"Ck. Jangan karena gue suka sama Noah jadi ngebuat lo nggak enakan kayak gini, Ca" kata Ariel kembali memberikan kotak makan pada Caca.
"Gue lagi ngehindarin telur. Terus juga ini bukan Noah yang ngasih ke gue. Kan tadi Noah bilang kalo ini titipan," tutur Caca.
"Tapi kan—"
"Udah tinggal dimakan aja kok ribet," kata Sandra menyudahi perdebatan Ariel dengan Caca.
Ariel kemudian membuka tutup kotak makan yang diberikan Caca. Nasi goreng yang masih hangat memang terlihat menggiurkan bagi siapa saja yang melihat.
"Kok kelihatan enak sih. Padahal gue tadi udah makan," kata Ariel seakan tidak rela jika nasi goreng tersebut tidak ia makan sekarang.
"Tinggal dimakan aja, Riel. Nih gue kasih cireng buat lauk tambahannya," ujar Caca sambil meletakkan satu potong cireng sapi di atas nasi goreng.
"Sambil lo bayangin kalo ini nasi goreng buatan Noah. Biar lo tambah semangat makan dan nggak takut kegendutan," papar Caca membuat Ariel mencebik kesal.
Caca dan Sandra yang melihat hal tersebut tampak tertawa puas. Di sisi lain Caca merasa jika kedua temannya ini memiliki kepribadian yang bertolak belakang.
Ariel yang lebih terbuka dalam menggambarkan perasaanya pada Noah, sedangkan Sandra yang terlihat lebih tertutup jika sudah membahas soal asmaranya.
***
Sepulang dari upacara di sekolah, Xavier segera mengantarkan Reva sampai ke tempat dimana bisanya Reva turun. Mereka berdua memang tidak turun di depan panti asuhan karena Reva selalu menolak jika Xavier ingin mengantarnya sampai depan tempat tinggalnya.
"Makasih, Xavier" kata Reva sambil melepas sabuk pengamannya.
"Panti asuhannya dari sini masih jauh, Rev?" tanya Xavier melihat ke arah luar dan tidak menemukan satu pun bangunan.
"Lumayan. Tapi enggak kerasa jauh soalnya aku udah biasa jalan kaki sampai sana," jawab Reva.
"Aku antar sampai depan gerbang ya?" tawar Xavier yang langsung ditolak oleh Reva.
"Kamu udah sering banget bantuin aku, Xav. Udah lebih dari cukup kok buat aku bisa dapat tebengan dari kamu sampai sini," kata Reva sambil menampilkan senyuman yang mampu membuat Xavier luluh.
Reva memang cantik. Beberapa siswa di sekolah juga mengakui jika Reva menjadi salah satu siswi tercantik di sekolah. Hanya saja karena Reva sudah diklaim oleh Xavier, membuat para siswa di sekolah tidak berani mendekati Reva.
"Aku turun dulu ya? Kamu hati-hati di jalan. Jangan ngebut naik mobilnya," pamit Reva kemudian segera turun dari mobil.
Xavier hendak mencegah kepergian Reva namun dering ponselnya membuat Xavier mengurungkan niatnya. Ia kemudian mengambil ponsel dari saku celananya dan membuka beberapa pesan yang masuk.
COGAN SQUAD!
Romeo: ngumpul kuy!
Noah: dmn
Romeo: enaknya dimana nih?
Romeo: gw mau t4 yg tenang
Romeo: yg bisa cuci mata juga
Romeo: cafe mana gt
Noah: cc
Romeo: cc apaan no?
Noah: corner cafe
Noah: dsr
Noah: gblk
Romeo: astaga! Kasar banget sih lo!
Romeo: Xavier mana sih woi!
Romeo: keluar woi!
Romeo: jgn pacaran mulu!
Xavier: bcd
Noah: mampus
Romeo: bodo amat deh. Kalian semua jahat sm gw!
Romeo keluar dari grup…
Xavier kembali meletakkan ponselnya di atas dashboard kemudian segera melajukan mobilnya ke tempat tujuan kedua.
