Setengah jam kemudian.
Saat itu Rachel tengah menjelaskan apa saja tugas dan kewajiban seorang sekretaris direktur utama perusahaan ini pada Gina.
Pintu ruangan di samping mereka terbuka. Dua orang lelaki paruh baya berjas mengkilap keluar dari sana.
"Ah iya iya bisa kita atur nanti itu Pak Adrian, ditempat biasa kan?" Ujar yang berjas Abu tua.
"Betul, sudah lama kita gak pergi main, bosan juga kan hahahaha.." Balas yang berjas hitam, keduanya tertawa.
"Betul juga, baiklah nanti saya akan menghubungi Bapak berdua jika ada waktu luang, kita memang sudah lama gak main sama-sama." Suara ketiga menimpali.
Kali ini yang keluar seorang Pria kekar beurumur 30an tahun, dengan tinggi kurang lebih 178 cm, membuat kedua lelaki paruh baya yang buncit tadi seperti kurcaci.
Dia berdiri di depan pintu dengan satu tangan di kantung celana nya, tersenyum membuat wajahnya yang maskulin semakin tampan.
Rachel dan Gina yang sejak pintu dibuka sudah berdiri tegap dan kepala yang sedikit ditundukkan seketika menarik perhatian mereka bertiga.
"Wah, Pak Adrian ada yang baru ya? Boleh juga, manis banget loh." Ujar lelaki berjas Abu sambil menunjuk ke arah Gina.
"Imutnya, siapa namanya de?" Timpal lelaki berjas hitam tersenyum genit. Belum sempat Gina menjawab, Adrian Lee memotong
"Baiklah Bapak- Bapak kayanya saya bisa antar sampai sini aja, saya masih ada urusan lain." Ujarnya tegas sambil tersenyum menganggukan kepala ke arah kedua Lelaki itu.
"Heiii ayolah.. hahaha" Lelaki berjas hitam tertawa.
"Oke, kayanya kita gak boleh ganggu, sampai jumpa lagi Pak Adrian." Ujar lelaki berjas Abu dan kedua nya berjalan ke arah Lift.
Gina hanya tersenyum sepanjang waktu ketika kejadian itu berlangsung.
"Memang begini lah lika-liku pekerjaan ini." Pikir Gina dalam hati yang sudah tidak asing lagi dengan kejadian serupa.
"Gina Hollen..." Suara Pak Adrian yang berat membaca daftar riwayat hidup ber map biru ditangannya. Gina memperhatikan, terlihat ujung tato berbentuk garis meliuk dari ujung bagian samping kelingkingnya yang panjang sampai ke balik lengan jasnya.
"Betul Pak." Jawab Gina lembut. Badan nya tegak, kedua tangan di depan bertautan.
"Tadi Rachel sudah menjelaskan tugas-tugas nya apa saja untukmu?" Tanya Pak Adrian dengan santai sambil menaruh kembali map nya. Dia menyadarkan diri ke kursi tinggi itu.
"Sudah pak." Jawab Gina cepat.
"Oke, selamat bekerja kalau begitu. Kamu sudah tentu tau siapa saya. Saya memang perlu satu orang lagi sekretaris pribadi untuk membantu Rachel mengurus segala sesuatu di sini saat dia harus menemani saya jika ada pertemuan di luar." Jelas Pak Adrian.
"Baik, Pak, terima kasih." Angguk Gina.
"Kembali ke mejamu dan panggilkan Rachel segera." Tutup pak Adrian sambil melonggarkan dasinya.
Gina memang tak akan bisa membantah bosnya seorang yang sangat tampan dan mengintimidasi.
Tapi entah kenapa Gina tidak terpesona atau tertarik, dia malah tidak ingin dekat diluar urusan pekerjaan.
Instingku selalu bekerja, pikir Gina.
Setelah keluar dan memanggil Rachel, Gina kembali ke mejanya dan menyortir beberapa dokumen yang diminta Rachel.
Sudah dua jam.
Rachel sang sekretaris senior belum juga keluar. Beberapa telpon yang masuk sementara Gina yang menangani. Untung saja Rachel meninggalkan catatan jadwal Pak direktur di mejanya, diimbangi dengan kemampuannya saat kuliah, Gina mampu menanganinya dengan cukup baik.
Satu jam kemudian. Pintu terbuka. Gina segera berdiri tegak menghadap ke arah pintu dan agak menundukkan kepalanya.
"Apa banyak yang menelpon?" Suara Rachel yang lembut menegakan kepala Gina.
"Ah, betul. Maaf Saya rasa harus menjawabnya. Tapi Senior, saya sudah mencatat semuanya. Ini silahkan." Ucap Gina menyembunyikan kekagetannya.
Rachel berterima kasih, tersenyum hangat pada Gina dan menerima catatan Gina tentang daftar siapa yang menelpon dan keperluannya.
Rachel terlihat sedikit berbeda. Rambutnya yg semula di kuncir kuda dengan rapi kini seperti longgar dan beberapa helai di bagian belakang telinga dan tengkuknya terurai. Lengan kemeja putih tulang lengan panjangnya dilipat sampai siku. Rok span abu abunya agak kusut membentuk lingkaran di bagian pahanya. Lipstiknya berwarna merah maroon di bibir Rachel kini sedikit memudar dan ada sedikit titik titik kecil hitam maskara di sekitar ujung matanya.
