RUSIA
"Akhhh...Please...Ughh...Stopp.."
Erangan kesakitan dan permohonan lirih yang terus keluar dari belahan bibir sepupunya yang masih terikat di tiang cambuk itu tidak sedikit pun menggugah perasaan simpati dalam hati Dimitri Petrova. Sebaliknya pria bertubuh tinggi besar dengan wajah setampan Adonis itu malah tertawa kecil dan dengan malas memberi isyarat pada tangan kanannya yang tanpa ragu kembali menyiram Katerina yang hampir pingsan dengan seember air es.
"Oh, dengar siapa yang sedang memohon padaku?"
Dengan langkah lebar dan arogan seperti biasanya, Dimitri mulai berjalan mendekati sepupu tercintanya yang sekarang terlihat begitu menyedihkan dengan tubuh penuh luka. Aroma kematian yang pekat bahkan seperti menguar dari sosok wanita yang sehari yang lalu masih dengan angkuh menatap Dimitri dengan sorot mata meremehkan. Bertahan hidup dalam dunia hitam yang penuh bahaya dan intrik kotor yang menggerikan memang layaknya perjudian dan si jalang Katerina sudah memilih lawan yang salah, sayang sekali.
"Dulu aku juga pernah memohon, kau ingat itu, Katya?" desis Dimitri tajam sambil menarik kasar rambut panjang Katerina yang kusut masai agar wanita yang paling dibencinya itu bisa balas menatapnya.
Wajah cantik yang sekarang terlihat kuyu, pucat pasi dan dipenuhi bekas luka itu membuat sesuatu dalam diri Dimitri merasa sangat puas. "Atau, kau sudah lupa karena terlalu sibuk dengan semua harta dan kekuasaan yang kau rebut paksa dariku itu, sepupuku yang tercinta?" Sambil memamerkan seringai dingin dibibirnya, perlahan Dimitri melepas topeng yang selama beberapa tahun ini menutupi sisi kiri wajahnya dan sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari dirinya.
"Please, aku...Ughhh..Dimi, akhhh...Aaku..."
Suara parau Katerina tercekat dan menghilang begitu saja, kilau kejam dalam sepasang mata biru yang sedang menatapnya dingin itu membuat seluruh tubuhnya yang kesakitan gemetar dan menggigil hebat, bukan karena udara yang membeku di penjara bawah tanah ini, melainkan karena aura membunuh yang sepertinya menyelimuti tubuh besar Dimitri yang berdiri tepat dihadapannya.
Memang benar, dia'lah orang yang dengan kejam menorehkan luka mengerikan itu di wajah tampan Dimitri yang sekarang terlihat menakutkan jika tidak mengenakan topeng!
Ketakutan yang terlihat jelas dalam mata sayu Katerina mendorong Dimitri tersenyum sinis sebelum ekspresi wajahnya mendadak berubah kaku dan sedingin es. "Kau dengan sengaja menorehkan luka menggerikan ini agar aku tidak pernah lupa. Sepupu tersayangku ternyata adalah wanita terkutuk yang rela melakukan semua hal kotor dan licik hanya agar aku mau berlutut diantara kakinya!" Dengan kasar Dimitri menjatuhkan fakta kejam yang selama bertahun-tahun tersimpan dalam relung hatinya karena wanita jalang yang akan menerima pembalasan darinya ini selalu bertingkah seolah tidak ada yang terjadi.
"See, aku lebih memilih hidup sebagai monster daripada menjadi pemuas nafsumu!"
Dimitri bicara dengan nada datar dan tanpa emosi sedikit pun, dia bahkan tertawa kecil saat melanjutkan ucapannya yang membuat Katerina langsung terisak pelan. "Oh ya, apa Lucien yang bodoh dan naïf itu tahu jika dia awalnya hanya sebuah pion yang kau gunakan untuk membuatku cemburu?" Melihat mangsanya tak berdaya adalah sesuatu yang selalu berhasil membangkitkan semangat pewaris asli organisasi Petrova itu.
