Chereads / About Is Love / Chapter 6 - BAGIAN 5 II LOVE IS BLIND

Chapter 6 - BAGIAN 5 II LOVE IS BLIND

"Mang! Mie ayam satu!"

"Ibu! Soto ayamnya dua bu!

"Es teh satu, es jeruk dua mba!"

"Nasi rames lima sama es teh manis lima, Bu!"

Suara riuh di kantin terdengar begitu ramai. Seolah tidak ada satu mulut pun yang diam. Puluhan siswa tampak berdesakan untuk memesan makanan.

"Kayaknya kantin sekolah ini perlu diperluas deh," kata Ariel yang saat ini sudah mendapat tempat duduk bersama kedua sahabatnya.

"Dibuat model kayak yang di Korea-Korea gitu pasti bagus," timpal Caca.

"Kita itu orang Indonesia, cintailah produk buatan Indonesia," kata Sandra membuat Ariel dan Caca memilih diam.

Tidak lama setelah itu pesanan Caca, Ariel dan Sandra pun datang. Mereka bertiga kemudian mulai sibuk dengan makanannya masing-masing.

"Kenapa lo nggak pesen makanan, Ca?" tanya Ariel yang melihat Caca hanya memesan es teh saja.

"Tadi gue udah makan," jawab Caca.

"Kapan? Perasaan daritadi gue nggak lihat lo makan deh," kata Ariel.

"Habis latihan paskib," jawab Caca lalu kembali menyeruput es tehnya.

"Dapat makanan gratis lagi?" tanya Sandra yang diangguki oleh Caca.

"Kali ini dari siapa, Ca?" tanya Ariel.

"Dita sama Galang."

"Wahhh! Mantab-mantab!" ujar Ariel kagum. "Lo nggak digalakin sama Galang kan, Ca?"

"Nggak mungkin digalakin lah, Riel. Kan Galang yang minta tolong sama Caca," kata Sandra membuat Ariel mengangguk paham.

"Kayaknya kemampuan lo buat menjodohkan seseorang itu semakin meningkat deh, Ca. Orang segarang Galang aja bisa lo taklukkan dengan begitu cepat," tutur Ariel.

"Enggak juga," kata Caca sambil mengeluarkan ponsel dari saku roknya.

"Satu hal paling mendasar yang membuat seseorang malu buat mengungkapnya perasaanya,"

"Apaan, Ca?" tanya Ariel.

"Gengsi," jawab Caca lalu kembali menyeruput minumannya.

Riuh suara di kantin yang tadinya tertuju pada para penjual makanan tampak beralih tempat. Kini tatapan para siswi yang berada di kantin terlihat serempak menatap tiga siswa populer di sekolah yang barusaja memasuki kantin.

"Eh, kok mereka makan di kantin ini?" tanya Ariel.

"Siapa?"

"Xavier dan kawan-kawan," jawab Ariel secara spontan membuat Caca menoleh.

Benar saja apa yang dikatakan Ariel. Tidak jauh dari tempat Caca duduk sekarang, Xavier dan kedua temannya terlihat duduk pada bangku yang berada di pojok kantin.

Satu pemandangan yang sangat membahagiakan. Bagi Caca, dapat melihat orang yang ia suka sudah membuatnya bahagia meski tidak harus memilikinya.

"Kantin anak IPA masih direnovasi," kata Sandra membuat Caca kembali ke tempat semula.

"Ish. Enak banget jadi anak IPA. Fasilitasnya lengkap banget, rusak dikit langsung dibenerin. Lah punya kita? Ruang olahraga yang pintunya udah gabisa dikunci dan sering ngebuat siswa-siswa kekunci pun nggak juga dibenerin," keluh Ariel. Menuangkan uneg-unegnya sebagai anak jurusan IPS.

Memang seperti itulah kebijakan di SMA Trisakti. Intinya selalu mengutamakan anak jurusan IPA. Terlihat sekali jika pilih kasih.

"Sabar Riel sabar. Orang sabar disayang cogan kok," canda Caca membuat Ariel memberenggut kesal.

"Coba aja otak gue lebih encer dikit gitu, dah masuk IPA deh gue," kata Ariel.

"Matematika masih nyontek Caca itu gausah mimpi masuk IPA, Riel" timpal Sandra tampak menyindir secara halus.

"Coba deh lo PDKT sama Noah pake cara itu, Riel" kata Caca.

