Dalam hati Dimitri menyeringai puas saat mendengar laporan dari sejumlah pengawal kepercayaannya. Saat ini semua sudah berjalan sesuai dengan impiannya. Tidak ada lagi Katherina yang selalu berusaha menyingkirkannya. Ditangannya, Dimitri yakin organisasi dan semua bisnis Petrova, baik legal maupun illegal akan menjadi yang terkuat, ditakuti semua sekutu sekaligus musuh, dan pastinya tak terkalahkan lagi.
"Perbaharui semua sistem keamanan kiata. Pastikan juga semua sandi diganti!"
Walau sekarang dia bersekutu dengan sang Pewaris Kim, tapi Dimitri tidak pernah percaya jika pria muda yang punya sifat selicik dirinya itu tulus dan tidak punya tujuan lain. Cukup sekali dia membiarkan orang asing masuk dan menerobos sistem keamanan markas utama Petrova yang selalu dijaga ketat selama puluhan tahun ini.
"Pablo sudah membereskan semuanya, Boss. Tak seorang pun yang bisa menyusup tanpa tertangkap radar kita lagi!" Seru Yves cepat, dengan seringai kecil diwajah tampannya yang sedikit kekanakkan. "Dan, menurut mata-mata kukirim, Kim Kai dan kekasihnya sudah berangkat ke Argentina."
Tiba-tiba Dimitri tergelak pelan membayangkan Lucien pasti akan sangat kecewa saat tahu pria muda yang dianggapnya sahabat itu sudah pergi. Meninggalkannya terjebak disini, sebagai tawanan Dimitri. Benar-benar ironis setelah semua yang dilakukan Lucien untuk membantu pria itu. "Awasi terus Kim Kai. Pastikan dia tidak bisa masuk ke Rusia tanpa sepengetahuanku!" titahnya dingin sebelum berbalik dan berjalan cepat meninggalkan ruang pertemuan yang penuh dengan para pekerja itu
"Apa aku perlu meminta Jordan mengawasinya?"
"Hm, Chang?"
Anggukan cepat Yves itu mendorong Dimitri tersenyum dingin. Sedikit terkejut karena tentara bayaran yang pernah berselisih dengannya dan mungkin masih menaruh dendam padanya, sekarang malah bekerja untuknya. "Tidak perlu! Aku ingin kau mencari seseorang yang mudah berbaur. Pastikan dia mendekati Kim Kai atau kekasihnya!" Menaruh kepercayaan seorang tentara bayaran, terlebih yang seculas Jordan Chang adalah sesuatu yang tidak akan pernah dimulai Dimitri Petrova.
Langkah lebar pria bertubuh tinggi besar itu kemudian berhenti di depan sebuah perapian, tepat didepan foto keluarga yang baru kembali dipasang. Foto orang tuanya yang dibunuh dengan kejam saat berlibur ke Spanyol. Dan, yang paling menyakiti Dimitri adalah semua mimpi buruk itu terjadi karena pengkhianatan ibu Katherina yang sama seperti putrinya, jalang yang haus belaian itu jatuh cinta pada ayahnya.
Pertumpahan darah dan pengkhianatan memang selalu mengotori silsilah keluarga Petrova yang sepertinya dikutuk untuk selalu sendirian dan kesepian, namun semua itu tidak akan menghalangi, apalagi sampai menghentikan tekad Dimitri untuk mendapatkan semua yang diinginkannya dengan cara apapun.
Dan, saat ini dia menginginkan Lucien Osborne tetap bersamanya!
"Yves,...."
"Ya, Boss?"
Untuk sesaat Dimitri menimbang apa yang akan dilakukannya. Markas ini memang sudah dijaga ketat dan Rusia secara tidak langsung sekarang berada dalam kekuasaannya, tapi dia tidak boleh melupakan fakta kecil jika Lucien adalah salah satu pembunuh bayaran yang terbaik. Jadi, sepertinya tidak ada salahnya sedikit waspada. "Tambah lagi penjaga disekitar menara dan pasang penghangat di tempat itu!" desisnya dingin dan tiba-tiba sedikit kesal saat melihat ekspresi terkejut yang hampir tidak berhasil disembunyikan Yves darinya.
