KRIEET.....BLAM...
Bunyi pintu yang dibuka dan ditutup kembali dengan bantingan kasar itu membuat Lucien tersentak dan langsung mengalihkan tatapan matanya kearah pintu menara yang terletak tepat disebelah lemari besar. Mata biru Lucien sontak memicing tajam saat menangkap bayangan sosok tinggi besar yang melangkah dengan gaya arogan mendekati tempatnya sedang diborgol seperti binatang.
"Sedang mencoba kabur lagi, Osborne."
Ejekan yang diikuti seringai kejam dan juga kilau aneh dalam mata biru terang Dimitri hanya membuat rasa marah yang sudah berkumpul dalam diri Lucien berkobar lagi. Dengan garang dia melayangkan tatapan benci pada pria bangsat yang ingin sekali dibunuhnya jika dia punya kesempatan. "Tutup mulut busukmu itu, D! Lepaskan aku sekarang juga! Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?" bentak Lucien kasar sambil berusaha berdiri walau tidak berhasil karena borgol ditangannya menghambat semua gerakannya.
"Melepaskanmu?"
Sambil duduk dengan gaya santai di sofa besar yang sengaja diletakkan tepat dihadapan pembunuh bayaran yang sudah diserahkan sang Pewaris Kim padanya, Dimitri menggulang kalimat singkat Lucien tadi sambil menyeringai tipis. "Sebelum aku memuaskan semua rasa penasaranku? Ck, tentu saja tidak akan kulakukan dan kau pasti tahu apa yang kuinginkan darimu!" Senyum lebar penuh arti sudah terukir sempurna dibibir Dimitri sementara tangannya mulai membuka penutup botol minuman yang ada ditangan kirinya.
"Hm, wiski murni ini pasti benar-benar lezat di udara sedingin ini." gumam Dimitri dengan seringai licik yang sebenarnya membuat dirinya terlihat semakin tampan meski ada topeng perak yang menutupi sebagian sisi kiri wajahnya.
Lucien tanpa sadar sudah menatap penuh damba pada botol minuman yang ada ditangan pria bertubuh raksasa yang sedang tersenyum misterius padanya. Dia haus dan merasa sangat kelaparan, hampir seharian ini dia memang belum makan apa pun. Ditambah lagi hawa dingin yang begitu menusuk dan membuat tubuhnya terus menggigil gemetar meski dia sudah berusaha keras menahannya. Pikiran Lucien yang melayang sesaat membuatnya terlambat menyadari jika Dimitri sudah berdiri dan melangkah semakin mendekatinya.
"Selangkah lagi kau mendekat, maka..."
"Maka apa?" sela Dimitri cepat sambil tergelak pelan dan tetap melangkah mendekat. "Kau juga sudah kembali merasa bergairah dan tidak sabar untuk bercumbu panas denganku lagi, Osborne?" godanya ringan dengan suara geli walau tatapan matanya sepanas api yang berkobar dalam perapian musim dingin.
Melihat Lucien yang biasanya menantang dan melawan dengan berani, sekarang terus beringsut dan berusaha menghindarinya sungguh menimbulkan suatu kepuasaan tersendiri dalam hati Dimitri yang baru beberapa saat yang lalu dipikirnya sudah membeku dan sedingin udara Rusia, terlebih setelah pengkhianatan kejam dari satu-satunya wanita yang pernah disayanginya dengan tulus.
Sudah lama sekali dia tidak menikmati sensasi memburu sesuatu yang menarik dan menantang seperti ini. "Atau kau ingin meninjuku?" tebak Dimitri sambil memasang ekspresi berpikir keras yang sangat menipu. "Oh, tunggu! Aku tahu, saat ini kau pasti ingin sekali membunuhku. Benar, bukan?" tanyanya kemudian dengan nada geli dan tatapan acuh sebelum mulai meneguk minuman ditangannya dengan gaya yang sedikit berlebihan
Dengan mudah Dimitri bisa melihat mantan musuh yang sekarang akan menjadi tawanan kesayangannya sudah menahan amarah. Dia juga yakin sekali Lucien tidak akan ragu membunuhnya jika punya kesempatan. "Sayang sekali yang kau inginkan itu tidak akan terwujud, Osborne. Sebaliknya, aku akan membuatmu menjeritkan namaku dengan penuh nikmat!" Hanya dari tatapan penuh damba Lucien pada botol wiski ditangannya, Dimitri tahu pria Yunani yang hanya mengenakan sehelai kemeja tipis itu pasti sudah sangat kedinginan.
Ancamannya hanya dianggap angin lalu namun itu tidak akan membuat Lucien menyerah seperti orang tolol. Sudah cukup 3 tahun dia hidup seperti binatang dan sekarang dia tidak akan membiarkan siapa pun memanfaatkannya lagi. Dia akan melakukan segala cara untuk bisa lepas dari cengkraman mafia busuk seperti Dimitri Petrova yang selain sangat kejam, ternyata punya kelainan sex.
