"Dia sudah kutemukan, Boss!"
Rahang Dimitri menggeras dan tatapannya menajam. Dari salah satu layar monitor yang menunjukkan padanya setiap sudut markas, dia bisa melihat Yves sedang menahan tubuh Lucien yang hampir jatuh ke lantai setelah berhasil dilumpuhkan. Mencoba lari dari markas Petrova? Melukai anak buahnya? Mungkin mantan pembunuh itu sudah kehilangan akal sehatnya atau terlalu meremehkan kekuasaan yang dimiliki Dimitri sekarang.
"Bawa dia kembali ke menara dan lakukan semua yang kuperintahkan tadi!"
Tanpa menunggu sahutan dari salah satu orang kepercayaannya itu, Dimitri mematikan alat penghubung yang terletak diatas meja kerjanya. Tersenyum tipis saat berjalan mendekati Marquez yang berdiri tak jauh darinya dengan ekspresi datar. "Jelaskan padaku!" desis Dimitri tajam, singkat dengan nada sedingin es seraya meremas kuat bahu lebar pria yang selama bertahun-tahun ini menjadi mata-mata sekaligus tangan kanannya.
"Kau masih ingat apa hukuman bagi orang yang gagal menjalankan tugas?"
"Mati." jawab Marquez tegas, tidak sedikit pun mengeryit walau cengkraman pada bahunya seperti jepitan besi yang perlahan meremukkan tulangnya.
Sosok tinggi besar berambut pirang itu sontak tersenyum lebar. Mengangguk puas saat mendengar jawaban yang memang diharapkannya. Selama ini Dimitri selalu menjalankan organisasi dan semua bisnisnya dengan tangan dingin. Setiap kesalahan, sekecil apapun akan mendapatkan hukuman yang setimpal, tak peduli siapa pun yang melakukannya.
"Ya, mati dan kau sudah siap untuk itu, Marquez?"
Masih dengan sisa senyum yang membuatnya terlihat menakutkan sekaligus semakin tampan meski sisi kiri wajahnya tertutupi topeng, Dimitri mengeluarkan pistol yang selalu dibawanya. Menodongkan benda itu tepat di pelipis Marquez yang tetap berdiri tegak dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Dalam 10 detik, peluru kecil ini akan menghancurkan isi kepalamu." Gumam Dimitri lagi, ringan, seperti sedang membicarakan cuaca meski semua orang yang mengenalnya pasti tahu, pewaris sah Petrova itu sangat serius.
Syarat utama menjadi bagian dari organisasi Petrova, terutama menjadi tangan kanannya adalah berani bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan meski tak disengaja. "Tapi, aku tidak akan membunuhmu, Marquez. Tidak sekarang!" Perlahan Dimitri menyeringai dingin dan tanpa peringatan langsung melayangkan tinjunya pada perut pengawal setia yang selalu siap menjadi tamengnya dalam setiap pertarungan.
"Jangan pernah menguji kesabaranku lagi!" desisnya kasar dengan tatapan membunuh pada pria Spanyol yang sudah bersumpah akan mati demi melindunginya.
"Tidak akan terulang, Boss!" seru Marquez kuat, masih dengan ekspresi datar.
Emosi Dimitri adalah sesuatu yang jarang sekali Marquez lihat. Hampir 20 tahun menjadi teman, partner, pengawal dan sekarang tangan kanan pria Rusia yang licik dan selalu berkepala dingin. Ini pertama kalinya Marquez melihat Dimitri Petrova melakukan sesuatu yang tidak masuk akal seperti menyekap Lucien Osborne, pembunuh bayaran yang pernah menjadi musuh besarnya.
"Lakukan sesuatu untukku!"
Dari salah satu kamera CCTV, Dimitri bisa melihat Yves sedang mengunci kembali pintu menara dan bicara dengan pengawal yang berjaga. "Bawa Anzu ke markas besok..." titahnya sebelum memberikan isyarat agar Marquez yang sepertinya bingung meninggalkan ruang kerjanya.
