"HABIS DARIMANA?!"
Pertanyaan tersebut membuat Xavier yang barusaja masuk ke dalam rumah berhenti. Ia mendengar derap langkah kaki mendekat ke arahnya. Xavier hanya diam tanpa berniat menoleh sedikit pun.
"Sudah lebih dari satu setengah jam dari sejak bel pulang sekolah berbunyi. Habis ngelayap kemana aja? Nganterin gadis murahan itu lagi?" tanya Tiana - Mama Xavier yang sangat benci dengan gadis yang tengah dekat dengat Xavier.
"Kenapa cuma diam? Nggak bisa jawab pertanyaan Mama?" tanya Tiana lagi.
Xavier masih setia dengan keterdiamannya. Bagi Xavier menjawab pertanyaan dari Tiana sama sekali tidak berguna. Tiana pasti tidak akan menggubris jawaban Xavier jika sudah membahas soal Reva.
"Sudah berapa kali Mama bilang sama kamu, Xavier. Jauhi gadis murahan itu!"
"Reva bukan gadis murahan, Ma" kata Xavier merasa muak dengan panggilan Tiana pada Reva. Terdengar begitu merendahkan.
"Kalau bukan murahan terus apalagi? Gadis itu tidak punya keluarga yang jelas, katanya tinggal di panti asuhan tapi nggak pernah mau kamu anterin sampai panti asuhan itu. Dia juga sering banget minta duit sama kamu, kan?" cecar Tiana membuat Xavier menggeram.
Bukan Reva yang meminta uang pada Xavier. Tapi justru Xavier lah yang memberi uang pada Reva untuk membayar SPP sekolah yang sudah menunggak.
"Mama membesarkan kamu dengan kehidupan yang berkecupan ini bukan untuk dihambur-hamburkan untuk gadis yang tidak jelas, Xavier. Kamu bisa lebih bijak mempergunakan fasilitas yang Mama kasih ke kamu untuk kebutuhan kamu sendiri," tutur Tiana mulai meredakan emosinya.
"Kalau sampai Mama dengar kamu bayarin sekolah si gadis murahan itu lagi, Mama sita semua fasilitan kamu!" ancam Tiana membuat Xavier seketika mendongak.
"Maa.." panggil Xavier. Mencoba untuk bernegosiasi dengan Tiana.
"Nggak mempan. Mama tetap akan menyita fasilitas kamu kalau kamu masih terus berhubungan dengan gadis itu." tegas Tiana kemudian beranjak pergi dari hadapan Xavier.
Wajah Xavier tampak kesal setiap kali mendengar Tiana akan menyita fasilitas yang ia punya. Sebatu-batunya Xavier, ia juga masih memiliki pemikiran seperti para remaja lainnya. Di usianya sekarang inilah Xavier tengah memiliki nafsu untuk mempunyai banyak hal yang ia sukai.
Jika seluruh fasilitas yang Xavier punya disita, ia tidak akan memiliki apapun yang bisa ia bawa kemana-mana. Mobil, motor, ATM, dan semua yang Xavier punya akan lenyap tanpa bekas. Tidak tersisa sedikit pun.
"Arggh!"
***
Kringgg!
Seluruh siswa SMA Trisakti terlihat berhamburan keluar kelas. Sebagian besar dari mereka akan menjadikan kantin sebagai pelarian pertamanya setelah berpusing-pusing dengan pelajaran.
"Woiii Ta! Itu mulut kenapa senyum terus? Nggak pegel apa?" seru Romeo saat melihat Dita - teman sekelasnya yang terlihat terus menyunggingkan senyuman.
"Diem deh. Ganggu suasana banget," kata Dita.
"Belum juga siang, Ta. Kalo mau kesambet jin jangan pagi-pagi kayak gini," ujar Romeo membuat Dita berdecak kesal.
"Ada apa sih? Kenapa hari ini lo kelihatan happy banget?" tanya Romeo yang sekarang sudah mendekat ke arah Dita.
"Gue habis jadian kampret! Lo mah ganggu suasana bahagia gue aja," jawab Dita kesal.
"Widihhh! Serius udah jadian? Sama si ketua futsal itu, Ta?" tanya Romeo dibalas anggukan oleh Dita.
"Pake jurus apa lo sampai bisa jadian sama manusia galak kayak Galang?"
"Pake jurusnya Caca," jawab Dita.
"Galang yang minta tolong sama Caca. Gue nggak tau cerita lengkapnya, kalo lo mau tau bisa tanya langsung sama Galang," kata Dita kemudian beranjak pergi dari hadapan kelas.
"Gila sumpah! Si Caca berhasil lagi nih," kata Romeo yang sudah berpindah tempat ke hadapan Xavier dan Noah.
"Apa gue perlu minta saran sama Caca juga ya biar bisa pacaran sama Sandra?"
"Sandra emang nggak suka sama lo. Mau minta saran sama siapa pun juga nggak ada guna," kata Noah yang terdengar begitu menyakitkan.
"Ya kan gue mau usaha dulu gitu, No" kata Romeo.
"Udah berapa kali lo ditolak?" tanya Noah.
"Lima kali?"
"Masih mau berjuang lagi?"