"Ya, aku memang ingin sekali membunuhmu dengan kejam dan pelan! Membuatmu merasakan seperti apa itu sakitnya semua penyiksaan kejam dan tidak manusiawi yang pernah kualami karena ulah keluarga Petrova!" Lucien berdesis tajam seraya mengabaikan jantungnya yang tiba-tiba saja berdebar takut saat melihat kilau membunuh yang terpancar dari sepasang mata biru Dimitri yang seperti akan menelannya hidup-hidup.
Dengan berani dia membalas tatapan dingin Dimitri dengan sama dinginnya,"Hanya karena sekarang kau adalah ketua organisasi mafia terbesar di dunia, jadi kau pikir aku akan takut dan menyerah begitu saja pada nafsu bejadmu itu? Jangan bodoh!" Emosi dan setitik putus asa mendorong Lucien mengeluarkan semua kemarahannya tanpa peduli lagi pada aura membunuh yang menguar seperti kulit kedua dari tubuh besar Dimitri.
"Bagus sekali, aku memang lebih suka perlawanan yang berani daripada sikap pasrah yang pasti sangat membosankan," batin Dimitri dalam hati walau ekspresi kasar diwajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun.
Sambil mengukir senyum lebar dibibirnya lagi, Dimitri perlahan berjongkok hingga sekarang jarak diantara tubuhnya dengan Lucien yang bersandar di dinding hanya tinggal sejangkauan tangan. "Dengarkan aku baik-baik, Osborne..." Sengaja dia bicara dengan suara rendah seraya mendekatkan wajah mereka, bahkan bibirnya hampir saja menyentuh belahan bibir sensual pembunuh Yunani itu jika Lucien tidak refleks memalingkan wajahnya.
Dari jarak sedekat ini, Dimitri bahkan bisa merasakan hawa dingin yang keluar setiap kali Lucien mengambil nafas. Dalam hati dia benar-benar tertawa puas saat melihat ketakutan dan juga sepercik gairah yang tidak akan pernah diakui Lucien, ada dalam mata biru mantan musuhnya ini. Gairah panas perlahan tapi pasti mulai mendesak dalam aliran darah Dimitri saat menyadari posisi mereka saat ini yang sudah hampir berpelukan.
"Jangan pernah berharap bisa lari dariku karena akan kupastikan kau mendesah dibawahku sebelum itu terjadi!" Usai membisikkan kalimat itu tepat ditelinga Lucien, pria yang baru saja mengangkat dirinya sendiri sebagai ketua organisasi Petrova itu mulai menelusuri leher jenjang mangsanya yang terlihat begitu menggoda dengan jemarinya.
Sentuhan lembut dari jemari kasar itu di sisi lehernya yang terbuka membuat semua bulu di tubuh Lucien sontak meremang, rasa dingin yang semula menyelimutinya sekarang berubah menjadi panas membara hanya karena sentuhan kecil yang harusnya tak berarti itu. Jantung Lucien juga kembali berdebar kencang dan sialnya kali ini bukan karena takut. Terlebih saat nafas hangat Dimitri yang beraroma wiski menerpa wajahnya, seolah membelainya ringan.
"Sudah berapa kali kukatakan, aku ini bukan gay!" Lucien menggeram tajam dengan nafas tertahan sedangkan tangannya yang masih terborgol kembali berusaha mendorong tubuh besar Dimitri yang sudah menghimpitnya.
Sepertinya Lucien tidak menyadari jika semua perlawanannya itu hanya membuat tubuh bagian bawah kami semakin bergesekan, batin Dimitri senang sementara tangannya mulai mengerayangi tubuh ramping dengan otot yang sudah kembali terbentuk itu.
3 tahun terpenjara dalam camp paling mengerikan itu ternyata tidak terlalu banyak mengubah sosok Lucien yang diingatnya. Pembunuh bayaran yang selalu pintar menghilang ini tetap saja terlihat tampan. Walau dengan sejumlah bekas peluru dan luka memanjang yang sekarang menghiasi tubuhnya.
Sambil tertawa pelan, sebelah tangan Dimitri menahan kuat rahang tegas Lucien yang terus berusaha menghindari setiap sentuhannya. "Bukan masalah bagiku! Hm, sepertinya kau akan terasa sangat nikmat, Osborne..." gumamnya seraya melabuhkan kecupan-kecupan kecil disekitar wajah tampan Lucien yang sudah dipenuhi amarah.
"Eughh...Shit! Kau itu memang gay terkutuk, D! Seharusnya dulu kubunuh saja kau!"
Kali ini Lucien meraung marah dengan suara gemetar saat dirasanya jemari kasar yang tadi menyentuhnya dengan gerakan seduktif, sekarang sudah digantikan mulut dan lidah kurang ajar milik Dimitri yang mulai menjilat pelan sisi lehernya sebelum tiba-tiba saja menghisap kulitnya kuat. Tanpa disadarinya Lucien mengerang karena rasa sakit bercampur nikmat yang terus menyerang tubuhnya. Dia memang pria normal yang lebih menyukai tubuh sintal seorang wanita tapi tetap saja Lucien bisa terangsang karena semua sentuhan dan remasan tangan Dimitri yang semakin liar dan menggoda.
