Lima bulan setelah hari pertama pertama Gina bekerja sebagai seorang sekretaris.
Hari itu adalah hari terakhir sebelum weekend. Gina dan Rachel yang sudah semakin akrab sedang bersiap siap akan pulang sambil mengobrol.
"Gina, ada kegiatan apa weekend ini?" Tanya Rachel sambil memeriksa isi tasnya.
"Gak ada sih kak, teman aku lagi sibuk banget kayanya. Jadi weekend ini kayanya rebahan aja hehe..." Jawab Gina sambil tertawa kecil.
Dia sudah tidak lagi memanggil Rachel dengan sebutan senior atas permintaan wanita cantik itu sendiri
"Hmmm... Gimana kalo kita nge mall berdua? Atau ke kafe? Semenjak kamu kerja disini kayanya kita belom pernah kemana-mana berdua di luar urusan kerjaan." Ajak Rachel.
"Oiya? Bener ni kak Rachel. Boleh, boleh... Ayok.. tapi kapan? Apa malam ini aja? Atau besok?" Gina bersemangat sekali mendengar ajakan itu.
Dia memang sangat ingin jalan dengan Rachel. Menurutnya Rachel adalah orang yang sangat baik dan lembut, punya kepribadian yang baik pula, dia tidak peduli bagaimana pun orang lain di kantor ini memandang Rachel, tapi instingnya mengatakan Rachel bukan orang jahat.
"Boleh deh malam ini, hari ini juga gak terlalu capek kan? Langsung dari sini aja yuk, setelah kita antar Direktur Lee ke mobilnya, kita berangkat." Ucap Rachel hangat.
"Okee kak." Gina tersenyum lebar mengacungkan dua jempolnya.
Tanpa mereka sadari ternyata sedari tadi Adrian Lee sang direktur, sudah ada di depan pintu memperhatikan dua sekretaris nya yang cantik - cantik itu bercengkrama.
"Kalian dua sudah semakin akrab ya." Suaranya yang berat dan misterius mengagetkan keduanya.
Gina dan Rachel sontak berdiri dan menundukkan kepala.
"Pak Direktur." Sapa keduanya.
"Sepertinya aku membutuhkan bantuan salah satu dari kalian. Ada beberapa laporan yang masih harus diperiksa. Aku tidak mau menumpuknya sampai pekan depan . Jadi selesaikan hari ini saja. Bagaimana? Sekretaris Gina? Apa kau bisa?" Ucapnya sambil melonggarkan dasinya.
"Baik Pak, saya kerjakan sekarang." Jawab Gina dengan senyum lembut.
Mata Rachel melebar menatap Adrian Lee.
"Ah iya, Rachel kamu silahkan pulang. Gina yang akan membantu saya. Selamat menikmati akhir pekan mu. Saya akan menghubungi jika ada sesuatu yang mendesak."
Direktur kekar nan tampan itu mengangguk dan berjalan kembali masuk kedalam ruangan.
"Ba..baik Direktur." Rachel tergagap. Matanya melirik kesana kemari dengan gelisah.
"Yah maaf ya kak Rachel kayanya malam ini gagal, tapi besok bisakan?" Tanya Gina merayu Rachel yang tampak gugup dan kecewa.
"I..iya bisa kok, tenang aja. Kamu selesaikan dengan cepat ya. Biar cepat pulang. Hati-hati oke. Aku balik duluan."
Rachel terburu-buru mengambil tasnya dan berjalan menuju lift.
"Oke kak, hati - hati dijalan Kak Rachel." Gina melambaikan tangannya.
Dari dalam lift Rachel membalas lambaian Gina dan tersenyum. Pintu lift pun menutup.
Jam tangan Gina menunjukan pukul 16.35. Gina meraih tasnya dan berjalan menuju ruangan atasannya.
Tok tok tok... Gina mengetuk tiga kali dan membuka pintunya sedikit.
"Masuk saja." Sebuah suara berat menyahut dari dalam.
Gina masuk kedalam dan menutup pintu, dia melihat sang Direktur sedang membaca beberapa dokumen yang masih menumpuk di atas meja tamu. Selagi melangkah ke arah sana Gina dapat mencium bau alkohol yang menyengat di campur dengan aroma parfum khas Direktur Lee, mint segar, tapi Gina muak dengan bebauan ini.
Tiba-tiba perasaannya tidak enak dan bulu kuduknya merinding.
"Permisi Pak Direktur, apa ini laporan yang diperiksa?" Tanya Gina dengan lembut dan hati-hati.
"Ya, kesini." Jawabnya singkat mengisyaratkan Gina duduk di sampingnya.
