Suara nafas Merry yang teratur menandakan dia sudah tertidur dengan pulas.
Tetapi, Gina tidak bisa tidur.
Dia menatap jam, 16.30 sore.
Sudah dua jam yang lalu sejak Verrill pergi dan Merry yang datang menjenguknya.
Setiap mengingat Verrill ada perasaan gelisah di hatinya. Apa ini keputusan yang tepat? Atau Gina hanya terlalu dikuasai rasa takut hingga tidak bisa berpikir jernih.
Gina tau dia memang menyukai Verrill. Dia terpana dengan pesona Pria itu. Tapi siapa yang tidak? Dia begitu tampan, bak pangeran dari negeri dongeng, pembawaan nya yang lembut, aura nya yang kuat, membuat siapa saja yang lewat akan terpaku ditempat hanya untuk mengaguminya sejenak.
Dia begitu sempurna, Gina tau dia bukan orang biasa, dia pasti kaya, Verrill bilang dia mengepalai sebuah perusahaan. Sedangkan Gina?
Dia tau, ini pernikahan tanpa ada rasa cinta yang dalam. Perasaan suka? Ada. Tapi suka dan cinta kan berbeda…
Apa Verrill akan tulus mencintainya?
Tidak. pertanyaan sebenarnya adalah, apa orang seperti Gina masih pantas mendapatkan cinta yang tulus?
Dia… tidak punya apapun untuk dipersembahkan sebagai seorang istri yang polos.
Gina mengganti – ganti saluran di televisi. Matanya menatap layar kaca yang bergerak – gerak itu tapi pikirannya tidak ada di sana.
"Yang tadi rame tau." Suara Merry yang sedikit serak membuat Gina tersentak kaget.
"Loh sudah bangun?"
"Barusan. Hoooaaaaaam…." Merry menggeliat di sofa yang besar itu, matanya tidak berpindah dari layar televisi.
"Udah tidur aja lagi."
"Kamu kok gak tidur?"
"Gak bisa nih…"
"Udah gak usah dipikirin…"
"Kaya tau aja aku mikir apa… mikir apa hayooo…"
"Si cowok alien itu kan?"
"Hah? Alien?"
"Iya, Verrill Alien Pierce."
Gina tertawa terbahak – bahak sampai dia meringis, kepalanya berdenyut, perutnya yang lebam terasa sakit.
Merry hanya tersenyum menahan tertawanya. Sebenarnya dia serius, tapi mendengar Gina yang tertawa lucu membuatnya tertawa juga.
"Udah udaaah… ntar kepalanya sakit loh gerak – gerak gitu."
Gina mengangguk yang mana malah membuatnya pusing.
"Heh... mana boleh gitu sih. Kenapa dia malah jadi alien? Cakep gitu kok."
"Iya aku gak ngebantah cakepnya. Tapi anehnya itu looh.."
"Aneh gimana?" Gina mengusap matanya.
Merry berpikir, benar juga. Sejak dia sampai ke ruangan ini, dia duduk di sofa lalu tertidur. Dia bahkan tidak tau kapan Verrill pergi.
Apa sebaik nya dia ceritakan saja untuk Gina perihal Verrill yang sengaja menggantikan Daniel sebagai teman kencan nya?
Merry takut. Merry takut jika Gina mengetahui orang-orang dari keluarga Alliston itu masih mencarinya dia akan panik.
Masa lalu Gina, kenangan buruk lamanya yang dia simpan. Merry tidak akan sanggup melihat Gina terpuruk lagi. Mereka sudah bersama sejak lama. Tidak ada yang membuat Gina menjadi lebih buruk jika harus mengingat masa – masa itu.
Alliston sialan, untuk apa mereka mencari Gina lagi? Bukan kah Gina sudah menyerahkan semuanya?
"Tapi emang sih… kadang aku ngerasa dia kaya tau semuanya soal aku."
Merry dengan cepat terbangun dari lamunannya.
"Tuh kan."
Akhirnya hanya dua kata itu yang keluar dari mulutnya. Dia ragu – ragu sejenak.
"Kamu yakin gak pernah liat dia sebelumnya?"
"Sebelumnya gimana?" Gina kini sudah duduk bersender ke tumpukan bantal yang empuk
"Ya… sebelum kencan itu… atau duluu udah lama banget."
"Perasaan enggak deh. Masa iya se cakep itu aku gak ingat."
"Kepala anda yang terbentur tidak melunturkan kegenitan anda rupanya..."
Gina tertawa lagi, kepalanya masih sakit. Tapi dia tidak peduli.
"Haaah.. dasar…" Gina mengusap matanya lagi.
"Tapi iya bener kok, kalaupun pernah ketemu… kayanya aku gak ingat deh. Emang kenapa?"
"Hmmm…" Merry menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Waktu kamu masih diruang ICU aku ada ngobrol sama dia."
