Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

MY FATE IS YOU

Whalien52Val88
--
chs / week
--
NOT RATINGS
19.6k
Views
Synopsis
"Sebenarnya aku mau kasih tau sesuatu.." "Ya...?" "Alasan aku kencan buta, bukan hanya untuk cari teman kencan seperti biasa, tapi aku mau nyari istri." "Uuuh uh.. okeey..??" "Dan kamu adalah orang yg aku cari." "Ahahahaha..." Gina tertawa terbahak-bahak tetapi Verrill menatapnya dengan bingung. "Ya ampuun, Kak, tadi habis makan apa sih? Mana ada orang mau nikahin orang yang baru dia temui, baru satu minggu pula??" Gina tidak habis pikir, tapi setelah dia balik menatap Verrill, tidak ada keraguan sedikit pun di wajah lelaki tampan itu, yang ada hanya raut wajah yang serius. "Aku serius. Gina, apa kamu mau menikah denganku?" "Uhuk, uhuk!" Gina tersedak air liur nya sendiri. "Jadi kakak lagi ngelamar aku sekarang?" Gina menatapnya tidak percaya. Orang ini pasti sedang bercanda, pikir Gina. "Iya. Aku mau seorang istri yang menemaniku dan aku yakin kamu butuh seseorang untuk melindungi mu." Gina terdiam mendengar kalimat Verrill. Melindungi. Itu memang yang sangat dia butuhkan. "Tapi... Kita gak bisa menikah tanpa cinta..." "Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Kita menikah atas dasar saling membutuhkan." "Gimana kalo kakak gak butuh aku lagi? Kita cerai?" "Itu gak mungkin untukku. Tapi mungkin untukmu. Aku ingin kamu selalu menemani aku, mengisi hari-hari bersama." Gina tidak menjawab. Mungkin untuknya? Apa mungkin maksudnya dia tidak butuh perlindungan dari Verrill lagi? "Kamu boleh gak jawab sekarang. Tapi aku minta tolong untuk dipikirkan secepatnya." ==================== Gina Hollen, gadis berparas cantik berusia 19 tahun. Pindah ke kota Adera untuk memulai hidup baru dan meninggalkan masa lalunya yang pahit. Bersama dengan sahabatnya, Merry, Gina memulai kehidupan keras di kota yang kejam. Tetapi, setelah kencan buta yang singkat, dia dilamar oleh seorang pengusaha tampan kaya! Apakah ini terlalu indah dan sempurna untuk jadi kenyataan? Apa ini takdir? Verrill Pierce, 27 tahun, pengusaha kaya raya yang tampan bak dewa dan misterius. Terlalu banyak rahasia di balik kesempurnaan seseorang. Melamar Gina Holllen seolah – olah gadis itu sudah lama dikenalnya. Dia tidak ingin yang lain, hanya Gina. Pria dingin itu akan melakukan apa saja, untuk melindungi dan memanjakan gadisnya. Dia tidak peduli. Bahkan jika dia akan melakukan trik – trik tertentu untuk merebut hati Gina. Dia akan melakukannya. Gina, dari awal memang ditakdirkan untuknya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Hanya Rindu

Gina Hollen, berjalan dengan cepat menuju halte bus.

Langit sudah semakin menghitam dan sepertinya siap menumpahkan segala amarahnya ke bumi.

Jika terkena hujan ini, sepertinya tidak hanya basah kuyup tapi juga babak belur, pikir Gina.

Tapi high heels yang terlalu tinggi menghambat laju jalannya. Terasa tidak nyaman dan tumitnya seperti tertusuk ribuan jarum.

"Sial, besok bawa sandal ganti deh biar pulang kantor gak gini – gini amat." Umpat nya.

Tepat sebelum hujan mengguyur, Gina sampai di Halte bus dan berteduh disana. Hujan yang sangat lebat, titik airnya hampir sebesar bola kasti. Gila, kaya begini bakal ada bus yang datang gak sih? Pikir Gina sambil menatap jam tangannya yang sekarang sudah menunjukan pukul setengah 6 sore.

