KRINGGGG!
Bel nyaring tanda waktu pembelajaran selesai terdengar menggema di seluruh penjuru sekolah. Seluruh siswa SMA Trisakti tampak bergemuruh memperiapkan diri untuk segera pulang ke rumah.
"Akhirnya kelar juga penderitaan gue hari ini," kata Ariel tampak merenggangkan otot-otot lengannya.
"Belajar yang bener, Riel. Biar nggak bosen sama ekonomi," kata Sandra yang terlihat sudah berdiri di depan Ariel.
"Gurunya aja udah nggak menyenangkan kaya gitu kok. Gimana mau seneng sama pelajarannya?" ujar Ariel terlihat tidak menyukai guru yang mengampu mata pelajaran ekonomi.
"Lo itu aneh. Duduk di samping Caca juga nggak ada perubahan sama sekali," sindir Sandra sambil melirik ke arah Caca yang tengah sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"Jadi mampir ke rumah gue nggak?" tanya Caca mendongakkan kepalanya untuk menatap Ariel dan Sandra.
"Jadi dong. Gue udah ijin sama Bunda buat nginep di rumah lo," jawab Ariel cepat.
"Mampir di rumah gue dulu ya, Ca. Kelupaan ijin sama abang gue," kata Sandra yang segera diangguki oleh Caca.
"Yuk pulang sekarang," ajak Caca kemudian mengajak kedua sahabatnya keluar kelas.
Di luar kelas sudah terlihat banyak siswa yang juga tengah memiliki tujuan yang sama dengan Caca dan kedua temannya. Kemana lagi kalau bukan ke parkiran. Hal pertama yang akan dipikirkan siswa setelah bel berbunyi adalah "Pulang ke rumah secepatnya".
"Saingan lo tuh, Ca?" kata Ariel sambil menyenggol-nyenggol lengan Caca.
Mendengar ucapan Ariel membuat Caca ikut menoleh. Tepat di seberang ia berjalan, terlihat Reva yang tengah duduk manis di depan kelas.
"Pasti nunggu jemputan," kata Sandra datar.
"Jemputannya lewat depan kelas, San?" tanya Ariel bingung.
"Nunggu Xavier nyamperin ke kelas, Riel" kata Caca membuat Ariel mengangguk paham.
"Manja banget sih. Tinggal jalan ke parkiran sendiri apa susahnya coba?" heran Ariel yang terus berjalan sembari menatap Reva dari kejauhan.
"Coba lo pacaran dulu deh, Riel" ujar Caca yang membuat Ariel mengernyit.
"Kenapa harus pacaran?"
"Biar lo tau apa maksud dari sikap Reva saat ini," jawab Sandra yang tentu mewakili jawaban dari Caca.
"Bener gitu, Ca?" tanya Ariel menatap serius ke arah Caca.
"Iyaa. Lo baru bisa komentar bener kalo udah ngerasain apa yang Reva atau pun orang lain rasain," kata Caca membuat Ariel kembali mengangguk paham.
Mereka bertiga kembali fokus berjalan menuju parkiran. Sesekali Ariel melontarkan guyonan recehnya sehingga membuat Caca tertawa dan tidak membuat Sandra merespon apapun.
"Lah. Ganti mobil lagi, Ca?" tanya Ariel pelan.
"Yang kemarin terlalu gede mobilnya. Lebih cocok buat cowok daripada cewek pendek kayak gue," kata Caca sembari menekan kunci mobil yang berada di tangannya.
"Bisa buat gue stress kalo Caca ganti mobil tiap hari," kata Sandra yang setiap harinya mengendarai mobil Caca.
"Yang punya mobil siapa, tapi yang diriwehin siapa."
Caca menunjukkan cengirannya di hadapan Sandra. Sangat sadar jika Sandra selalu kewalahan jika teman-teman sekolah menanyakan perihal mobilnya yang sering bergonta-ganti.
"Kalo lo yang gonta-ganti mobil itu masih wajar, San. Tapi kalo anak panjual pecel kayak gue kok gonta-ganti mobil baru deh buat gempar seisi sekolah," ujar Caca mencoba untuk kembali membela diri.
"Kenapa harus nyamar kayak gini sih, Ca? Bakalan jantungan temen-temen lain kalo ternyata lo itu anak salah satu donatur terbesar di sekolah ini," tutur Ariel memberitahu Caca.