"Dan, jika Osborne sampai kabur, kepalamu yang akan kupenggal!"
.
.
"Pastikan kau tetap mengawasinya."
Ekspresi dingin di wajah tampan Pewaris Kim dan perintah yang baru diberikannya pada siapa pun yang menghubunginya ditengah malam, wajib dicurigai. Tanpa suara Kyuhyun turun dari ranjang rumah sakit dan menghampiri sosok tinggi yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu itu. "Jelaskan padaku alasannya!" gumamnya pelan, dengan nada tajam meski tidak terkesan mendesak seraya meremas kuat jemari pria berkulit gelap yang selalu melakukan apapun demi bisa bersamanya.
"Apa maksudmu, Kyu?"
Sambil tersenyum tipis, Changmin berbalik dan memeluk hangat satu-satunya orang yang dicintainya melebihi dirinya sendiri. "Seharusnya kau istirahat. Ini sudah larut. Aku tidak ingin kau sakit lagi." Dengan lembut pria muda berwajah aristokrat itu mengusap ringan pipi Kyuhyun yang masih pucat dan sedikit tirus.
Senyum menenangkan dan sikap hangat itu tidak akan bisa menipu Kyuhyun yang tahu pasti Changmin sedang merencanakan sesuatu dibelakangnya, lagi. "Jangan mengelak, Chwang! Kenapa kau mengirim Kai dan Taemin secepat itu ke Argentina?" Kyuhyun memicingkan matanya, berusaha menebak apa yang sedang Changmin rencanakan kali ini, "Bukankah tempat itu adalah bagian dari perjanjianmu dengan Dimitri? Kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku lagi?" desaknya, kali ini tanpa menyembunyikan ekspresi curiganya.
Untuk sesaat Changmin terdiam sebelum mulai tergelak dan menangkup kuat wajah tunangannya yang semakin manis saat marah. "Tidak ada yang kulakukan, My Kyu." Elaknya cepat, masih dengan ekspresi serius walau bisa dilihatnya, sedikit pun Kyuhyun tidak percaya. "Ck, aku hanya sedikit berhati-hati." tambah Pewaris Jenderal Kim itu tanpa niat menjelaskan setiap detailnya.
"Kau mengirim Park Hae Jin kesana,"
Kyuhyun puas saat melihat sekilas sorot terkejut dalam mata gelap yang biasanya selalu terlihat dingin itu. "Apa sekarang sudah mau bicara, Pewaris Kim?" sindirnya ringan sebelum menyeringai kecil saat mendengar makian bercampur tawa pria yang masih memeluknya intim.
Gemas mendorong Changmin melumat tidak sabar bibir sensual yang masih menyeringai nakal padanya itu. Seharusnya dia tahu Kyuhyun akan curiga. "Dimitri ingin menawan Osborne untuk sementara," Tawa geli kembali mengurai dibibir Changmin saat melihat ekspresi tidak percaya di wajah tunangannya. "Aku serius dan satu-satunya cara agar pembunuh itu tidak berusaha melarikan diri adalah dengan menggunakan Kai."
"Bajingan Rusia itu mengancam akan membunuh Kim Kai jika Lucien kabur. Memanfaatkan persahabatan mereka?" Tebak Kyuhyun cepat dan langsung memaki pelan saat melihat seringai kejam disudut bibir Changmin yang kadang bisa sangat menyebalkan. "Apa-apaan kalian? Nyawa Kai bukan mainan dan Taemin pasti akan mengamuk jika sesuatu terjadi pada kekasihnya itu!"
"Tidak akan terjadi apapun jika Kai melakukan tugasnya sesuai perintahku!" sergah Pewaris berparas dingin itu tegas. "Aku memaafkan Kai, tapi itu bukan berarti aku akan diam dan membiarkan dia tetap melakukan tindakan bodoh!"
Dengan kesal Kyuhyun memukul kuat bahu lebar Changmin. Andai ini bukan rumah sakit, dia pasti sudah memaki kasar pria arogan yang sedang memeluknya ini. "Kau benar-benar keterlaluan, Chwang!" desisnya marah. Seharusnya Kyuhyun tahu Pewaris Jenderal Kim yang licik ini tidak mungkin membiarkan siapa pun membangkang padanya.