Gina duduk dengan sopan dengan jarak agak jauh dan segera bekerja dengan kertas - kertas itu.
15 menit berlalu. Seperti pesan Rachel Gina memeriksa nya dengan cepat tapi tetap teliti. Dia memeriksa dengan penuh konsentrasi, beberapa saat yang lalu saat baru duduk di atas sofa tamu itu Gina berpikir membeli satu yang empuk seperti ini jika menyewa apartemen barunya nanti.
Gina yang penuh konsentrasi ke arah kertas-kertas penuh tulisan tabel dan angka, tidak menyadari bahwa sedari tadi atasannya sudah tidak melihat kearah tumpukan laporan itu. Dia menatap Gina. Memperhatikan setiap detail wajahnya. Diluar sudah gelap. Lampu dalam ruangan ini otomatis menyala.
Cahaya lampu menyinari wajah Gina, memperlihatkan betapa manisnya anak muda itu. Pipinya yang merona. Dagunya yang menonjol kecil. Bibirnya yang penuh merah merekah, bulu matanya yang bergerak gerak lucu mengikuti arah bola mata Gina yang sedang membaca.
Telinganya yang mungil, lehernya yang jenjang kecil, terbuka indah. Bahunya yang mungil, kemeja pink lembut berbahan katun dengan belahan dada yang agak rendah.. garis pandang Adrian Lee yang lebih tinggi bisa mengintip belahan indah menyembul dibalik kemeja itu, polos sekali tanpa perhiasan apapun. Tapi sangat manis, menawan.
Badan Gina yang duduk tegap memperlihatkan lengkukan indah pinggulnya dari samping, rok span hitamnya menambah kesan ramping dan berlekuk. Belahan roknya memperlihatkan kakinya yang indah mulus.
"Kamu memang benar - benar sangat bagus dalam pekerjaanmu, fokus sekali ya." Akhirnya Adrian memecah keheningan.
"Iya Pak. Supaya tidak ada yang terlewat." Jawab Gina singkat sambil tersenyum dan melihat sekilas ke arahnya.
"Oh ya? Apa Rachel juga memberitahumu bagaimana cara peka terhadap keinginan bosmu?" Gina perlahan menolehkan kepalanya ke arah Adrian dan menatap bosnya itu dengan pandangan terkejut dan bingung.
Lalu sepersekian detik kemudian dia memundurkan bokongnya sedikit ke belakang.
"Kenapa jauh-jauh? Apa aku terlihat seperti monster?" Apa aku menakuti mu?" Tanya nya serius, matanya tidak beralih dari Gina, Adrian menggulung lengan bajunya satu persatu.
"Sa.. saya hanya memindah posisi duduk agar nyaman saja Pak." Jawab Gina tergagap.
Hati nya seperti sudah menciut. Adrian mengulurkan tangannya, memegang erat lengan kiri Gina dan dengan satu hentakan menarik Gina sampai kepala Gadis itu membentur dadanya. Kejadian itu sangat cepat, bahkan Gina sampai tidak sadar apa yang sedang terjadi.
"Aw.." Gina memegang dahinya yang membentur dada berotot Adrian.
"Maaf, tapi aku mau memberitahumu bagaimana yang membuat nyaman." Seringai Adrian.
Satu tangannya merangkul Gina, menekan pinggul mungil itu lebih erat ke arahnya. Tangannya yang satu lagi memegang dagu Gina dan mengangkatnya, memaksa Gadis itu melihatnya.
"Matamu indah sekali. Aku penasaran apa bagian tubuh mu yang lain sama mempesonanya." Adrian tersenyum menatap Gina lekat-lekat, seolah ingin menelannya.
Tangannya yang tadi memeluk kini meraba bokong Gina yang sintal itu. Gina menggeliat berusaha melepaskan diri.
"Saya mohon Pak, jangan begi..hmmmmpp.."
Belum selesai kalimat yang keluar dari mulutnya, Adrian mencengkram rahangnya dengan satu tangan dan mencium bibir Gina dengan ganas.
Gina tidak bisa bergerak. Bukan karena takut, tapi pelukan dan tekanan Adrian yang sangat erat membuatnya sama sekali tidak bisa bergerak.
Gina mengatupkan bibir nya memejamkan matanya erat-erat. Sementara itu Adrian berusaha mencium gadis itu. Memencet kuat rahangnya, sehingga mulut Gina terbuka. Mengambil kesempatan itu Adrian melumat habis kedua bibirnya yang penuh, menghisapnya kuat, Adrian dengan ganasnya memakan bibir gadis itu.
Memasukan lidahnya dengan paksa, menjilati lidah Gina, menyelusuri mulutnya. Gina bisa merasakan aroma dan rasa alkohol yang kuat dari mulut Adrian.