"Mau sampai kapan lo bohong kayak gini, Ca?" tanya Sandra.
Caca tampak mengedikkan bahunya santai. Seolah tidak merasa wajib harus menjawab pertanyaan Sandra. Caca pun hendak membuka pintu mobil sebelum satu suara membuatnya berhenti.
"HALLO CIWI-CIWIKU YANG CANTIK-CANTIK!" seru Romeo secara tiba-tiba berada di antara Caca dan kedua temannya.
"Hallo, Ca!" sapa Romeo memberi salam pada Caca dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
"Makin cantik aja nih, Caca. Makin suka sama Xavier juga nggak nih?" ledek Romeo yang kemudian membuat Caca tersenyum.
Benar-benar pertanyaan bodoh. Sudah jelas jika Caca akan terus menyukai Xavier. Tanpa dipertanyakan pun Caca sudah memberikan jawaban lewat sikapnya setiap hari.
"Xavier tuh, Ca!" kata Romeo sembari menunjuka ke arah Xavier yang tengah menuju mobil bersama dengan Reva.
"Potek nggak tuh hati Caca lihat kayak gitu," kata Romeo lagi.
"Dasar goblok." gumam Sandra yang tentu ia tujukan pada Romeo.
"Lo ngatain gue, San?" tanya Romeo.
"Nggak mungkin banget gue ngatain cowok pinter kayak Noah. Siapa lagi disini yang lebih goblok dari lo?" ujar Sandra yang justru balik bertanya pada Romeo.
"Ck. Sekali-kali nggak ngejek gue nggak bisa gitu, San?" heran Romeo.
"Gue nggak tau harus muji lo di bagian mananya," kata Sandra santai.
"Noah pulang sendirian?" tanya Ariel yang sejak tadi sudah menatap kagum ke arah pria idamannya - Noal.
"Iya," jawab Noah singkat.
"Lo mau nebeng bareng Noah? Nggak jadi main sama kita-kita?" tanya Caca membuat Ariel menggeleng cepat.
"Apaan sih, Ca. Orang gue cuma nanya doang kok," kata Ariel terlihat malu.
"Mau nebeng beneran juga nggak papa kok, Riel"
"Ish. Diem deh, Ca"
"Tinggal lo pilih aja. Mau lo yang nebeng atau gue yang nebeng?"
"Lo mau pulang bareng gue?" tanya Noah secara tiba-tiba.
Pertanyaan tersebut pun membuat semua orang yang berada di dekat Noah menatap ke arahnya.
"Wahh. Gue rasa barusan udah terjadi keajaiban dunia yang kesepuluh deh," kata Romeo menatap ke arah Noah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Nggak usah alay," komen Sandra.
"Lo nggak tau, San? Si batu beku kayak es batu ini mana pernah nawarin cewek buat duduk di motornya," kata Romeo.
"Apa jangan-jangan lo suka sama Caca ya?" tanya Romeo pada Noah.
"Serius? Noah suka sama Caca?" tanya Ariel.
"Gue cuma beneran suka sama Xavier. Jadi walaupun ada cowok yang suka sama gue pun tetep nggak bakalan bisa jadi," kata Caca memberi jawabannya.
Sebenarnya ia sengaja memberi jawaban seperti itu untuk menjaga perasaan Ariel. Caca tahu betul bagaimana Ariel mencintai Noah sejak dulu-dulu. Ia tidak mau terjadi kesalah pahaman dengan sahabatnya.
"Udah yuk pulang. Keburu malem terus kita nggak jadi jalan bareng," ajak Caca mulai membuka pintu mobil.
"Kita-kita pergi dulu ya. Bye," pamit Caca pada Romeo dan Noah. Dan hal itu pun diikuti oleh Sandra dan juga Ariel. Ketiga kemudian mulai pergi meninggalkan sekolah dengan mobil milik Caca.
***
Malam minggu ....
Jika kebanyakan remaja akan memilih untuk berkencan dengan pacar ketika malam minggu, namun bagi tiga gadis jomblo seperti Caca dan kawan-kawan hal tersebut tentu tidak akan berlaku. Mereka bertiga akan mengahbiskan malam minggu bersama dengan menginap di salah satu rumah mereka bertiga.