"Cara apaan?"

"Basa-basi minta ajarin matematika," jawab Caca.

"Enggak deh. Malu gue, Ca. Kelihatan banget kalo gue goblok dong," kata Ariel. Meskipun dia memang tidak pintar, tapi akan lebih malu lagi kalau orang yang ia suka mengetahui kelemahannya tersebut.

"Nggak usah malu, Riel. Apa yang lo rasa jadi kelemahan lo itu bisa lo jadikan motivasi," ujar Caca.

"Noah itu kan pinter dan lo suka sama Noah. Bisa lo kolaborasikan tuh,"

"Maksudnya?" tanya Ariel bingung.

"Jadikan rasa suka lo sama Noah itu sebagai motivasi biar lo lebih semangat belajar," jawab Caca.

"Anggap lah sebagai bonus kalo lo bisa dapatin hati Noah setelah lo bisa sepintar Noah. Kalau pun enggak, lo masih punya kepintaran lo dari usaha lo belajar lebih giat dengan menjadikan Noah sebagai motivasi," papar Caca terlihat membuat Ariel mengangguk paham.

Caca bisa mengatakan seperti itu karena ia juga tengah melakukan satu hal yang barusaja ia katakan. Caca berusaha untuk bersikap lebih baik karena ia mau terlihat benar-benar baik di depan Xavier.

Seperti yang semua orang tau jika Xavier adalah tipikal cowok yang sulit ditebak. Karena itulah Caca mau menjadi orang pertama yang bisa menabak sisi misterius dari sosok Xavier.

***

Malam hari seperti biasanya Caca bersiap-siap untuk melakukan pekerjaan paruh waktunya. Ya. Setiap malam Caca akan bekerja di salah satu minimarket yang tidak jauh dari rumah aslinya.

"Mau berangkat sekarang, Non?" tanya Mbok Ati yang barusaja keluar dari dapur.

"Iya, Mbok. Nanti Caca pulangnya agak malem, jadi Mbok Ati bisa tidur dulu aja," kata Caca sambil mengucir rambutnya.

"Apa Non itu tidak capek setiap hari kerja? Kan siangnya juga sudah capek buat sekolah, Non" kata Mbok Ati membuat Caca tersenyum ke arahnya.

"Caca mau ngelupain hal-hal yang enggak seharusnya Caca ingat, Mbok. Jadi Caca perlu banyak ngelakuin kesibukan tiap hari," kata Caca pada Mbok Ati.

"Harusnya Non Caca bisa hidup mewah dan bahagia di rumah Non. Bukan malah ngontrak bareng sama Simbok," ujar Mbok Ati.

"Caca seneng kok bisa tinggal sama Simbok. Kalo tinggal di rumah Mama atau Papa nggak ada temennya," kata Caca jujur.

"Tuan sama Nyonya sudah menyiapkan banyak asisten buat, Non" kata Mbok Ati.

"Tapi Caca lebih nyaman sama Simbok. Dari kecil juga Simbok yang udah jagain Caca,"

Sejak Caca dilahirkan, Mbok Ati lah yang menjaga Caca selama kedua orangtua Caca sibuk bekerja. Dulu Caca masih bisa merasakan kehangatan dalam satu keluarga yang lengkap. Namun saat Caca kelas lima SD, ia sudah tidak bisa lagi merasakan hal tersebut.

"Tadi Tuan ngirim paketan itu buat Non Caca," ujar Mbok Ati sambil menunjuk ke arah kotak berukuran besar yang ada di ruang tamu.

"Sama nyonya juga ngirim makanan buat bekal Non Caca kerja malem," imbuh Mbok Ati sambil menyerahkan kotak makan yang sejak tadia bawa.

Caca tampak menghela napas berat. Hampir setiap hari kedua orangtuanya terlihat saling bersaing untuk memberikan banyak hal pada Caca. Meski sebenarnya yang Caca inginkan bukanlah barang-barang mewah dari kedua orangtuanya.

"Caca berangkat kerja dulu ya, Mbok" pamit Caca sambil mengecup punggung tangan kanan Mbok Ati.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Mbok Ati.

Caca kemudian bergegas keluar rumah. Untuk menuju ke tempat kerjanya, Caca lebih suka mengendarai motor daripada mobil. Selain karena motor lebih bisa untuk dimasukkan ke dalam kontrakan, membawa mobil mewah di area kontrakan Caca akan terkesan sangat tidak wajar.