"Uh uh?"
"Dia bilang…. Apa yang aku gak tau tentang kalian… Dia kenal aku bahkan aku belum kasih tau namaku."
"Kok dia bisa bilang gitu?" Gina mengerutkan kening nya.
Merry menyerah.
"Jadi Gin, sebenarnya…. Duh ini salah ku, maaf ya aku baru kasih tau. Pokoknya teman kencan kamu seharusnya bukan dia. Ada cowok, tadinya dia teman kerja aku. Namanya Daniel."
"Hah? Maksudnya?"
"Pokoknya ni ya, Verrill itu diam – diam ngegantiin Daniel buat ketemu kamu hari itu."
Gina menatap Merry lekat – lekat, mengedipkan matanya berulang kali.
"Ya gak mungkin lah dia aja tau nama aku."
"Itu juga yang aku pikirkan, jadi aku nyari Daniel buat minta penjelasan dari dia. Ternyata dia udah mengundurkan diri jadi udah gak disini lagi. Aku juga kehilangan kontak dia."
"Jadi maksudnya aku dikerjain?" Mata Gina terbelalak. Kepalanya makin sakit
"Gak, gak sama sekali. Justru kita berdua harus sangat bersyukur Verrill yang datang waktu itu." Merry menekankan kata-kata 'harus sangat bersyukur'.
"Karena?"
"Karena, Daniel ternyata orangnya Siska Alliston."
Entah karena memang ada bunyi menggelegar atau itu hanya detak jantung Gina yang berdegup kencang hingga dia bisa mendengarnya dan telinganya berdenging.
Melihat Gina yang langsung pucat, Merry beranjak dari sofa menghampirinya.
"Hey, hey It's okay. Mereka gak akan ganggu kamu lagi. Mereka gak akan nyuruh kamu macam – macam lagi. Ini hidup kamu, kamu yang menentukan kamu mau nya gimana… okey?" Merry mengelus lembut pundak Gina. Dia bisa merasakan gadis itu bergetar.
"Iya benar." Ada amarah di suara Gina.
"Ini hidup aku. Mereka gak berhak mengatur aku."
Gina menoleh menatap Merry. Mata nya merah berkaca-kaca.
"Mer, kamu juga harus hati – hati. Verrill bilang sama aku kalo yang membongkar apartemen kamu itu orang yang nyari aku juga." Gina menarik napas panjang.
"Aku rasa itu ada hubungannya sama mereka."
Merry sebenarnya tidak terkejut.
Dari penjelasan Tuan Yuko dan polisi yang memeriksa apartemen nya kala itu pun sudah memberitahu nya perihal orang yang membongkar itu sedang mencari sesuatu.
"Maaf ya Mer, selama ini kamu jadi susah karna aku, sekarang mereka ganggu kamu juga."
"Sshhh! Kamu jangan ngomong gitu ah. Kamu sahabat aku, saudara aku satu – satunya. Kamu gak pernah ngerepotin aku. Kalo gak ada yang jaga kamu siapa lagi? Nanti kamu punah loh." Merry memeluk Gina.
Gina memukul pelan tangan Merry sambil tertawa.
"Sempet – sempetnya aja ngeledekin."
Gina terharu.
Dia dan Merry sudah berteman sejak kedua nya di bangku SMP. Selama ini hanya Merry tempatnya berkeluh kesah begitu juga sebaliknya.
Walaupun Merry memang lebih pandai berbicara dan mudah akrab dengan orang lain, tapi dia tetap memilih Gina saja yang menjadi teman baiknya selama bertahun-tahun. Berbeda dengannya, Gina memang agak tertutup dan jarang mau bercerita dengan orang lain selain Merry. Apalagi semenjak kedua orang tuanya meninggal…
"Tapi kita kayanya gak perlu khawatir. Mungkin kita bisa manfaatin Alien yang suka sama kamu itu."
"Maksud kamu?"
"Untuk melawan orang yang punya harta dan kekuasaan itu gak bisa cuma pakai keadilan hukum Negara ini aja. Gak akan mempan" Merry melipat kedua tangan didepan dadanya, serius.
"Emang, makanya aku mending pergi aja gak mau punya urusan lagi sama mereka."
"Kalau pergi terus gak akan pernah selesai Gin. Kamu mau kemana lagi? Planet yang bisa di tinggalin cuma bumi aja."
Gina tertawa.
"Lalu apa hubungannya sama Verrill?"
"Lalu apa hubungannya dengan Verrill?? Lalu?? Ya jelas banyak laaah!.." Merry menatap Gina tak percaya.
"Iya aku tau Verrill kaya, tapikan dia gak mungkin bisa melawan Alliston, kamu tau mereka megang perusahaan papa aku."