Alunan musik terdengar menggema memenuhi kamar Caca. Malam ini giliran rumah Caca yang bertugas menampung curhatan jomblo-jomblo. Seperti akhir pekan biasanya, Caca dan kedua temannya akan menghabiskan malam minggu dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan bagi mereka. Meskipun kadang hal menyenangkan tersebut terbilang sangat tidak berguna.
"Aku tak mudah mencintai, tak mudah bilang cinta. Tapi mengapa kini denganmu, aku jantuh cinta. Oh Tuhan tolong dengarkanku, beri aku dia. Tapi jikaa, belum,,, jodoh… aku bisa apaa .…"
Kedua bibir Caca terdengar melantunkan lagu yang sama seperti yang tengah diputar oleh musik box yang ia punya. Sedangkan Sandra dan Ariel tampak sedang menikmati camilan yang tadi sore ia beli sambil memainkan game yang ada di ponselnya.
"Lagu itu sama sekali nggak cocok buat lo," kata Sandra saat mendengar Caca menyanyikan lagu milik Devano Danendra.
"Kenapa nggak cocok, San?" tanya Ariel sambil mengunyah kripik kentang kesukaannya.
"Lo lihat aja gimana Caca gampang banget bilang suka sama cowok. Lihat cowok bening dikit aja si Caca langsung bilang suka," jawab Sandra membuat Ariel mengangguk paham.
"Tapi ya, San. Seinget gue kan Caca udah sering banget ya bilang suka sama cowok, tapi kenapa yang paling dihebohkan itu cuma si Xavier aja?" heran Ariel.
"Ya kan Xavier cowok paling populer di sekolah, Riel" kata Sandra.
"Kadang gue suka heran. Kenapa anak-anak sekolah sama guru-guru itu lebih ngedukung gue sama Xavier, daripada Xavier sama Reva?" tanya Caca setelah berhenti menyanyikan lagu.
"Sebagian guru kan udah tau jati diri lo yang sebenarnya, Ca. Kalo dilihat dari cara nyokap Xavier ngebentak Reva waktu di sekolah, guru-guru pasti mikir kalo seleranya nyokap Xavier itu tinggi. Ya selevel sama lo gitu, Ca" papar Sandra memberikan pendapatnya.
"Sebenarnya nih ya, Caca itu bisa kok kelihatan lebih cantik kalo di sekolah itu sikapnya lebih kalem. Kayak Reva gitu loh, Ca" kata Ariel.
"Mungkin aja Xavier suka cewek yang kalem-kalem gitu, Ca"
"Enggak juga lah. Gue kenal sama mantannya Xavier pas SMP, dia satu tempat les sama gue dan cerewetnya justru ngelebihin Caca," kata Sandra.
"Ya intinya Xavier itu bakal milih cewek yang memang dia sukai. Selera orang itu kadang engga bisa ketebak," ujar Caca membuat kedua temannya mengangguk.
"Semisal nih, Ca. Xavier nyamperin lo terus minta saran dari lo soal hubungan sama Reva gimana?" tanya Ariel.
"Lo tau kan kalo sampai sekarang Xavier masih belum memutuskan hubungannya dengan Reva itu mau gimana. Gue rasa Xavier lagi dilanda kebingungan," imbuh Ariel tampak membuat Caca mengangguk.
"Tante Tiana tetap nggak bakal ngasih restu buat Xavier sama Reva," kata Sandra.
"Kali aja Xavier dapat hidayah buat pake Biro Jodoh lo gitu, Ca" kata Ariel memberi satu kemungkinan.
"Lo bakal bantuin Xavier apa enggak?" tanya Ariel.
"Gue bantu kalo dia emang minta bantuan," jawab Caca cepat.
"Really? Lo bakal ngorbanin perasaan lo lagi?" tanya Ariel.
Caca menggeleng. "Gue bakal ngelakuin hal yang ngebuat hidup gue happy. Dan ngebantu orang lain itu juga termasuk definisi "happy" dalam hidup gue,"
Begitulah Caca ketika sudah membahas tentang Xavier. Apa-apa yang dirasa tidak masuk akal bagi banyak orang pun akan Caca lakukan demi seseorang yang sangat dia cinta. Meski perasaan sakit itu pasti ada, tapi Caca sudah tidak lagi menghiraukannya.
***
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA:)
021012020 (10.09 AM)