"Apa yang Dimitri janjikan kali ini? Kepemilikan penuh atas Argentina? Kerjasama dengan perusahaan Petrova? Atau sesuatu yang lain?"
Jika Changmin berpikir bisa lolos darinya, maka tunangannya ini salah besar. "Ya Tuhan, kau serius, My Kyu?" Mendengar gerutuan itu, Kyuhyun tersenyum kecil. "Sangat serius!" Dia terlalu mengenal Changmin hingga tahu sosok jangkung ini tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa mendapatkan keuntungan.
"Beberapa ilmuwan dan alat kedokteran." Sahut Changmin datar, ambigu. "Tidak. Jangan tanya lagi. Aku tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang, Kyu." Sambungnya cepat saat dilihatnya Kyuhyun akan bertanya lagi, mendesaknya lagi. "Lupakan mereka. Ini hampir pagi dan seharusnya kau tidur, Luv."
"Bagaimana jika Kai nekad? Dia bisa mati bodoh, Chwang. Markas jelek itu penuh jebakan dan sekutumu yang mesum itu sekejam iblis!"
Pria muda bermata segelap malam itu hanya mengangkat acuh bahunya, tidak peduli. Jika putra duta besar Korut itu nekad kembali ke Rusia, maka Kim Kai harus menanggung sendiri semua resikonya. "Berharap saja Lucien Osborne tidak akan melarikan diri!" ujarnya datar sembari tersenyum malas sebelum menggendong Kyuhyun yang dengan kesal memukul dadanya lagi.
"Ck, kau dan bajingan Petrova itu memang bajingan oportunis!"
.
.
Dengan kasar Lucien menepis tangan besar yang masih melingkari pinggangnya. Mendesis tajam saat berusaha beringsut menjauh dari bajingan terkutuk yang didengarnya sedang terkekeh geli. Mungkin menertawakan kekalahannya. "Puas?" geram Lucien dingin, penuh dendam saat sudah berhasil duduk meski bagian bawah tubuhnya benar-benar sakit dan panas, seperti terbakar diatas bara.
"Sekarang lepaskan aku! Biarkan aku pergi dari tempat terkutuk ini!"
Mengabaikan kilau kejam dalam mata biru Dimitri yang terus menatapnya tajam, tepatnya sedang menelusuri tubuh telanjangnya dengan tatapan mesum, Lucien berdesis tajam seraya menarik kuat tangannya yang masih terborgol. "Kau tidak tuli 'kan, Petrova? Buka borgol sialan ini sekarang!" tuntut Lucien setengah berteriak, persetan dengan siapa yang mungkin bisa mendengar suaranya. Lagipula tidak ada gunanya lagi dia menahan diri setelah semua yang terjadi.
Bukannya menuruti tuntutan yang terdengar naïf itu, Dimitri malah tergelak dan dengan santai menarik tubuh telanjang Lucien kembali dalam pelukannya. Menahan kuat kepala pembunuh bayaran itu hingga tatapan mereka bertemu. "Puas katamu?" tanyanya ringan, pura-pura bingung sementara tangannya sudah kembali menyentuh hole imut Lucien yang masih terasa lembab, menggodanya lagi.
"Jangan. Sentuh. Aku. Lagi!"
Sentuhan nakal jemari Dimitri pada bagian dirinya yang masih sensitif dan nyeri benar-benar siksaan yang lebih menggerikan daripada lecutan cambuk yang diterimanya saat terjebak di camp utara. "Keluarkan! Sekarang!" Sekuat tenaga Lucien menahan desahan yang hampir saja lolos dari belahan bibirnya saat mendesiskan kemarahannya.
"Tidak! Aku belum puas," Dimitri tersenyum lebar, suka sekali melihat mata Lucien yang perlahan mulai dipenuhi gairah setiap kali jemarinya bergerak cepat. "Dan, kau akan tetap disini, Osborne. Melayaniku, memuaskanku, sampai aku bosan!" Kali ini sengaja Dimitri memangut kasar bibir Lucien yang sedang terkatup rapat. Mengabaikan penolakan setengah hati yang hanya membuatnya semakin tertantang.