Dia bukan mayat yang tidak bisa merasakan apa pun lagi!
Kedua kaki Lucien yang terus bergerak liar untuk menendangnya hanya semakin memancing hasrat dan gairah dalam tubuh Dimitri yang sudah hampir meledak. "Hm, maki saja terus, aku tidak peduli. Suara marahmu itu malah membuatku merasa semakin terangsang. Aku tidak sabar lagi merasakan sempitnya hole-mu yang belum tersentuh itu..." bisiknya frontal dengan nada acuh sementara tangannya langsung menarik kasar kemeja tipis yang masih membalut tubuh ramping mangsanya.
"Sampai mati pun aku tidak akan membiarkan kau menyentuhku!"
Lucien berdesis marah dengan bibir yang hampir terkatup rapat sambil berusaha memalingkan wajahnya walau cengkraman tangan Dimitri membuatnya tidak bisa bergerak sedikit pun. "Lepaskan aku, D dan ayo kita bertarung secara jantan jika kau memang berani!" tantangnya cepat dengan jantung yang berdebar kencang saat melihat kilau api dalam sepasang mata biru milik Dimitri yang sekarang menatap tajam tubuhnya yang sudah setengah telanjang.
Mulut Dimitri terasa kering saat matanya dengan lapar menelusuri setiap lekuk ditubuh setengah telanjang milik Lucien yang terlihat pucat walau otot-ototnya mulai terbentuk ditempat yang tepat. "Semua luka ini terlihat sangat menggoda, Osborne..." Tanpa sadar Dimitri mengulurkan tangannya untuk menyentuh bekas luka di perut dan dada Lucien yang dulu pasti terasa sangat menyakitkan.
"Singkarkan tanganmu!" sembur Lucien kasar dengan tatapan mata yang menggeras. Dia tidak suka ada yang mengasihani, siapa pun itu. Hampir seluruh bagian tubuhnya sekarang memang dipenuhi bekas luka mengerikan yang bahkan terkadang membuatnya merasa mual.
Gelak kecil terurai dari belahan bibir Dimitri saat mendengar kemarahan dari sebaris kalimat singkat yang diucapkan dengan nada tajam itu. Dia tahu pasti apa yang sedang dirasakan mantan musuhnya ini karena dia juga pernah dan masih merasakan hal yang sama. Marah, malu dan tidak percaya diri dengan bekas luka yang sebenarnya adalah bukti betapa kuatnya mereka berusaha untuk bertahan hidup dan berhasil kembali bangkit.
"Tapi, aku cukup kagum kau bisa bertahan selama 3 tahun..." Sambil menahan kuat bahu Lucien yang terus saja menggeliat untuk menghindari sentuhannya, senyum lebar dibibir pemimpin baru Petrova itu perlahan berubah menjadi seringai keji yang menakutkan.
"Dan, kita memang akan bertarung nanti. Tapi, bukan di arena."
Kalimat ambigu yang sengaja dibisikkan Dimitri dengan suara rendah itu berhasil membuat Lucien termangu untuk sesaat. Dia bahkan tidak menyadari saat mantan rivalnya yang sedang memeluknya erat itu perlahan menundukkan kepala dan mulai menjilati bekas luka yang memanjang di dadanya dengan gerakan menggoda. Rasa panas dan terbakar perlahan menyelimuti tubuhnya yang tadi masih menggigil karena kedinginan.
Beberapa kali tanpa sengaja Dimitri memang melihat pria yang sedang menggeram marah padanya ini berolahraga di ruang gym markas. Namun, baru kali ini selama 37 tahun usianya, dia merasa begitu tertarik untuk menyentuh dan merasakan tubuh ramping seorang pria. Sepertinya tidak terlalu buruk juga jika sekarang orientasi seksualku sedikit berubah, pikir Dimitri sambil menyeringai dalam hati. Selama pembunuh tampan ini bisa memuaskan gairahnya, dia tidak masalah dengan semua makian dan juga kemarahan Lucien yang ternyata sangat menarik.
"Brengsek! Apa yang sedang kau lakukan, D? Berhenti sekarang atau kubunuh kau!"
Sambil mengulum senyum licik dibibirnya, dengan gerakan malas Dimitri perlahan menghentikan kesibukannya menjilat dan mengisap ringan dada bidang bertatto tengkorak milik mangsanya yang sudah berdesis marah. Wajah tampan Lucien yang terlihat memerah dengan selapis keringat di udara sedingin ini membuat Dimitri sangat puas karena walau terus melawannya namun pembunuh tampan ini juga ternyata sedang berusaha keras menahan gairahnya sendiri.
"Sedang menikmati makan malamku. Kau keberatan?"