Senin, hari yang horor.
Horor karena setelah bersantai akhir pekan dihantui dengan besok kerja, besok bangun pagi.
Tapi Gina merasa hari-hari pekerjaannya di sini semakin horor.
Adrian Lee, atasan Gina yang mesumnya tak bisa dibendung itu selalu mengganggunya, jika saja Gina tidak mengingat pekerjaan ini sangat dia perlukan pasti dia sudah melakukan high five, menggunakan kursi, di wajah Adrian.
Untung saja Rachel selalu membantunya setiap saat jika situasi yang tidak menguntungkan itu kembali menghampiri Gina.
Anehnya, jika Rachel datang atau menyela Adrian seperti kesal namun tak dapat berbuat apapun selain melepaskannya.
Gina tau hubungan Adrian dan Rachel tidak hanya sebatas bos dan sekretaris, ada bumbu hubungan percintaan disana. Tapi, Gina mendapat perasaan bahwa sebenarnya masalah dua orang itu lebih dari sekedar percintaan.
Adrian secara tidak langsung terlihat..patuh? Entahlah, Gina sangat bersyukur punya rekan kerja dengan keanggunan dan ketegasan seperti Rachel. Jadi, dia bisa menghindari sifat mesum bos mereka.
Hari ini, Gina bekerja sendirian di mejanya. Malam tadi dia menerima telepon dari Rachel bahwa direktur Lee dan dirinya akan keluar kota karena ada pertemuan klien penting. Gina merasa sedikit lega. Tidak bertemu dengan Adrian adalah anugerah indah dalam pekerjaanya. Walaupun Adrian adalah bosnya.
Tapi Gina juga akan kesepian karena Rachel tidak ada disana.
Sore menjelang, Gina sudah bersiap-siap akan pulang. Membereskan semua barangnya, merapikan meja dan turun ke bawah.
Gina keluar kantor dengan perasaan bahagia. Hari ini tidak ada yang mengganggunya dan tidak ada orang yang membuatnya tidak nyaman. Hari yang sempurna, batin Gina. Ponselnya bergetar, pesan dari Verrill:
-Sudah pulang?-
•Sudah, kak Verrill sudah pulang kerja juga?•
-Ya, hati-hati di jalan. Langsung pulang ke rumah ya. Kalo sudah sampai kabari aku :)...-
Gina tersenyum kecil melihat percakapan pesan singkat mereka. Kak Verrill manis sekali, ah dia jadi ingat tawaran menikah itu. Dia selalu memikirkan nya tapi masih bingung dengan keputusan apa yang akan dia ambil. Sementara itu Verrill semakin perhatian dan bersikap manis padanya. Apa pernikahan memang ditentukan secepat itu? Pikir Gina sambil melanjutkan langkah kakinya.
Ponselnya bergetar lagi.
"Hmm? Kak Verrill sering banget nge chat.. apa dia kangen ya?"
Gina tersipu malu. Menghentikan langkahnya dan membuka pesan yang masuk.
Direktur Lee:
-Sekretaris Gina, ada dokumen penting milikku yang harus kau ambil sekarang. Perpustakaan Dalton, Jl. Piper.-
Gina membaca pesan tersebut dalam hati dan secara naluriah seperti mendengar langsung suara berat dan nada mengintimidasi Adrian.
'Hmm? Perpustakaan? Jam segini masih buka? Aku baru tau nama jalan ini..'
Tiba-tiba Gina merasakan sesuatu yang tidak enak. Perasaannya mengatakan bahwa ada yang tidak beres.
'Gimana nih? Aku takut. Tapi siapa yang bisa nemenin kesana? Apa aku tanya kak Verrill... Nggak jangan Gina! Kalian baru kenal dan kamu sudah bergantung sama dia? Jangan bercanda!....Merry? Aku gak bisa ganggu kerjaan dia...'
Drrrrttt.. drrrrttt...drrttt
Direktur Lee:
-Sekarang. Sekretaris Gina, kau tidak membalas pesan ini. Apa kau masih mau bekerja?-
Gina to Direktur Lee:
-Maaf Pak Direktur, saya segera kesana.-
Gina dengan tergesa memanggil taksi yang lewat, dan segera memberitahu supir untuk menuju jl. Piper.
Sepanjang perjalanan, Gina tidak bisa duduk dengan tenang. Sesekali menatap jendela lalu memainkan ponselnya dan ini sudah yang ketiga kalinya dalam 15 menit Gina mengurai dan mengikat rambutnya.
"Nona, kau baik-baik saja?"
"Eh, iya pak.."
"Di jl. Piper, mau berkunjung kemana?"
"Mmm... Dapak tau perpustakaan Dalton?"
"Ooh... Perpustakaan itu ada di antara dua gedung, kalau tidak salah Jul's Taylor dan satu lagi kantor agen pemasaran properti. Letaknya agak ke dalam lagi"
"Oohh.. terima kasih Pak."
Gina tersenyum kecil, tapi tidak bisa menghilangkan rasa gelisah yang terlihat jelas diwajahnya.
Dia berusaha fokus, 'ke perpustakaan itu, ambil dokumen langsung pulang' batinnya dalam hati. Sesekali dia melirik ponselnya. Membuka kontak Verrill, ragu-ragu. Saat masih berdebat dengan nuraninya, ternyata mereka sudah sampai.
"Ini, terima kasih." Gina membayar dan segera keluar dari mobil.
"Nona, berhati-hati lah."
Ucap supir taksi itu dan berlalu pergi.
Perasaan Gina semakin tidak enak.
Sebenarnya sekarang masih sore. Langit berwarna jingga indah. Tapi Gina merasakan hawa yang berbeda. Insting waspada nya sedang bekerja.
Dia berjalan disepanjang trotoar. Jalan ini ternyata terletak dipinggir kota. Berbeda dengan bagian kota lainnya. Daerah ini jarang ada pohon atau tanaman bunga. Banyak gedung dari bata merah yang tinggi. Jalanannya pun sepi. Hanya ada dua cafe kecil , satu toko elektronik dan satu minimarket. Orang yang lewat pun bisa dihitung menggunakan jari.
Tidak seperti ditempat biasa Gina berada dengan segala hiruk pikuk sibuknya kota.
Akhirnya Gina melihat kantor pemasaran agen properti dan Jul's Taylor seperti yang disebutkan supir taksi tadi padanya. Di tengah kedua gedung itu terdapat seperti jalan masuk ke dalam. Gina menyebrang ke sana dan berhenti di depan jalan masuk.
Di dalam sana ternyata terdapat anak tangga panjang yang tidak curam naik keatas. Agak jauh diatas terlihat atap dengan lampu redup dan kelap kelip. Dibawah anak tangga itu terdapat papan berbentuk anak panah menunjuk ke atas, bertuliskan:
"Dalton's Library"
Gina menenangkan dirinya. 'Gak ada apa-apakan? Ini masih sore, langit masih terang, pasti masih banyak orang.' pikirnya dalam hati.
Dia menghela napas panjang.
Hari ini hampir saja jadi hari yang sempurna...