Jantung sialan Lucien berdebar kencang. Sesuatu yang tidak boleh terjadi jika mengingat dia sedang dilecehkan. Direndahkan. "Apa salahku, D?" Sekuat tenaga Lucien mengabaikan keinginannya untuk menghapus jejak dan rasa Dimitri dibibirnya. "Kau sudah mendapatkan semuanya. Organisasi terkutuk ini, kekuasaan dalam dunia mafia dan juga balas dendammu pada Katherina! Apa itu belum cukup?"
Jika tidak mau menjadi budak sex Dimitri yang sepertinya sudah tidak waras, Lucien harus bisa keluar dari tempat ini secepatnya. Semua yang terjadi 2 jam yang lalu adalah mimpi buruk yang sampai mati pun tidak mau diulanginya. Bagian terkelam dalam hidupnya yang harus dikubur dan dilupakan selamanya. Semua orang, baik musuh maupun sahabatnya pasti akan tertawa dan mengejeknya jika tahu Lucien sudah membuka kakinya untuk seorang pria!
"Aku bersumpah akan pergi sejauh mungkin. Tidak akan muncul didepanmu lagi!" Janji Lucien tegas meski dalam hati dia juga bersumpah akan membalas penghinaan yang dialaminya tadi berkali lipat. Dimitri harus membayar mahal atas semua rasa malu dan sakit yang harus ditanggungnya. "Jadi, lepaskan aku sekarang!" tuntutnya tanpa bosan sambil mengulurkan tangannya yang sedikit berdarah karena borgol.
Dimitri pura-pura tidak mendengar semua janji yang dia tahu bohong itu. Seorang Lucien Osborne tidak ingin membalas dendam? Ck, mungkin kiamat akan datang. Perlahan tawa keras pemimpin organisas Petrova itu terurai sebelum melepaskan pelukannya pada tubuh Lucien dan beranjak berdiri. Dengan santai Dimitri merenggangkan otot-ototnya yang sedikit kaku karena bersenang-senang diatas lantai kamar menara yang sedingin es.
"Pidato yang cukup mengesankan," puji Dimitri serius sambil mengulum senyum lebarnya saat melihat mata biru Lucien yang dipenuhi api kebencian. "Mungkin kau punya bakat menjadi pengacara, Osborne." Ejeknya penuh sarkasme sebelum terkekeh melihat tangan Lucien yang sudah terkepal erat, siap meninjunya.
Tanpa bisa menahan dirinya, Dimitri mengulurkan tangannya, mengusap ringan pipi tirus mantan musuhnya yang sedikit pucat, mungkin karena lelah. "Lebih baik sekarang aku memandikanmu. Sepertinya itu akan cukup menyenangkan. Hm, dan, kau tidak akan pergi kemana pun!" Seringai kejam terukir dibibir Dimitri saat melihat sekilas sorot takut di mata Lucien saat dia menunduk dan meraih kedua tangan pria itu yang terluka.
Tarikan ringan itu mendorong Lucien mengatup rapat bibirnya. Menahan ringisan tajamnya saat borgol ditangannya bergesekkan dengan kulitnya yang terluka. "Nah, borgol ini akan kubuka sekarang." Hampir saja Lucien berpikir Dimitri berubah pikiran dan dirinya akan dibiarkan pergi, "Tapi ingat, sekali saja kau berusaha kabur, maka bukan hanya nyawamu, tapi nyawa Kim Kai, sahabatmu itu akan melayang." Ancaman keji itu mendorong Lucien menendang kuat perut pemimpin Petrova yang dengan kasar langsung menarik kuat rambutnya dan menyatukan bibir mereka lagi.
"Akhhh....Kau memang iblis, Dimitri Petrova!"
TAP TAP TAP
Langkah kaki berderap yang mendekati ruangan tempatnya disekap menghentikan semua lamunan Lucien, namun tidak membuatnya bergeming sedikit pun. Sudah hampir 24 jam dia kelaparan dan kedinginan. Terkurung tanpa punya kesempatan untuk kabur di menara sialan yang selama ini digunakan si bajingan Dimitri sebagai tempat melakukan eksperimen menjijikkannya.