Dia berusaha melepaskan diri, tangannya memukul - mukul dada Adrian, tapi baginya itu hanya terasa seperti pijatan lembut.
"Hmmmmpp... hmmmppp..." Jeritan Gina tertahan, dia tidak bisa bernapas dan berusaha melepaskan ciuman itu.
Adrian melepaskan ciumannya dan memegang kedua tangan Gina yang memukul dadanya, dengan erat.
"Hah... Hah.. hah.." Gina akhirnya bisa bernapas, dia berusaha membebaskan tangannya.
"Bagaimana? Apakah sudah nyaman?" Adrian mendekatkan wajahnya ke arah gadis itu, Gina bisa merasakan napas nya yang menderu, dengan cepat dia menolehkan wajahnya ke samping, takut Adrian akan menciumnya lagi.
"Saya mohon Pak. Jangan begini... I..ni... Kita tidak boleh begini..." Gina memohon sambil terbata-bata masih berusah melepaskan diri.
"Kenapa? Ini adalah salah satu cara menyenangkan atasan. Apa Rachel tidak pernah mengajarimu?" Adrian berusaha menatap wajah Gina yang masih membuang wajahnya kesamping.
"A...pa..?" Gina masih belum bisa melepaskan diri, pikiran nya saat ini hanyalah bagaimana caranya lepas dari situasi ini dan segera pergi.
Tok tok tok...
Terdengar pintu diketuk dengan cepat.
"Maaf, Pak Direktur Lee, Saya ingin menyampaikan kiriman paket bunga untuk anda." Suara Rachel terdengar di balik pintu yang sudah terbuka sedikit.
Adrian menundukkan kepalanya dan melepaskan tangan Gina.
Melihat kesempatan itu Gina langsung beranjak berdiri, mundur agak jauh dari sofa itu. Merapikan rok, kemeja, menyisir sedikit rambutnya, sambil mengusap bibirnya. Semuanya dilakukan dengan gerak cepat.
"Ya, masuk, letakkan saja di sini." Jawab Adrian kemudian melihat Gina sudah selesai.
"Baik Pak." Jawab Rachel seraya masuk ke dalam.
"Maaf, tapi di bawah ada paket bunga yang dikirimkan untuk anda jadi saya membawanya saja sekalian, apa masih belum selesai? Apa Saya bisa membantu agar lebih cepat?" Tanya Rachel selagi berjalan dan menaruh buket bunga Hyacinth.
Bunga-bunga dengan warna biru, ungu dan merah muda itu menyerupai lavender dan aromanya sangat harum. Sangat cantik sekali dibungkus sederhana dengan paper bag coklat. Terselip secarik kertas yang menyembul sedikit di bagian atasnya.
"Tidak, ini baru saja selesai. Gina kamu boleh kembali, kalian berdua pergilah, beritahu Pak Beni di bawah untuk menyiapkan mobil, 15 menit lagi aku akan turun." Jawab Adrian tidak melihat Rachel atau Gina, dia berjalan menuju meja kerjanya dan duduk di kursinya, bersandar sambil memejamkan matanya.
Kedua tangannya saling bertautan dan diletak kan di lengan kursi.
"Baik, Pak Direktur terima kasih." Ucap keduanya secara bersamaan. Lalu saling menatap satu sama lain. Mengangguk.
"Kami permisi Pak direktur, selamat sore." Salam Rachel seraya menganggukkan kepala nya ke arah Adrian dan berbalik pergi yang diikuti oleh Gina. Keduanya tidak mengatakan sepatah kata pun sampai kelantai dasar menyampaikan pesan atasan mereka untuk Pak Beni, supir Pribadinya.
Pak Beni yang sudah lama bekerja sebagai supir pribadi Adrian paham situasi ini dan mengangguk saat mendengar pesan itu.
Ketika Gina lebih dulu berjalan di depan. Rachel dengan pelan membisikan sesuatu ke Pak Beni.
"Sepertinya Beliau mabuk berat. Jemput dia di atas jika 20 menit kemudian masih belum turun dan jangan berkomentar apapun." Mendengar itu Pak Beni mengangguk dan melihat ke arah Gina yang sudah agak jauh di depan. Gadis itu berjalan linglung.
"Pak Direktur sepertinya mengerjai anak itu, kasian sekali." Pikir Beni.
Rachel dengan cepat menyusul Gina yang sudah berjalan jauh di depannya.
"Gin... Gina!! Hey kamu gak apa-apakan?" Tanya Rachel sambil mengatur napasnya, berjalan cepat dengan high heels tinggi memang membutuhkan tenaga dan keterampilan yang hebat.