Romeo mengangguk. "Gue bakal tetep memperjuangkan Sandra selagi janur kuning belum melengkung. Kayak yang si boss lakuin gitu loh. Iya nggak, Xav?"
Xavier tidak menggubris pertanyaan Romeo. Ia masih diam dengan banyak pikiran yang memenuhi otaknya.
"Xavier lagi kenapa, No?" tanya Romeo.
"PMS." jawab Noah yang terlihat membuat Xavier menoleh.
Hanya Noah lah yang bisa menasihati Xavier dan membuat Xavier bisa bersikap lebih dewasa. Mereka berdua sama-sama batu yang beku. Mungkin karena persamaan itulah membuat mereka bisa berteman sampai sekarang ini.
"Habis dimarahin sama nyokap lo, Xav?" tanya Romeo yang lagi-lagi hanya didiamkan oleh Xavier.
"Soal Reva lagi, ya?" tanya Romeo.
Kali ini Xavier terlihat menghela napas panjang. Pusing rasanya jika harus mengingat hubungannya dengan Reva yang belum juga mendapatkan Restu.
"Lo udah jadi nembak Reva belum sih?" tanya Romeo lagi.
"Belum," jawab Xavier pelan.
"Tembak dong, Xav. Kalian berdua kan saling suka, kenapa nggak langsung diresmikan aja?" heran Romeo.
"Nggak dapat restu," kata Noah mewakili jawaban yang seharusnya dikatakan oleh Xavier.
"Udah susah sih kalo masalah restu orangtua. Lo sama Reva saling suka tapi nggak dapat restu. Kalo gue mah selalu direstuin sama bonyok gue tapi cewek yang gue suka nggak mau sama gue," cecar Romeo yang tengah membandingkan keadannya dengan Xavier.
Dua keadaan berbeda dirasakan oleh para remaja yang tengah jatuh cinta. Memang banyak hal baru yang akan dirasakan oleh seorang remaja jika sudah mengenal dan merasakan jatuh cinta pada seorang wanita ataupun pria.
"Mending lo minta saran sama Caca aja deh," kata Romeo tampak membuat Xavier dan Noah menoleh.
"Ck. Itu mata nggak bisa apa lembut dikit kalo ngelihat orang," kata Romeo yang melihat tatapan tajam dari kedua temannya.
"Saran lo nggak bermutu," kata Xavier.
"Heh, Xav. Lo nggak boleh menyepelakan kemampuan Caca tau. Kelihatan banget kalo lo ketinggalan berita," ujar Romeo.
"Maksud lo?" tanya Xavier bingung.
"Selama Caca sekolah di sini, dia udah bisa menyatukan dua hati di antara siswa-siswi SMA Trisakti. Lo mau gue kasih tau contohnya siapa aja?" tanya Romeo.
"Dita tuh baru aja jadian sama Galang, Tamara si cewek modis itu bisa jadian sama Ardi si kutu buku, terus lo tau Serena yang biang kerok sekolah itu kan? Dia sekarang udah pacaran sama Ben yang dulunya dibully sama Serena sendiri. Semua itu salah satunya berkat saran dari Caca loh," tutur Romeo memberi contoh pada Xavier.
Sebenarnya Xavier sudah sering mendengar jika Caca terkenal sebagai peramal hubungan. Gadis itu juga sudah membantu banyak orang untuk berhasil mengungkapkan perasaannya pada orang yang dia suka.
"Kepopuleran Caca udah nggak perlu diragukan lagi. Semua anak-anak Trisakti mana ada yang benci sama Caca. Si biang kerok Serena aja care banget kok sama Caca," imbuh Romeo.
"Lo lupa?" tanya Noah pada Romeo.
"Lupa apaan?"
"Caca suka sama Xavier, bego" kata Noah yang saat itu juga membuat Romeo menepuk jidatnya.
"Oh iya! Mana mau ya si Caca ngebantu lo buat deket sama Reva. Kalo gue jadi Caca pasti lebih milih nikung lo dari Reva daripada ngebantu lo pacaran sama Reva," papar Romeo tanpa sadar membuat Xavier berfikir.
"Caca nggak mungkin nolak kalo ada orang yang minta bantuan sama dia," kata Noah.
"Maksudnya gimana, No?" tanya Romeo.
"Kalaupun Xavier minta bantuan sama Caca pasti bakalan Caca bantu. Tapi harusnya yang minta bantuan itu mikir gimana perasaan orang yang dimintai bantuan," jawab Noah sampai melirik sekilas ke arah Xavier.
"Lo nyindir gue?" tanya Xavier peka.
"Nggak," jawab Noah datar.
"Gue nggak bakal minta saran konyol sama Caca," kata Xavier.
"Bagus," kata Noah tak kalah singkat dengan ucapan Xavier.
Bodoh. Mana mungkin Xavier akan meminta saran pada Caca. Ia tidak akan melakukan hal konyol yang sama sekali tidak berguna.
Ting!
Satu pesan masuk dari ponsel Xavier. Ia pun mengambil ponsel tersebut dari saku celananya. Xavier terlihat kembali menghela napas panjang saat membaca pesan yang tertera pada layar ponsel yang ia genggam.
Reva: Xavier, aku diskors tiga hari karena belum bayar SPP
***