Gina curi-curi pandang memperhatikan itu semua saat membantu Rachel menyusun kembali jadwal bos mereka. Seperti mengetahui lirikan Gina, Rachel mengambil cermin kecil berwarna kuning keemasan dari dalam keranjang alat tulisnya.
"Maaf saya sedikit berantakan." Ucap Rachel tersenyum sambil melihat dirinya di cermin dan mulai merapikan titik-titik sisa maskara nya.
"Tidak apa-apa, senior tetap cantik kok." Jawab Gina hati-hati.
"Hmmm.. bisa saja." Jawabnya sambil menambah olesan lipstiknya.
"Nanti, saat break makan siang, kita dan Pak direktur akan makan bersama di kantin khusus lantai 4. Sepertinya Beliau akan memperkenalkan mu dengan karyawan lain dengan cara yang tidak terlalu formal mengingat kita hanya sekretaris pribadinya. Tapi seperti biasa, jaga sikap dan gunakan tata krama seorang sekretaris yang profesional." Tambah Rachel menjelaskan.
"Baik senior." Angguk Gina sopan.
Hingga satu bulan berlalu. Gina yang sudah beradaptasi dengan tempatnya bekerja kini sedang makan siang sendirian di kantin karyawan lantai 2.
Seniornya, Rachel dan Pak Direktur Lee sedang berada di luar kota untuk menghadiri sebuah acara pertemuan berkaitan dengan kepentingan perusahaan.
Segala sesuatu yang berurusan dengan Pak Direktur Lee di kantor kini di handle oleh Gina.
Gina sedang mengaduk jus alpukat menggunakan sedotan saat dua orang perempuan muda, menghampiri mejanya.
"Hai, Sekretaris Gina? Boleh gabung gak?" Sapa perempuan berkemeja abu dan berambut pendek.
"Hai, boleh kok sini duduk aja. " Gina mempersilahkan keduanya.
"Yey, makasih sekretaris Gina." Ujar perempuan berkemeja kuning kalem dan rambut panjang.
"Panggil Gina aja. Lagi pula saya lebih muda dari kakak berdua." Gina tersenyum.
"Boleh? Ya udah kalo gitu kita panggil nama aja ya, kan biar akrab hehee... Oya nama aku Lala dari divisi personalia dan ini Triya sekretaris pribadi manager divisi personalia." Lala memperkenalkan diri mereka.
"Oohh hai kak Lala dan Kak Triya, salam kenal." Gina tersenyum manis.
Akhirnya dia berkenalan secara langsung dengan karyawan wanita yang lain. Maklum selama ini jika sudah saatnya makan siang, dia akan pergi bersama Rachel atau bertiga bersama Direktur Lee di kantin lantai 4. Sejak pertama kali bekerja, baru kali ini lah dia ditinggal sendirian, Gina mengambil kesempatan itu untuk bercengkrama dengan karyawan lain.
Tunggu dulu, sekretaris pribadi manager divisi personalia? Bukankah itu posisi yang ku lamar dulu? Tapi Gina menyimpan semuanya dalam hati, dia baru disini, dia harus menjaga sikap dan berhati- hati saat berbicara.
"Gimana Gin, sebulan kerja disini kerasan gak?" Ujar Lala sambil mengaduk salad nya.
"Iya kerasan kok kak." Jawab Gina singkat.
"Pak Direktur gimana orangnya? Galak gak? Atau suka minta yang aneh-aneh gitu?" Tanya Lala tanpa basa - basi.
'Hmm.. pertanyaan menjebak' pikir Gina dalam hati, 'aku bilang Pak Direktur baik pasti mereka pikir karena aku melakukan sesuatu yang tak senonoh demi mendapatkan keuntungan tapi kalau aku bilang agak galak pasti dibilang menjelek-jelekkan bos sendiri.' Gina berpikir sambil memberi isyarat dengan tangannya ke arah mulutnya yang penuh makanan.
"Sejauh ini gak ada sih kak, dan Pak Direktur juga atasan yang profesional jadi aku nyaman - nyaman aja." Jawab Gina setelah menelan habis makanannya.
"Aku pernah liat pak Direktur secara langsung beberapa minggu yang lalu. Gilaaaaa cakep banget, kekar lagi, manly banget. Kamu gak ada perasaan dug dug ser gitu kalo dekat Pak Direktur?" Timpal Triya yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka.
"Hahaha.. iya sih, tapi ya namanya juga pekerjaan. Jadi harus profesional." Jawab Gina sekenanya.
"Hmmm tau deh nanti kalo udah lama, hati - hati loh gin kuatin aja imannya. Kalo kaya sekretaris Rachel sih lemah iman, tapi kuat posisinya.." timpal Lala berbisik pelan sambil memperhatikan sekitar takut ada yang mencuri dengar.
Lala dan Triya tertawa cekikikan. Gina tersenyum canggung. Mereka ini adalah tipe karyawan tukang gosip, pikir Gina. Dia tidak mau mengakrabkan diri dengan rekan kerja tipe ini. Ketika bersama kita membicarakan keburukan orang lain, tidak menutup kemungkinan ketika bersama orang lain membicarakan keburukan kita juga.
Setelah tiga bulan bekerja disana Gina, tidak hanya mendengar kisah tentang sekretaris Rachel dari Lala saja, ketika makan sendirian di kantin lantai 2, Gina akan berkumpul bersama karyawan lain yang sebagian besar wanita.
Saat itu dia pasti selalu mendengar cerita skandal itu. Tapi Gina selalu bersikap netral dan tidak berkomentar apapun. Harus profesional, Gina selalu mengingatkan dirinya.