"Ck, gak akan pulang jam segini kalo gak dikerjain sama bos gila." Gerutu nya.

Tapi dia segera menggelengkan kepala.

"Gak, gak boleh ngeluh, sadar Gina kamu perlu pekerjaan ini. Kamu harus mandiri, harus bisa!"

Dia meletakkan kedua telapak tangannya ke pipi untuk menyadarkan diri.

Ya, dia sangat perlu pekerjaan ini, perusahaan tempatnya bekerja memang bukanlah perusahaan besar, tapi dia pun sudah sangat senang karena selain karena gajinya menggiurkan, pekerjaannya pun sesuai dengan bidang yang dia ambil saat sekolah dulu, seorang sekretaris.

Kini sudah satu tahun sejak dia bekerja di sana, tidak ada yang bisa melunturkan semangatnya walaupun atasannya sering menggoda dan menyuruhnya melakukan tugas–tugas yang di buat–buat agar Gina selalu dekat dengan atasan nya yang genit itu.

Seperti misalnya tadi siang, saat Gina diminta untuk memeriksa beberapa proposal, atasannya menyuruhnya duduk di meja yang sudah disiapkan tepat disebelah nya.

Padahal meja khusus sekretaris sudah disediakan tepat di depan ruangan.

Rekan kerja Gina hanya tersenyum iba saat Gina memasuki ruangan sang pimpinan dan keluar dengan wajah lelah beberapa jam kemudian.

Gina lelah bukan karena memeriksa proposal- proposal itu. Tapi dia Lelah karena menghindari tatapan dan ajakan tak senonoh sang direktur. Tapi Gina tidak menyerah, dia tidak memerdulikan hal itu. Yang ia pedulikan adalah bagaimana bertahan hidup di tengah hiruk pikuk kota ini sebagai sebatang kara.

Tidak ada yang peduli dengan kita selain diri kita sendiri, pikir Gina sambil menepuk nepuk dadanya menguatkan dirinya sendiri.

Setelah 15 menit menunggu, akhirnya bus yang ditunggu-tunggu datang. Gina segera naik dan menutupi kepala dengan tas kerjanya karena hujan yang lebat. Setelah masuk ke dalam bus Gina segera memilih tempat duduk paling belakang. Bus ini hanya diisi oleh beberapa orang. Jam pulang kantor memang sudah lewat.

Sebenarnya begini bagus juga pikirnya, tidak seperti biasa yang harus berdesakan dan berdiri sepanjang perjalanan.

Seketika Gina duduk, bus pun mulai berjalan pelan dan stabil. Dia duduk dengan kepala menghadap ke jendela, di luar sudah gelap, hujan yang mengguyur dan kelap kelip lampu di sepanjang jalan menambah sendu suasana.

Toko, kedai, restauran, minimarket… semuanya berjalan di tatapan Gina dan satu persatu melewatinya.

Kota ini tidaklah sebesar kota-kota besar lainnya. Tetapi buatku sudah sangat besar dan nyaman disini, pikirnya. Sangat nyaman dibandingkan jika aku harus hidup bersama keluarga ku sendiri yang menganggap ku hanya beban dan babu saja. Sekarang tidak perlu lagi seperti itu, aku sudah bisa menjalani kehidupan ku sendiri, Gina tersenyum kecil. Pikiran yang positif selalu membuat moodnya lebih bagus.

40 menit kemudian, Gina sudah berada di apartemen nya, dia sedang mengeringkan rambut setelah selesai mandi air hangat dengan shampo dan sabun busa aroma mawar susu kesukaannya. Duduk di depan cermin rias nya Gina menatap pantulan dirinya cermin.

Wajah putih bersih mulus, hidung kecil mancung, tulang pipi yang tinggi dengan lesung pipi mungil dikedua belah pipinya.

"Hmmm.. Aku cantik juga ya hehehe... Gak apa apa kan? memuji diri sendiri memang bagus hahaha.."

Tawa Gina menghibur dirinya sendiri.

Dia memang senang menikmati waktu untuk dirinya sendiri. Apalagi semenjak tinggal sendiri di kota ini, dia punya waktu banyak untuk merawat diri.