Butuh waktu sekitar dua puluh lima menit untuk sampai ke lokasi minimarket. Dan karena Caca menggunakan motor membuatnya bisa memilih jalan pintas sehingga bisa sampai di tempat kerjanya lebih awal.

Caca segera memarkirkan motornya di tempat parkiran yang disediakan khusus untuk karyawan minimarket. Ia segera melepas helm-nya kemudian bergegas masuk ke dalam minimarket tempatnya bekerja.

"Ada yang bakal naik pangkat bulan ini nih!" seru seseorang yang membuat Caca menghampiri orang tersebut.

"Ikut shift malam, Del?" tanya Caca pada Dela - teman kerjanya.

"Iya dong! Gue kan mau ghibahin cogan sama lo," kata Dela membuat Caca terkekeh.

Sebelum memulai pekerjaannya, Caca akan sedikit memoles wajahnya dengan bedak dan liptint supaya tidak terlihat pucat. Sebagai seorang karyawan yang setiap harinya harus bertemu dengan pelanggan, Caca harus bisa memberikan penampilan sebaik mungkin.

"Ada berita heboh apa Ca soal cogan-cogan di sekolah lo?" tanya Dela yang sejak tadi membuntuti Caca.

"Engga ada," jawab Caca sambil merapikan liptint yang barusaja ia pakai.

"Kok nggak ada sih? Padahal gue pengin tau kabarnya trio cogan loh," kata Dela terlihat kecewa.

"Xavier dan kawan-kawan sehat wal afiat kok, Del" kata Caca yang paham dengan maksud trio cogan yang tadi Dela katakan.

"Mereka bertiga masih jomblo semua kan, Ca?" tanya Dela.

Caca menggeleng. "Xavier udah jelas suka sama Reva walau belum beneran pacaran, Romeo udah cinta mati sama Sandra meskipun udah lima kali ditolak. Tinggal Noah doang yang belum ada doi,"

"Yahh. Noah itu yang paling kaku itu kan, Ca?" tanya Dela yang segera diangguki oleh Caca.

"Kira-kira kalo pacaran sama Noah bakalan bahagia nggak ya?"

"Kalo udah saling suka juga bakalan bahagia kok, Del. Temen gue yang dari dulu demen sama Noah aja happy-happy terus padahal belum dapat balasan dari Noah," ujar Caca yang jelas menceritakan soal Ariel.

"Kuat banget temen lo Ca bisa bertahan suka sama Noah. Kalo gue harus milih ya mending pacaran sama Romeo yang manis dan penuh romantis aja," tutur Dela.

"Kenapa nggak sama Xavier?" tanya Caca. "Noah itu ganteng dan Romeo itu manis. Kalo kata orang-orang wajah Xavier itu kombinasi dari ganteng dan manis. Perfect gitu loh, Del. Mending milih Xavier aja,"

Dela menggeleng cepat. "Nggak mau. Saingannya terlalu berat cuy!" kata Dela sambil melirik sekilas ke arah Caca.

"Lo nggak lagi nyindir gue, kan?" kekeh Caca yang membuat Dela ikut terkekeh.

"Ayo kerja! Nggak bakal ada habisnya kalo ngomongin cogan," ajak Caca kemudian keluar dari luar ganti lalu disusul oleh Dela.

Malam ini Caca dan Dela akan bertugas di bagian kasir. Kerena untuk beberapa malam sebelumnya Caca dan Dela sudah bertugas untuk mengecek baran-barang di gudang.

Mereka berdua saling mengobrol satu sama lain sambil menunggu kedatangan pelanggan. Selalu saja ada topik pembicaraan jika dua orang cewek cerewet saling berkumpul. Apalagi kalau sudah membahas soal cowok ganteng, tidak akan ada selesai-selesainya.

"Selamat datang, selamat berbe—ASTAGA COGAN!" pekik Dela yang tentu membuat Caca yang berada di sebelahnya menoleh.

"Suara lo kecilin, Del. Dilihatin banyak orang tau," kata Caca pelan. Gara-gara pekikan Dela membuat seluruh pengunXavg minimarket menoleh ke arah mereka.

"Ada cogan loh, Ca. Gimana gue nggak histeris coba?" kata Dela masih terus memperhatikan cogan yang sejak tadi ia katakan.