Seulas senyum geli terukir disudut bibir Dimitri saat membayangkan kejutan kecilnya yang pasti akan membuat Lucien mengamuk marah. "Kau akan membayar mahal keberanianmu tadi, Osborne." Tangan Dimitri terkepal erat dan darahnya memanas saat mengingat setiap menit yang dilewatinya bersama Lucien yang ternyata bersikap seliar api ditengah gairah.
Jika Lucien berpikir dia hanya mengancam, maka mantan pembunuh itu salah besar dan tidak mengenalnya. Dimitri Petrova tidak pernah berbaik hati. Dia adalah pendendam dan siapa pun yang berani menentang, apalagi sampai melawannya, akan menerima balasan yang menggerikan. Orang yang sudah menjadi target Dimitri tidak akan pernah bisa lolos sebelum dia merasa bosan.
Mulai saat ini Lucien Osborne harus tahu dengan siapa sedang berhadapan.
.
.
GLACIO BAR
Dentuman musik yang menggelegar menghentak tanpa henti. Lampu warna-warni terus berputar dan berkerlip cepat. Ditambah lagi gumpalan asap rokok yang memenuhi udara membuat tempat itu terasa sesak bagaikan neraka. Walau para pengunjung yang sedang sibuk menari dan berbagi tawa liar sepertinya tidak peduli. Siang dan malam tidak ada bedanya di tempat ini. Hanya ada kesenangan dan gairah panas yang seolah menguar dari kerlingan menggoda dan senyum manja yang selalu tersungging di bibir merah para penari.
"Yo, Carlos! Tequila..."
Dengan malas Jordan bersandar pada meja bartender. Menatap bosan kearah panggung bulat dimana 2 wanita sedang menari striptease dengan senyum nakal dan gaya manja yang dibuat-buat, sedangkan para pria hidung belang yang berdiri menggelilingi panggung itu tertawa mesum sambil meneteskan air liur. Bahkan bersorak bodoh setiap kali para penari itu menggoyongkan bokong sintal mereka yang hanya ditutupi secarik g-string.
"Tequila-mu. Dimana Neo? Sibuk berkencan?"
Bartender tampan berusia akhir 20-an yang dipanggil Carlos itu tersenyum penasaran saat melihat Jordan datang sendirian dan tampak bosan. "Gracias," Mendapat jawaban datar itu Carlos hanya memutar malas bola matanya, kembali sibuk membersihkan gelas sebelum tiba-tiba saja menepuk pelan bahu Jordan yang lagi-lagi menatapnya dengan sorot malas.
Setelah memastikan tidak ada yang mengawasi mereka, Carlos mencondongkan badannya ke arah Jordan dan langsung berbisik cepat. "Orang itu sudah tiba. Tadi pagi. Mungkin dia akan segera menemuimu. Kudengar Petrova juga akan mengirim seseorang." Meski terlihat polos dan ceria, sebenarnya Carlos sangat ahli dalam mengumpulkan informasi untuk Jordan yang sudah lama menjadi temannya.
"Cari tahu lebih dalam. Aku harus punya senjata sebelum berangkat ke Ukraina!"
Untuk menghadapi bajingan licik seperti Petrova, Jordan tidak bisa hanya mengandalkan dendam dan rasa marahnya. Dia butuh sesuatu atau seseorang yang mungkin akan berguna untuk membantunya. Dari selintingan kabar yang didapatnya, Jordan tahu Kim Kai, pria yang baru tiba di Argentina sebagai wakil Pewaris Kim itu, juga membenci Dimitri Petrova, sama seperti dirinya.
"Suatu hari nanti aku pasti bisa membunuhmu, Petrova!" desis Jordan pelan, tajam seraya meneguk cepat minumannya. "Dan, menghancurkan organisasi terkutuk itu!" tambahnya.
"Itu peringatan kecil untukmu, Chang! Jangan pernah menentangku!"
Selama bertahun-tahun Jordan berusaha keras melupakan malam terkutuk saat dia tidak mampu melakukan apapun kala bajingan Rusia itu membunuh partnernya dengan kejam di tengah arena tarung. Masih terekam jelas dalam ingatannya darah yang terus menetes diujung pedang Dimitri yang berkilau tajam saat iblis itu berjalan mendekatinya dengan senyum lebar.