Berkumpul dengan teman memang bisa mengurangi beban pikiran yang sedang dialami oleh sebagian besar orang. Dan Xavier termasuk ke dalam sebagian besar orang tersebut.
***
Lama menunggu kedatangan Romeo dan Noah membuat Xavier merasa begitu kesal. Jika saja suasana hatinya tidak sedang buruk, ia pasti lebih memilih pulang ke rumah daripada harus menunggu di cafe sendirian. Tapi jika sekarang Xavier pulang, pasti ibunya akan kembali menginterogasinya soal Reva.
Dan Xavier sangat benci akan hal tersebut.
Merasa tidak betah duduk berlama-lama membuat Xavier beranjak berdiri. Ia berjalan ke arah toilet untuk membasuh wajahnya. Sepanjang Xavier berjalan ke toilet, banyak sekali tatapan mata dari kaum hawa yang mengarah kepadanya.
Sangat memuakkan. Xavier sangat benci jika orang-orang menatapnya seperti itu. Meski tanpa mengeluarkan suara, namun tatapan dari mereka benar-benar mengangguk Xavier.
"Loh. Lo Xavier kan?"
Pertanyaan tersebut membuat Xavier yang barusaja membasuh wajah pun menoleh. Dilihatnya seorang pria dengan seragam yang sama dengannya tengah berdiri di hadapannya.
"Gue Galang," kata Galang tanpa mendapat respon dari Xavier.
"Lo ke sini sama Reva?" tanya Galang yang hanya dijawab gelengan kepala oleh Xavier.
"Buruan taken sama Reva, Xav. Sebelum ada cowok lain yang lebih gercep," kata Galang yang berhasil membuat Xavier menoleh.
"Maksud lo apa?" tanya Xavier sambil menatap tajam ke arah Galang.
"Lo udah deket lama sama Reva tapi belum ada kejelasan dari hubungan kalian berdua."
"Masalahnya sama lo apa?!" tanya Xavier mulai tersulut emosi. Ia benci jika ada orang lain yang mengurusi kehidupannya.
"Cewek itu butuh kepastian, bukan hanya setiap hari mengumbar keromantisan." kata Galang seolah tidak takut dengan tatapan tajam dari Xavier.
Jika saja tidak mengingat dirinya tengah berada di tempat umum, sudah dipastikan Xavier akan menghajar wajah Galang. Mengapa pria tersebut tiba-tiba mengurusi kehidupannya yang seharusnya tidak ia urusi.
"Itu kata-kata yang gue dapat dari Caca," kata Galang yang kali ini cukup menarik perhatian Xavier.
"Gue bisa pacaran sama Dita itu atas saran dari Caca. Selama gue curhat ke dia, kalimat tadi yang selalu Caca katakan dan semakin ngebuat gue yakin untuk sesegera mungkin memberi kepastian sama Dita," tutur Galang sambil menyenderkan tubuhnya di tembok kamar mandi.
Xavier hanya terdiam di tempat tanpa mengeluarkan suara. Ia juga tidak ingin pergi, seolah Xavier masih ingin mendengar cerita dari Galang.
"Gue sarankan lo minta saran dari Caca buat hubungan lo sama Reva," kata Galang.
"Semenjajikan itu saran konyol dari Caca?" sinis Xavier remeh.
Galang menggeleng pelan. "Lo belum bisa kasih komentar sebelum lo coba minta saran sama Caca dulu."
"Gue jadi cowok yang terkenal galak di depan cewek, itu bisa dan mau dengerin saran dari Caca. Jadi, gue rasa cowok batu kayak lo juga bakal bisa menerima saran dari Caca," imbuhnya kemudian menepuk pelan pundak Xavier sebelum ia berlalu keluar.
Xavier kembali teringat pertemuannya dengan Caca semalam. Dilihat dari respon Caca saat Xavier bertanya, sudah bisa ditebak jika Caca sangat mudah diajak bicara. Gadis tersebut bahkan mau berbicara santai dengan Xavier yang sudah jelas-jelas mematahkan hatinya.
"Harus banget gue minta saran sama Caca?"
***