"Cogan siapa sih?" heran Caca.

"Gebetan lo loh, Ca. Si Xavier tuh," jawab Dela membuat Caca seketika berdiri. Ia mengikuti kemana arah pandang kedua mata Dela.

Ya. Tidak jauh dari tempat Caca berdiri, terlihat Xavier dan Reva sedang memilih beberapa camilan. Kedua sudut bibir Caca sontak tertarik ke atas, membentuk satu senyuman manis.

"Panas nggak lo, Ca?" tanya Dela yang tentu membuat Caca menggeleng.

"Gebetan lo jalan sama cewek lain kok nggak panas sih? Kalo gue jadi lo, udah pasti gue marah-marah nggak jelas, Ca" kata Dela.

"Gue nggak ada hak buat marah-marah. Lagipula gue udah biasa lihat Xavier sama Reva kok. Jadi udah kebal," kata Caca terdengar sangat santai.

"Mereka jalan ke sini tuh!" ujar Dela membuat Caca menoleh.

Benar saja apa kata Dela. Xavier dan Reva terlihat berjalan ke tempat kasir sambil membawa satu keranja belanja yang penuh dengan makanan. Dengan cepat Caca segera menghitung total belanjaan Xavier saat keranjang belanja tadi sudah tergeletak di hadapannya.

"Ada yang mau dibeli lagi nggak, Rev?" tanya Xavier.

"Enggak ada, Xav. Kamu udah sering banget belanjain aku banyak banget kayak gini," kata Reva yang membuat Xavier tersenyum.

"Makasih ya," kata Reva yang terlihat mengeratkan rangkulan tangannya pada lengan Xavier.

"Totalnya dua ratus empat puluh lima ribu lima ratus," ujar Caca terdengar mengacaukan momen romantis antara Xavier dan Reva.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Xavier segera menyerahkan tiga lembar uang seratus ribuan ke hadapan Caca. Setelah mengambil uang yang diberikan Xavier, Caca terlihat mengambil beberapa lembar uang dari laci dan memberikan kembalian pada pria tersebut.

"Terimakasih," kata Caca sopan.

Xavier dan Reva segera berlalu dari minimarket setelah keperluannya selesain. Dan Caca kembali duduk setelah pekerjaanya selesai.

"Kebanyakan orang kaya kok mesti sombong gitu sih?" heran Dela yang ikut duduk di sebelah Caca.

"Karena ada yang disombongkan, Del" kata Caca.

"Bener juga sih ya. Kalo orang pas-pasan kayak gue nggak bisa sombong. Orang nggak ada yang mau disombongkan," ujar Dela sambil membuka jajan yang tadi ia bawa dari rumah.

"Hidup itu harus disyukuri, dinikmati dan dijalani dengan sepenuh hati. Oke?" tutur Caca yang segera diangguki oleh Dela.

Lagi lagi keduanya saling bercengkerama sambil melakukan pekerjaan mereka. Malam ini pengunXavg minimarket terlihat sedikit lengang. Mungkin karena sore tadi hujan jadi membuat banyak orang tidak ingin pergi-pergi.

Tring!

Suara pintu minimarket yang terbuka membuat Dela segera berdiri. Sedangkan Caca tampak masih duduk karena tengah menyantap makanan yang diberikan oleh ibunya.

Dela tampak mematung saat melihat pelanggan yang barusaja masuk ke dalam minimarket berjalan ke arahnya.

"Kenapa nggak di sambut, Del?" tanya Caca yang sadar jika Dela tidak juga memberikan salam pada pengunXavg yang datang.

"Temen lo ada?"

Suara bariton tersebut membuat Caca mendongakkan kepalanya. Sontak Caca tampak terkejut melihat sosok Xavier yang kini berdiri di hadapannya.

"Ikut gue sekarang." titah Xavier kemudian segera berlalu dari hadapan Caca.

Merasa bingung dengan kejadian tersebut membuat Caca masih berdiam di tempatnya. Ia belum yakin jika barusaja Xavier mengajaknya bicara. Buru-buru Caca menggeleng pelan kemudian segera beranjak pergi mengikuti langkah Xavier yang sudah mendahuluinya.

"Tenang Ca tenang. Xavier cuma nyuruh lo ngikutin dia, bukannya ngajak lo pacaran sama dia."

***