Kepala Katerina langsung menggeleng cepat. Dia tidak mau mengingat lagi kebodohan masa lalu itu walau dia tahu semua yang terjadi padanya saat ini adalah karena dendam yang ternyata masih disimpan Dimitri. Semua senyum lebar dan sikap patuh sepupu yang beberapa tahun ini menjadi tangan kanannya hanyalah tipuan untuk membuatnya lengah sebelum menghancurkannya.
Dimitri Petrova sudah menunggu saat yang tepat untuk membalasnya!
"Aku tidak...Hikss...Kumohon, maaf. Ughh...Jangan bunuh aku, Dimi...Please...."
Dengan membuang harga diri yang selama ini diagungkannya, Katerina mulai memohon sambil menangis pilu, dia bahkan menundukkan kepalanya. Semua keberanian dan kesombongan yang dimilikinya, sekarang seolah lenyap tak berbekas dibawah tatapan dingin penuh kebencian yang sedang dilayangkan satu-satunya sepupu yang dulu pernah sangat menyayanginya.
"Tenanglah, Kat. Kau tidak akan mati sekarang karena aku punya hadiah kecil untukmu."
Airmata yang membasahi pipi kotor Katerina hanya berbuah dengusan malas dari mulut Dimitri yang sedang menyeringai lebar. Permintaan maaf yang terus keluar dari bibir pucat itu tidak akan pernah bisa meruntuhkan kebencian yang sudah dipupuk Dimitri selama bertahun-tahun. Dia sudah kehilangan segalanya karena ulah wanita jalang yang tidak tahu diri ini dan sekarang setelah Dimitri berhasil mengambil alih organisasi yang sejak awal adalah haknya, maka pembalasan dendamnya akan segera dimulai.
"Hiksss...Tapi, aku ini sepupumu...Please, forgive me, brother...Mitya, maaf...."
Mendengar permohonan yang diucapkan dengan suara parau dan tercekat itu Dimitri malah kembali tertawa keras. Dia bahkan tidak terharu sedikit pun saat mendengar panggilan masa kecil itu. Semua anak buahnya yang sejak tadi diam melihat drama kecil dalam penjara berbau busuk ini bahkan juga ikut tersenyum. "Brother? Mitya? Panggilan yang manis sekali, sepupu...Membuat hatiku bergetar!" Ulang pria bertubuh tinggi besar itu dengan tatapan membunuh dan nada sinis penuh sarkasme yang begitu menusuk.
"Jangan bermimpi, Kat! Aku bukan saudaramu lagi sejak kau mengirim si bodoh Lucien untuk membunuhku!" teriak Dimitri garang yang membuat Katerina terdiam, sementara suasana dalam penjara itu berubah semakin mencekam. "Sekarang aku, Dimitri Petrova yang selalu kau anggap pecundang dan budakmu adalah ketua dari organisasi mafia terkuat di dunia. Jadi, sudah kuputuskan, kau harus mati!" desisnya dingin dengan seulas seringai keji disudut bibirnya.
Ini memang saatnya Katerina Petrova membayar semua rasa sakit dan malu yang harus selalu dirasakannya sejak terbangun dengan luka mengerikan di sisi wajahnya. Luka yang membuat Dimitri kehilangan segalanya, terlebih saat wanita yang sangat dicintainya menjerit ketakutan dan memalingkan wajah saat melihatnya. Kedatangan sang Pewaris Kim tadi memang sudah menggagalkan setengah dari rencananya namun sekarang Dimitri akan segera menyelesaikan apa yang sempat tertunda.
"Marquez, bunuh semua sampah tak berguna itu tapi pastikan sepupuku yang tercinta tetap membuka matanya sampai pagi!" titahnya dingin dengan seulas senyum kejam seraya melemparkan tatapan penuh arti pada pengawal kepercayaannya yang langsung mengangguk mengerti.