"Gina… aku tau kepala kamu kebentur, tapi kamu udah ketemu sama Alien itu sebelumnya. Jangan bilang sama aku kamu gak tau Verrill itu siapa."
"Dia CEO juga di salah satu anak perusahaan V Group." Gina dengan santai berbicara sambil mengambil buah jeruk yang ada di meja samping ranjang nya.
Merry menatapnya tak percaya.
"Kayanya kamu bakal gila kalo tau dia siapa."
"Lah emang dia siapa?" Gina mengupas jeruknya
"Kamu gak sepeduli itu?"
"Gak penting sih… aku males cari tau, dia juga udah kasih tau kok."
"Kamu gak curiga kenapa dia tau hal – hal yang gak kita tau?"
"Yang punya banyak uang kan emang gitu."
Benar juga pikir Merry. Kita memang tetap menggunakan hukum rimba walaupun tinggal di kota. Siapa yang punya uang dan kekuasaan jelas lebih unggul.
"Tapikan… ah ya sudah lah…"
"Mmmm… aku yang mau bilang sesuatu."
"Apa?"
"Kita emang gak perlu khawatir. Kita punya pelindung."
"Alien?"
"Kok tau?" Gina terkejut, Merry tau dia menikah dengan Verrill? Kok mukanya biasa aja pikir Gina.
"Ya siapa lagi kalau bukan dia? Emang rencana kamu apa?"
"Bukan aku aja. Kami sepakat untuk menikah dengan kontrak." Gina yang sedari tadi malah menyuapi Merry dengan buah jeruknya membuat sahabatnya itu tersedak.
"Uhuuk uhuuk!!.." Merry menggapai air minum terdekat dan segera meneguknya.
"Gina.. uhuuk! jangan gila ya.. uhuuk!"
"Gak kok, lagian aku sudah muak sama mereka." Gina jadi semakin yakin dengan keputusannya. Dia sudah tidak peduli.
"Kamu yakin?" Merry menyeka mulutnya dengan tisu.
"Yakin. Aku gak mau diganggu lagi. Udah cukup."
Merry mengangguk. Sebenarnya keputusan Gina ini ada benarnya. Verril orang yang punya banyak uang dan kekuasaan di bidang bisnis. Alliston mungkin hanya seperti debu untuk orang seperti dia.
"Dia yang nawarin, kamu yang nawarin?"
"Ya dia lah Mer… masa aku sih hahaha…" Gina tertawa canggung.
"Awalnya aku ragu, ini pernikahan kontrak dimana dia mau istri untuk nemenin dia dan aku butuh perlindungannya. Gak ada kata cinta sama sekali."
"Masa? Dia kayanya peduli banget sama kamu."
"Mmmm.. entahlah.."
"Kamu juga gitu, selain karna butuh suami untuk berlindung, pasti karena yang nawarin cakep kan?"
"Yang itu aku gak bisa membantah."
"Dasar genit."
"Kita berdua gak akan jadi manusia kalo orang tua kita gak tau apa itu genit."
"Sialan."
Gina tertawa. Lalu kembali serius.
"Tapi Mer, gimana seandainya dia gak butuh aku lagi?"
"Kamu takut ditinggal pas lagi sayang – sayangnya?" Merry mengunyah jeruknya.
"Makanya jangan pake perasaan. Aku ngingetin kamu dari sekarang, lebih baik jangan di bawa perasaan aja. Biar gak sakit."
"Gimana kalau dia tau tentang… aku yang dulu?"
"Kamu pikir dia gak tau? Gak mungkin deh Gin. Coba tanya dia aja langsung."
"Tapi kalo aku yang masih butuh gimana?"
"Heloo… minta aja alien itu buat nyingkirin Alliston sampe ke Mars dan gak usah balik lagi mumpung dia lagi suka – sukanya sama kamu. Gitu aja repot." Merry sudah membuka jeruk yang kedua.
"Jeruknya manis loh Gin, dari siapa?"
Merry sudah bisa santai sekarang. Setidaknya Gina aman. Dia tau Verrill sangat menyukai Gina. Gina juga tidak menghindar sebenarnya. Ah, apakah ini masa depan Gina, cerah juga pikir Merry.
"Verrill. Eh tapi masa bisa gitu? Kamu tau kan Alliston itu bahkan bisa nyogok polisi dan wartawan. Aku takut Verrill lama – lama malah kena masalah…" Gina termenung.
"Bego ih." Merry masih asik mengunyah jeruknya sambil menonton televisi yang menayangkan drama tak masuk akal favoritnya.
"Sekarang dia dimana?"
"Woi… Katanya tadi ngurus dokumen pernikahan." Gina juga ikut menonton drama itu sambil memasukan anggur manis kemulutnya.
"Oh… Kamu jadi Nyonya Alien dong."
"Sialan."
Mereka dua tertawa.