Tidak seperti saat tinggal di rumah paman dan bibinya, setelah sekolah dia hanya mengurusi pekerjaan rumah dan mengurusi kebutuhan bibi dan dua sepupunya yang sangat manja.

Ya, Gina memang tinggal bersama paman dan bibinya setelah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tua Gina yang membuatnya sebatang kara dan tidak tau harus bagaimana, satu –satunya pilihan adalah tinggal di rumah bibi yang merupakan adik tiri ibunya. Saat itu Gina masih duduk di kelas dua SMP, kedua orang tuanya sedang dalam perjalanan pulang dari pesta ramah tamah perusahaan yang diadakan di puncak. Gina sedang mengerjakan PR di ruang keluarga bersama pengasuh yang bertugas menjaganya, saat dua orang dari petugas kepolisian datang dan menyampaikan kabar duka bahwa mobil orang tua Gina mengalami kecelakaan.

Sedih dan syok, Gina tidak tahu harus melakukan apa, dan akhirnya memilih pindah di kediaman paman dan bibinya. Setelah satu tahun tinggal bersama mereka, Gina bertekad akan meninggalkan rumah itu, tapi terhalang karena Gina yang masih muda harus menyelesaikan pendidikan dan membutuhkan wali. Orang tua Gina adalah orang yang berkecukupan bahkan bisa dibilang dari kalangan kelas atas. Tapi Gina yang masih muda tidak boleh hidup sendirian, dan bibinya yang licik dengan senang hati menampungnya dengan harapan warisan orang tua Gina sedikit demi sedikit mereka yang menguasai. Awalnya Gina tidak rela, warisan itu adalah harta hasil kerja keras orang tuanya dan itu adalah hak miliknya.

Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, Gina menjadi semakin dewasa dan paham. Yang dia butuhkan adalah keluar dari keluarga penyiksa dan tidak waras ini. Biarlah kenangan kedua orang tuanya hidup dalam hati nya saja, itu sudah cukup.

Aku ingin menjalani hidupku dengan baik, dengan begitu papa dan mama pasti bangga pada ku, pikir Gina saat itu.

Gina sejak kecil memang dididik dan dilatih kedua orang tuanya agar menjadi wanita yang lembut tapi tegas, selalu positif dan mandiri.

Ajaran yang baik itu melekat padanya hingga dia dewasa.

Gina sangat bersyukur, walaupun dia bersama orang tuanya hanya selama 12 tahun hidupnya, tetapi banyak pelajaran dan nasihat dari papa dan mama nya yang sangat membantunya hingga saat ini.

Sambil menyisir rambutnya yang masih agak basah menggunakan jari, pikiran Gina melayang menyusuri kenangan – kenangan indah bersama orang tua nya. Tangannya terulur membelai ukiran bingkai foto keemasan di atas meja riasnya.

Dia mengambil bingkai foto itu, dan mengelus foto ketiga wajah yang ceria di sana. Papa nya dengan jambang tipis, hidung mancung, gaya rambut undercutnya yang hitam, mata biru, bibir tipisnya tersenyum menatap balik orang yang melihat foto itu.

Papa nya terlihat tampan sekali.

Mama, rambut bergelombang hitamnya, mata coklat, bibir manis yang tebal tersenyum menunjukan lesung pipi nya yang cantik.

Gina tersenyum menatap kedua orang tuanya, jari – jarinya mengelus foto itu.

"Hai kalian berdua, Gina kangen loh.. mampir ke mimpi Gina dong malam ini, ma.. pa…"

Matanya basah berkaca-kaca, lalu Gina melihat anak yang ada ditengah kedua orang tuanya. Dirinya saat itu terlihat sangat bahagia, sama sekali tidak akan tau apa yang akan dihadapinya dimasa mendatang.

"Gina… you are doing well, keep going, you are fine, you are so good at your job, take care of yourself, love yourself.."

Gina tersenyum dan air mata mengalir di pipinya. Gina tidak sedih lagi, dia hanya rindu, dan terbesit rasa haru atas apa yang sudah dia lalui untuk sampai ditahap kehidupannya saat ini.