Sambil mengulum seringai licik dibibirnya, Dimitri dengan santai keluar dari penjara bawah tanah yang dijaga ketat itu, mengabaikan suara isak tangis Katerina dan langsung berjalan cepat menuju ke bagian menara. Dia sudah tidak sabar lagi untuk menggoda dan menaklukkan pembunuh bayaran yang sekarang terlihat begitu menantang sekaligus menggairahkan dimatanya.
.
.
"Shit! Aku harus bisa lari dari tempat ini sebelum mati beku..."
Udara dingin dan membeku yang menyusup masuk melalui kisi-kisi jendela yang tertutup rapat itu memang membuat suhu dalam ruangan luas tempatnya disekap ini menjadi semakin dingin dan lembab. Tubuh ramping Lucien Osborne yang hanya berbalut sehelai kemeja hitam tipis sudah gemetar dan menggigil kedinginan. Andai saja kedua tangannya tidak terborgol di kaki meja besi yang terhubung langsung di dinding, Lucien yakin dia pasti sudah berhasil melarikan diri sejak tadi.
Rasa dingin yang menusuk hingga ke tulangnya membuat Lucien tidak menghitung lagi sudah berapa jam dia terkurung dalam salah satu ruangan di bagian menara yang selalu menjadi tempat favorit si terkutuk Dimitri Petrova, ketua mafia sialan yang sudah melecehkannya tepat didepan mantan kekasihnya.
"Aku bersumpah akan membuatmu membayar semua pelecehan dan penghinaan yang kau lakukan padaku ini, D!" geram Lucien dengan suara gemetar karena menahan dingin, bahkan dia bisa merasa nafasnya mulai sedikit sesak.
Kedua kaki dan tangannya sudah hampir mati rasa karena kedinganan. Baru sekarang dia menyadari jika tidak ada satu pun penghangat dalam ruangan yang selalu digunakan Dimitri untuk mengawasi gerbang utama Petrova ini. Juga tidak ada pintu keluar lain, selain yang sedang dijaga ketat oleh 3 pengawal kepercayaan si raksasa Rusia yang biadab itu. Ditengah keheningan ruangan lembab yang hanya diselangi suara hembusan angin kuat yang sesekali terdengar, Lucien kembali merenungi apa yang dialaminya sejak keluar dari camp utara tempat dia dibiarkan mati selama 3 tahun yang paling mengerikan dalam hidupnya.
"Aku pasti bisa keluar dari neraka sialan ini! Dan setelah itu, aku bersumpah tidak akan membiarkan siapa pun mengendalikan hidupku lagi. Aku ini Lucien Osborne, pembunuh bayaran terbaik di dunia dan menyerah pada si Rusia bodoh itu tidak akan pernah menjadi pilihanku!"
Seberat apa pun penyiksaan yang harus dilaluinya di camp utara tidak pernah membuat Lucien menyerah dan kehilangan tekadnya. Sejak terbebas dari neraka itu, dia menjadi pion dalam permainan licik nan kejam Pewaris Kim yang bahkan tidak pernah memandangnya sebagai subjek yang punya hati dan perasaan. Bahkan untuk bebas dari jeratan tangan iblis sang Pewaris Kim yang dibencinya, Lucien juga harus rela menjadi pemuas nafsu sex bagi Katerina Petrova yang hanya menganggapnya sebagai piala yang berhasil dimenangkannya.
Dan sekarang, di saat Lucien ingin pergi jauh dan menikmati kebebasannya, dia malah kembali terperangkap dalam markas terkutuk ini karena nafsu bejad seorang Dimitri Petrova yang dulu adalah rival abadinya. Takdir kejam sepertinya sedang mempermainkan hidup Lucien dan membuatnya terjebak dalam situasi tanpa jalan keluar.
"Sial, kenapa borgol ini sulit sekali dibuka?"
Seraya menyingkirkan semua pikirannya yang tak berguna, Lucien mengetatkan rahangnya dan kembali berusaha menghantam borgol ditangannya pada kaki meja yang sepertinya terbuat dari baja. Dia tidak peduli pada pergelangan tangannya yang sudah memar dan sedikit berdarah, bahkan rasa sakit berdenyut karena luka itu juga diabaikannya.