"Gak apa -apa kok kak Rachel." Jawab Gina sambil menunduk kan kepalanya, suaranya serak.
"Hey... Udah ayo aku antar kamu pulang ya..." Melihat Gina yang menangis Rachel langsung iba dan menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.
Gina tidak menjawab apapun tidak menolak juga, hanya menyembunyikan air matanya yang mengalir terus. Bahunya gemetar menahan tangis. Rachel melambaikan tangannya memanggil taksi yang lewat, tak lama kemudian mereka sudah berada di dalam taksi menuju apartemen Merry.
15 menit kemudian keduanya sudah duduk di ruang tamu apartemen yang dekorasinya dipenuhi suasana hijau menyejukkan mata. Merry masih belum pulang, jadi hanya mereka berdua yang ada disana.
"Maaf, aku tadi terlambat membantumu." Ucap Rachel sambil mengelus pundak Gina menenangkan nya. Gina kini sudah tidak menangis lagi, dia sudah lebih tenang.
"Gak apa - apa kok, aku berterima kasih banget sama kakak. Apa... Kak Rachel tau bakal kaya gini..?" Suaranya masih serak.
"Hmmm... Aku sudah lama bekerja dengannya. Aku tau bagaimana sifat orang itu." Jawab Rachel singkat,
"Tadi kamu gak diapa-apa in kan?" Tanya nya lagi.
"Pak Direktur... Dia mencium ku.." Gina tercekat mengingat kejadian tadi.
"Gina... Aku minta maaf, seharusnya aku mencegahnya dari awal." Rachel merasa bersalah, gadis manis di hadapannya ini masih sangat muda, ini tidak boleh terjadi lagi.
"Gak apa-apa kak Rachel, aku tau kok resiko pekerjaan kita ya begini. Hanya saja aku masih sangat kaget. Lain kali aku juga harus melindungi diriku sendiri." Gina menundukkan kepalanya, malu.
Harusnya dia tau akan terjadi begini. Kejadian yang dialaminya tadi bukanlah hal yang jarang terjadi, tapi dia tidak waspada.
"Aku akan membantu mu, ketika masuk kerja nanti bersikap biasa, seolah tidak terjadi apapun dengan begitu kita bisa mengatasinya." Rachel dengan tegas dan formal menjelaskan untuk Gina, seperti Rachel saat sedang bekerja.
Gina membalasnya dengan anggukan.
"Good. Aku pulang dulu ya, kayanya kamu butuh waktu sendiri. Jangan dipikirkan, anggap aja gak ada. Seperti yang kamu bilang, ini adalah resiko pekerjaan kita. Jadi kita harus bisa menanganinya." Rachel berdiri sambil menepuk-nepuk lembut bahu Gina.
Nada suaranya kembali saat seperti Rachel hanya mengobrol biasa dengannya. Gina mendongak kan kepalanya menatap Rachel penasaran.
"Kak Rachel bagaimana?" Tanya nya.
"Bagaimana apanya?" Rachel balik bertanya.
"Kak Rachel bekerja lebih lama dengan Pak direktur Lee. Bagaimana kakak mengatasinya selama itu?" Gina penasaran.
"Aku... Kita beda... Kalo kamu sudah suka sama orang dari lama banget, kamu akan menerimanya." Jawab Rachel terbata, lalu beranjak ke arah pintu.
"Bye Gin, sampai ketemu besok. Baik-baik dirumah." Kata Rachel sambil tersenyum manis.
"Ah iya kak.. kak Rachel juga hati-hati di jalan. Maaf aku gak antar ke bawah." Gina masih belum selesai dengan keterkejutannya, beranjak menyusul Rachel ke arah pintu.
"Iya gak papa kok, daah.." Rachel melambaikan tangan keluar.
"Byee..." Gina membalasnya. Setelah melihat Rachel masuk lift dan pintu nya menutup, Gina masuk ke dalam.
Berjalan lunglai ke arah kamar mandi dan menyiapkan bak mandi untuk berendam, melihat air yang mengalir mengisi bak Gina teringat kalimat Rachel tadi, hampir saja dia mengira dia salah dengar.
Sementara itu Adrian Lee, didalam mobil duduk di kursi belakang sambil melamun ke arah jendela. Hari sudah semakin gelap. Lampu lampu diluar berkelebatan seperti berlari menjauhinya. Di tangannya terdapat buket paper bag sederhana yang menyelimuti bunga Hyacinth.
Di dalam buket itu menyembul secarik kertas berukir keemasan indah bertuliskan. "Maafkan aku, ini tidak boleh terjadi. Cukup aku saja. Kau tau aku peduli padamu."
---------------------------