Bajingan terkutuk itu pergi begitu saja setelah memandikannya dengan cara yang tidak akan pernah mau Lucien ingat lagi. Janji untuk membuka borgolnya? Ck, semua itu omong kosong karena iblis tidak tahu malu itu hanya mengobati luka di pergelangan Lucien sebelum kembali memborgolnya seperti binatang.
Cring...Brakkk
Gembok yang dibuka, gerendel yang ditarik dan pintu yang didorong dengan kasar dari luar serta masuknya Marguez dalam ruangan gelap yang sedingin es ini hanya membuat Lucien semakin marah pada semua yang terjadi padanya. Tapi, dia tidak akan menyerah. Dengan cara apapun Lucien harus berhasil lolos dari markas terkutuk ini sebelum malam datang lagi dan semuanya kembali terulang.
"Makan itu!"
Lucien bahkan tidak berminat untuk melihat makanan apa yang diletakkan dengan begitu kasar didekat kakinya. Otaknya sedang berputar. Dari sudut matanya Lucien bisa melihat hanya ada 2 pengawal yang berjaga didepan pintu kamar menara. Jika dia beruntung, mereka tidak bersenjata. Setelah itu yang harus Lucien lakukan adalah lari secepat mungkin ke ruang binatu dan menyusup keluar melalui saluran udara.
"Lepaskan borgol ini." Meski sulit, Lucien berusaha memasang ekspresi kesakitan dan meringis kecil saat mengangkat tinggi kedua tangannya yang dibalut perban. "Apa kau takut aku akan lari, Marquez? Sekecil itukah nyalimu sekarang?" Tinggi berbulan-bulan di markas ini membuat Lucien tahu cara terbaik untuk mempermainkan ego para pengawal Petrova.
"Baik! Kalau begitu, kemarilah! Suapi aku. Setelah itu, bantu aku ke kamar mandi."
Hampir saja Lucien tersenyum menang saat melihat wajah Marquez yang mengeras sebelum tangan kanan Dimitri itu mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya. "Banyak pengawal yang berjaga. Sebaiknya kau tidak bertingkah, Osborne!" Ancaman dan tatapan dingin itu hanya ditanggapi Lucien dengan seringai tipis.
Dia tidak akan bertingkah aneh. Hanya kabur dari markas jelek ini. Ada yang salah?
Bunyi klik saat borgol ditangannya lepas dimanfaatkan Lucien untuk menendang kuat bagian selatan Marquez yang sontak terjatuh sambil mengerang kesakitan. Kesempatan itu tidak disia-siakan Lucien yang dengan gerakan cepat merebut senjata pria bertubuh raksasa itu sebelum menghambur keluar dari kamar menara.
2 pengawal yang sedang berjaga terkejut melihatnya. Reaksi yang salah karena itu malah membuka peluang untuk Lucien menembakkan senjatanya sambil berlari cepat. Menara sialan ini ada di lantai 4 sedangkan ruang binatu ada di lantai bawah tanah. Mengabaikan keringat yang mulai membasahi punggungnya, Lucien berusaha membuat rencana seraya menghindari kamera CCTV yang terpasang di setiap sudut tempat ini.
"Osborne kabur! Cepat tangkap dia!"
Waktu Lucien tidak banyak. Dia yakin Marquez sudah melapor dan sekarang pasti sedang mengejarnya. Dan, bodoh sekali jika Lucien berharap Dimitri akan membiarkannya kabur semudah ini. Hanya tinggal beberapa langkah sebelum dia tiba di lantai 2. Tujuan Lucien adalah kamar yang dulu ditempatinya. Melalui jalan rahasia di balik lemari kamar itu, dia bisa mencapai ruang senjata yang juga berada di lantai bawah tanah.
"Itu dia..."
Mengabaikan sakit dibagian bawah tubuhnya yang terus berdenyut dan kakinya yang sedikit lemas, Lucien berjalan cepat menuju kamar yang terletak disisi tangga. "Akhhh..." desisnya tajam, menahan sakit saat tiba-tiba saja seseorang memukul kuat bagian belakang lehernya dan dalam sekejab kegelapan sudah menyelimuti dirinya.