Secepat mungkin Lucien harus bisa melarikan diri lagi dari markas mafia ini karena firasatnya mengatakan jika Dimitri sampai datang ke menara ini, maka habislah dia! Ancaman dingin bajingan kejam itu terus saja tergiang dalam telinga Lucien dan membuatnya mulai merasa sedikit takut karena dia sangat mengenal siapa Dimitri Petrova itu.
Bajingan pemaksa yang tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang diinginkannya!
"Ayo, cepatlah terbuka borgol bodoh! Kau akan membuatku dalam masalah!" maki Lucien dengan suara lelah pada borgol ditangannya yang tidak rusak sedikit pun meski dia terus menghantamnya kuat.
.
.
Wajah tampan Kai terlihat muram dan khawatir saat dia kembali menghampiri ranjang tempat Taemin yang masih terlihat begitu pucat berbaring. Tangannya langsung meraih dan meremas lembut jemari kekasihnya yang sedang menatapnya dengan sorot bertanya. Apa yang ditakutinya benar terjadi dan kali ini sepertinya dia tidak akan mampu untuk membantu Lucien lagi karena nyawa Taemin jauh lebih penting baginya.
"Dia tidak berhasil kabur." gumam Kai pelan sambil menghela nafas frustasi.
Sejak awal Taemin memang tidak menyukai Lucien dan sampai sekarang pun perasaan itu tidak berubah. Walau menurut Kai, selama kekasihnya itu pulang ke Korut untuk mengambil ginjal yang dibutuhkannya, Lucien-lah yang diam-diam menjaganya. "Kumohon, jangan lakukan apapun lagi untuknya, Kai. Aku takut sekali Max marah dan tidak mau memaafkanmu lagi jika terus membantu pria itu!" pinta Taemin sambil memeluk erat Kai yang langsung membalas pelukannya dengan lembut.
"Tapi, sekarang dia jatuh ke tangan Dimitri!" Sambil mengusap punggung Taemin yang bersandar didadanya, Kai memikirkan apa yang mungkin akan terjadi pada Lucien sekarang.
Mata bulat Taemin berkilau benci mendengar kekhawatiran dalam suara Kai yang sedang memeluknya semakin erat. "Aku yakin dia tidak bodoh dan jika dia memang menganggapmu sahabatnya, maka Lucien pasti berharap kau tidak terlibat lagi dalam masalahnya." ujarnya lembut sambil berusaha menekan perasaan tidak sukanya.
Katakan saja Taemin kejam dan egois karena tidak peduli pada nasib pria yang sudah banyak membantunya, tapi baginya nyawa Kai juga jauh lebih penting dan dia sama seperti Kyuhyun, sanggup melakukan apa saja demi pria yang mereka cintai!
"Cepatlah sembuh, Taem dan setelah itu kita pergi. Aku butuh menjauh dari semua ini untuk sesaat. Aku tidak suka membayangkan kau terluka lagi." Perlahan Kai melumat bibir sensual Taemin yang sudah kembali terlihat sehat, merasakan hangat dan manis yang akan selalu membuatnya bersyukur karena kekasihnya selamat dari ledakan bom itu dan sekarang sudah kembali dalam pelukannya.
Dengan manja Taemin mengalungkan lengannya di leher kekar Kai dan membalas pangutan lembut itu dengan sama hangatnya. Berusaha melupakan jika dirinya hampir saja mati 2 hari yang lalu. "Ya, untuk sesaat saja. Aku ingin kita bercinta dengan liar dan panas dibawah sinar matahari. Aku mulai benci tempat dingin!" bisiknya sambil tersenyum manis dan menggigit nakal bibir bawah Kai yang sedang pura-pura mencibir saat mendengar ucapannya.
"Mengertilah, Kim Kai. Suka atau tidak, kita harus kembali ke Korut. Orangtua kita dan juga Kyuhyun tinggal disana. Aku tidak ingin lama jauh dari sahabatku!"